Lihat ke Halaman Asli

Menyelami Lebih Dalam dari Lautan: Persepsi, Sensasi, dan Atensi

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika kita menerima suatu informasi, secara umum saraf perifer dan otak akan mempersepsi dan memikirkan untuk memahaminya. Steve Pinker mengungkapkan hal tersebut dalam bukunya yang berjudul “How the Mind works”: Pikiran adalah sebuah sistem yang tersusun dari organ-organ komputasional, yang didesain oleh seleksi alam untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi nenek moyang kita selama masa hidup mereka sebagai pemburu-peramu, khususnya untuk memahami (dan mengkaji) objek-objek seperti binatang, tumbuhan, dan manusia lain (1997, hal 2). Konsep ‘otak komputasional’ sendiri didasarkan pada ide bahwa pikiran adalah apapun yang dilakukan otak, yakni pemrosesan informasi. Ketika kita melaksanakan ‘kognisi tingkat tinggi’, seperti memikirkan judul skripsi atau cara mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, maka saat itu kita sedang melakukan suatu jenis komputasi. Dalam psikologi kognitif, kita mengacu pada dunia fisik sekaligus dunia mental. Penghubung realitas fisik dengan dunia mental berpusat di sistem sensorik.

·Sensasi, adalah suatu proses yang mengacu pada pendektesian dini terhadap energi dari dunia fisik. Studi terhadap sensasi sendiri umumnya berkaitan dengan struktur dan proses mekanisme sensorik berserta stimuli yang mempengaruhi mekanisme-mekanisme tersebut.

·Persepsi, adalah suatu proses yang melibatkan kognisi tingkat tinggi dalam penginterpretasian terhadap informasi sensorik. Pada dasarnya persepsi lebih mengacu pada interpretasi hal-hal yang kita indera.

Di antara sensasi dan interpretasi yang sudah disebutkan di atas, terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut lebih pada pengalaman yang kita indera, artinya perbadaan antara informasi yang diterima sistem sensori kita dengan informasi yang diinterpretasikan pikiran kita, yang kemudian menjadi suatu topik utama dalam studi persepsi dan kognitif. Perbedaan tersebut dinamakan ilusi. Terkadang realitas dan persepsi tidak sama, sebagaimana yang terjadi dalam kasus ilusi persepsi. Ilusi dianggap penting oleh para ilmuwan psikofisika (studi yang mempelajari hubungan antara perubahan-perubahan fisik di dunia dengan pengalaman-pengalaman psikologis akibat perubahan tersebut), bukan karena ilusi menunjukkan kegagalan kemampuan manusia untuk mempersepsi, melainkan karena ilusi justru menyediakan wawasan untuk memahami cara kerja sistem persepsi kita.

Neisser (1967) menamai kemampuan kesan-kesan visual untuk menetap selama jangka singkat (sehingga dapat diproses lebih lanjut) sebagai memori ikonik. Beberapa ahli sempat mempertanyakan ketepatan penggunaan istilah memori dalam menjelaskan fenomena ini. Sebab, bagi banyak psikolog kognitif, istilah memori menyiratkan adanya penyandingan (coding) dan penyimpanan (storage) informasi, yang melibatkan proses-proses kognitif tingkat tinggi. Meskipun memori ikonik memang melibatkan penyimpanan, penemuan-penemuan terbaru menunujukkan bahwa memori ikonik terpisah dari proses-proses kognitif tingkat tinggi (seperti atensi). Penyimpanan ikonik hanyalah menyerupai semacam arsip foto (snapshot) tentang medan penglihatan. Setiap arsip hanya bertahan sekitar satu detik. Tujuan arsip foto tersebut adalah memberikan otak kesempatan untuk mampu menyamai kecepatan informasi visual yang diterima dari mata. George Sperling (1960)   memberikan argumen bahwa jika ikon (atau kesan visual) sedang memudar saat pertisipan berusaha melaporkan seluruh huruf dalam penyimpanan ikoniknya, maka partisipan mungkin hanya melaporkan sebagian dari keseluruhan huruf tersebut. Sperling mengasumsikan bila dia dapat menyusun sebuah cara untuk menguji memori parsial atau bagian dari memori ikonik, ia dapat menghitung ukuran penyimpanan ikonik yang sesungguhnya. Sperling mengembangkan suatu teknik pelaporan-parsial yang di dalamnya seorang partisipan ditunjukkan satu daftar huruf, selama 50 milidetik. Jika partisipan berupaya mengingat sembilan huruf, mereka mungkin hanya sungguh-sungguh mampu mengingat empat atau lima. Untuk menyelidiki menghilangnya informasi dalam penyimpanan yang sangat singkat ini, berbagai penelitian telah dilaksanakan. Salah satunya penelitian memvariasikan interval antara penampilan huruf dengan munculnya isyarat. Hasilnya, jangka waktu penyimpanan memori ikonik adalah sebesar 250 milidetik.

Jika kita memiliki memori ikonik untuk merekam kesan visual, apakah kita memiliki penyimpanan memori semacam itu untuk indera yang lain? Neiser (1967) menyebutkan memori ekhoik. Penyimpanan ekhoik serupa dengan penyimpanan ikonik dalam dua hal: (1) informasi sensorik mentah disimpan dalam ruang penyimpanan (agar dapat diolah lebih lanjut) dan (2) jangka waktu penyimpanannya sangatlah singkat (sekitar 250 milidetik hingga 4 detik). Seperti halnya penyimpanan ikonik, yang berfungsi menyediakan waktu tambahan untuk mengamati stimuli yang menghilang dari penglihatan, penyimpanan ekhoik memberikan waktu tambahan bagi kita untuk mendengarkan pesan. Kegunaan penyimpanan ekhoik menjadi jelas apabila kita mempertimbangkan kerumitan proses dalam memahami sebuah pembicaraan sederhana. Untuk menguji keberadaan memori ekhoik, Moray, Bates, dan Bernett (1965) menggunakan peralatan stereo dengan speaker ganda untuk mengahasilkan stimulasi auditorik. Hasil eksperimen mengindikasikan bahwa kemampuan mengingat pada metode pelaporan parsial (dengan menggabungkan isyarat cahaya dengan suara) jauh lebih baik dibanding metode pelaporan penuh (tanpa isyarat pembantu). Hasil ini diinterpretasikan sebagai dukungan terhadap gagasan bahwa informasi auditorik juga disimpan selama beberapa saat dalam penyimpanan sensorik. Sebuah analog yang bahkan lebih menyerupai teknik pelaporan parsial Sperling ditemukan dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Darwin, Turvey, dan Crowder (1972).

Atensi

Jika kita membayangkan atensi, kita sering membayangkan kata-kata seperti “memperhatikan”, “perhatiakanlah”, dan “menjadi perhatian penuh”. Tanpa perlu mempelajari proses kognitif dalam atensi, seseorang dengan mudah memahami bahwa atensi adalah sumber daya yang berharga. Dalam bagian ini kita akan membahas atensi sebagai mekanisme kognitif yang penting dan berharga. William James menjelaskan bahwa:

Atensi adalah pemusatan pikiran, dalam bentuk yang jernih dan gamblang, terhadap sejumlah objek simultan atau sekelompok pikiran. Pemusatan kesadaran adalah initisari atensi. Atensi mengimplikasikan adanya pengabaian objek-objek lain agar kita sanggup menangani objek-objek tertentu secara efektif. (1890, hal. 403-404)
Ketika kita membicarakan “atensi” dari sudut pandang para psikolog kognitif masa kini, kita mengacu pada sebuah proses kognitif yang menyeleksi informasi penting dari dunia di sekeliling kita (melalui panca indera), sehingga otak kita tidak secara berlebihan dipenuhi oleh informasi yang tidak terbatas jumlahnya. Kita akan menggunakan definisi umum tentang atensi: “pemusatan upaya mental pada peristiwa-peristiwa sensorik atau peristiwa-peristiwa mental”. Penelitian terhadap atensi mencakup lima aspek utama, yaitu kapasitas pemrosesan dan atensi selektif, tingkat rangsangan, pengendalian atensi, kesadaran, dan neurosains kognitif. Fakta bahwa kita secara selektif memilih hanya sebagian kecil stimuli dari seluruh stimuli yang ada di sekeliling kita, tampak dari berbagai peristiwa sehari-hari, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Alih-alih memadamkan seluruh proses kognitif kita, sistem kognitif membatasi jumlah stimuli untuk menghindari “overloading”. Atensi selektif dapat dianalogikan dengan menyorotkan cahaya lampu senter ke tengah sebuah ruang gelap untuk mencari benda-benda yang kita perlukan, sambil membiarkan benda-benda lain tetap berada dalam kegelapan.

Setiap orang menghadapi stimuli yang tak terhitung jumlahnya saat secara bersamaan melakukan beberapa tugas sekaligus. Pemrosesan informasi secara otomatis itu diteliti secara mendalam oleh Posner dan Synder (1974, 1975), yang menyebutkan tiga karakteristik pemrosesan otomatis:

·Pemrosesan otomatis terjadi tanpa ada niat dasar.

·Pemrosesan otomatis tersembunyi dari kesadaran.

·Pemrosesan otomatis menggunakan hanya sedikit sumber daya sadar (atau bahkan tidak menggunakan sumber daya sadar sama sekali).

Tindakan mempelajari atensi dari sudut pandang neurosains kognitif memberikan kita kesempatan untuk menemukan dukungan neurologis bagi penemuan-penemuan sebelumnya, dan juga membantu menentukan lokasi dari berbagai proses-proses terkait atensi yang berlangsung dalam otak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline