Lihat ke Halaman Asli

Dinasti Politik: Akankah Tetap Menjadi Tradisi?

Diperbarui: 14 Juni 2021   17:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada zaman modern sekarang ini, banyak generasi yang mulai menaruh perhatiannya pada berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang politik. Dalam kehidupan bermasyarakat, politik hadir untuk mengatur segala urusan dan memberikan kebijakan-kebijakan mengenai pemerintahan negara. Kebijakan ini sebagai pedoman yang mengatur kegiatan dari aparat pemerintahan dalam rangka meningkatkan kondisi penghidupan masyarakat dan mencapai tujuan tertentu sesuai harapan. Salah satu kebijakan yang menjadi pedoman negara Indonesia hingga detik ini adalah peraturan UUD 1945 yang berlandaskan Pancasila.

Berdasarkan sila kelima dalam Pancasila dan UUD RI Pasal 28D ayat (3) yang menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kesempatan sama dan adil dalam pemerintahan, nyatanya dalam praktik saat ini sering ditemukan keadaan yang tidak demikian. Sekarang ini, telah terkenal istilah Dinasti Politik pada suatu sistem politik. Kehadiran dinasti politik khususnya pada negara demokrasi menjadikan prinsipnya kurang ideal. Bahwasanya, dalam sebuah negara demokrasi, semua aspek di dalamnya harus menganut paham kedaulatan rakyat, namun pada praktiknya para elite ekonomilah yang menduduki bangku pemerintahan.

Dalam sebuah dinasti politik dengan bantuan para elite ekonomi, pelaku yang mendapat bantuan dari elite pastilah akan membantu elite kembali dengan peraturan yang dibuatnya, hal ini sering dinamakan Patron-Client. Dengan adanya timbal balik yang dibuat oleh pelaku kebijakan maupun elite ekonomi, maka dikhawatirkan kebijakan-kebijakan yang dibuat tidaklah demi kepentingan rakyat kebanyakan, namun hanya demi kepentingan elite ekonomi yang telah membantu pelaku kebijakan untuk menduduki bangku pemerintahan.

Berdasarkan penelitian yang menggunakan metode Literature Review, telah ditemukan bahwa terdapat lima negara penganut sistem demokrasi yang terkenal dengan dinasti politiknya. Kelima negara yang dimaksud adalah Amerika Serikat, Filipina, India, Indonesia, dan Pakistan. Berbagai alasan yang menjadi penyebab maraknya dinasti politik di negara tersebut pun bervariasi, seperti pengaruh orang tua/anggota lain dalam keluarga yang sudah terkenal dalam masyarakat, keinginan orang tua/anggota lain dalam keluarga agar keturunannya yang mengambil alih kepimpinan, masyarakat merasa lebih nyaman bila pemimpinnya merupakan tokoh yang sudah dikenal, memanfaatkan koneksi keluarga terdekat, serta kematian sehingga kepemimpinan dialihkan ke anggota keturunannya yang lain.

Kami mengambil beberapa contoh pada 5 negara terkait, pada Amerika Serikat, kami mengambil keluarga Kennedy yang dapat mendirikan dinasti politik karena keluarga Kennedy adalah keluarga yang biasa melakukan pelayanan umum untuk publik. Adapun Keluarga Bush yang terkenal sebagai dinasti politik paling sukses, mendirikan dinasti ini karena Bush memanfaatkan jejaring bisnis ayahnya untuk membuatnya jadi miliuner dan memanfaatkanya untuk membiayai anak dan cucu nya agar menjabat sebagai presiden. 

Selanjutnya Filipina yang terkenal dengan dinasti politik terbanyak, keluarga Aquino memulai karirnya karena sang ayah membukakan jalan sebagai pahlawan kebebasan revolusioner. Dari India terdapat keluarga Nehru-Gandhi, awalnya Nehru merupakan pejuang kemerdekaan India yang kemudian setelah merdeka diangkat menjadi Perdana Menteri pertama India kemudian dilanjutkan oleh istri dan keturunan-keturunannya. 

Dilanjutkan dari Indonesia sendiri, yakni keluarga Soekarno, Soekarno merupakan salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia yang memberikan peran dan pengaruh yang besar dalam memerdekakan Indonesia, dari situ ia menjadi tokoh besar yang disegani kebanyakan orang Indonesia. Selain itu, Keluarga dari presiden Indonesia yang kelima atau Susilo Bambang Yudhoyono yang kerap dipanggil SBY juga baru membangun dinasti politik, dengan diangkatnya SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, SBY tetap melanjutkan kedinastiannya dengan menunjuk anaknya AHY sebagai Ketua Umum setelah beliau. 

Yang terakhir dari Pakistan ada keluarga Ali, Ali merupakan anak dari Nawaz yang merupakan tokoh yang berpengaruh dan disegani karena beliau adalah tuan tanah Sindhi dan pendiri Pakistan People’s Party yang selanjutnya menjabat sebagai perdana menteri untuk negara bagian Junagadh.

Walaupun sebenarnya tidak ada aturan larangan dinasti politik, tetapi dinasti politik ini kurang baik terhadap keberlangsungan demokrasi. Hal ini dikarenakan akan menimbulkan citra buruk dalam kemasyarakatan sebagai dampak membangun kekuasaan atau kepemimpinan atas kekeluargaan, kekerabatan, dan/atau kedekatan. 

Di samping itu, praktik dinasti politik bisa menjadi titik awal korupsi, kolusi, nepotisme, dan membatasi kebebasan masyarakat yang sebenarnya berkompetensi untuk terjun mengisi jabatan-jabatan strategis. Gambaran dinasti politik yang telah familiar sejak dahulu hingga sekarang menunjukkan bahwa tidak adanya solusi yang jelas untuk masalah ini. 

Hal tersebut memperlihatkan bahwa dinasti politik telah diciptakan secara berkesinambungan melalui pemain/tokoh yang berbeda. Oleh karena itu, dinasti politik dapat dikatakan sebagai suatu tradisi di negara-negara termasuk negara yang bersistem demokrasi. Dengan mempertimbangkan dampak yang diberikan, harapannya dinasti politik dapat pupus suatu saat nanti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline