Tidak terasa, pesta demokrasi rakyat yang rencananya akan digelar pada Pemilu tanggal 9 April 2014 sudah semakin dekat. Euforia akan datangnya pesta demokrasi tersebut telah diwarnai oleh aksi – aksi para bakal calon wakil rakyat yang sudah mulai memperkenalkan namanya didepan publik. Perlu menjadi perhatian bahwa proses pemilu tidak hanya an sich berbicara memilih calon wakil rakyat saja, akan tetapi di dalam proses demokrasi inilah seharusnya pembelajaran politik rakyat harus juga ditanam dan diinternalisasikan. Rakyat harus dikenalkan pada realitas bahwa memilih wakil rakyat merupakan suatu tanggung jawab moral rakyat yang mempercayakan nasibnya pada beberapa orang yang akan menduduki kursi legislatif. Artinya hanya orang – orang yang memiliki kapabilitas, kompetensi bahkan moral yang baik lah yang seharusnya pantas dalam menduduki posisi tersebut.
Seperti yang sudah kita ketahui pada saat ini, citra Anggota Dewan baik dari tingkat daerah hingga pusat semakin tercoreng. Kantor dewan yang seharusnya diisi oleh orang – orang yang peduli akan nasib rakyat dan mencerminkan sosok wakil rakyat yang bersih dan memiliki kepribadian yang patut menjadi panutan sudah jarang ditemui. Mirisnya, kantor dewan sering dijuluki sebagai sarangnya para koruptor, narapidana dan pelaku amoral.
Bukti survey dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2012 menyebutkan bahwa terdapat 42, 71 % anggota legislatif pada masa itu terlibat transaksi mencurigakan dengan indikasi tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi. Banyak yang menilai bahwa perilaku wakil rakyat pada saat ini sangat mencerminkan kepribadian yang korup dan amoral. Beberapa wakil rakyat akhirnya banyak yang terbukti terjerat kasus – kasus korupsi dan anehnya setelah menjadi terdakwa namanya masih tercantum sebagai anggota legislatif. Belum lagi perilaku indisipliner dan amoral yang ditunjukkan oleh wakil rakyat akhir – akhir ini, seperti terjerat kasus - kasus foto dan video mesum, aksi wakil rakyat yang kedapatan sedang menonton video porno melalui tab phone, dan tingkah wakil rakyat yang selalu bolos pada saat rapat paripurna.
Hal yang menyedihkan ini seharusnya tidak perlu terjadi ketika rakyat memiliki kepekaan dan sensitifitas yang tinggi dalam menilai calon – calon wakil rakyat yang nantinya akan mereka pilih. Rakyat jangan hanya terlena dengan janji – janji politik dan popularitas calon saja, apalagi calon tersebut sampai rela menghambur – hamburkan uang demi kekuasaan. Hal – hal inilah yang sebenarnya tidak memberikan pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat dan bahkan mencerminkan suatu bentuk pembodohan politik kepada masyarakat. Keberhasilan pemilu seharusnya dibarengi dengan meningkatnya kesadaran dan kecerdasan politik masyarakat dalam memilih wakil – wakil rakyat dan pemimpinnya.
Peranan Partai Politik dan KPU dalam Menjaring Calon Legislatif Bersih
Selain peran masyarakat yang dituntut lebih selektif dalam memilih wakil rakyatnya, partai politik sebagai wadah perekrutan dan perkaderan politik masyarakat seharusnya memiliki andil besar dan paling bertanggung jawab dalam menyeleksi sosok – sosok yang layak menduduki kursi legislatif. Tidak menjadi rahasia lagi bahwa sistem rekrutmen hampir semua parpol menjelang pemilu sering dinilai lemah sehingga memunculkan nama – nama yang kurang memiliki kualitas dan kapasitas sebagai wakil rakyat. Partai politik layaknya menjadi corong awal terlaksananya pembelajaran dan pencerdasan politik bagi masyarakat, baik dari segi perekrutan, perkaderan dan pelaksanaan kampanye yang sehat dan mencerdaskan, serta menjadi kontrol dalam mengawasi kinerja kader – kadernya di lembaga legislatif. Jadi partai tidak hanya fokus dalam meningkatkan angka elektabilitasnya saja, tetapi juga memperbaiki diri dalam meningkatkan kualitas politiknya yang berpihak pada rakyat. Partai politik seharusnya sadar bahwa sosok – sosok yang memiliki track record dalam kasus – kasus korupsi, kasus – kasus amoral dan bahkan yang pernah menjadi terpidana dalam kasus – kasus tertentu haruslah dibuang dari bursa calon legislatif di negeri ini. Partai politik harus bertanggung jawab dan pantas digugat ketika membuka pintu bagi orang – orang yang tidak layak dan bahkan berwatak amoral untuk menduduki kursi – kursi legislatif.
Selain itu KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum juga harus memiliki peranan aktif dalam menjaring calon – calon wakil rakyat yang bersih dari korupsi, tindakan amoral serta pidana. Berawal ketika KPU memverifikasi nama – nama yang nantinya akan menjadi calon – calon anggota legislatif. Disinilah letak tanggung jawab KPU dalam menentukan nasib ratusan juta rakyat Indonesia akan kita lihat, kita berharap nantinya KPU memilih nama – nama yang bersih dari korupsi, tindakan pidana dan amoral.
Dan tentu saja, akhirnya kepada rakyatlah harapan itu akan diemban. Rakyat tidak boleh sembarangan lagi memilih wakil rakyatnya. Pemilihan Umum yang cerdas dan mencerdaskan haruslah diwujudkan. Dimulai dari menyelidiki dan mengenali track recordnya dengan seksama, visi – misinya dan tentu saja moralnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H