JAKARTA - Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan langkah Pemerintah bersama DPR mengesahkan RUU HPP menjadi UU HPP pada Kamis (7/10) sebagai bentuk transformasi sekaligus untuk meningkatkan efisiensi sistem perpajakan di Indonesia.
Perubahan penggunaan NIK sebagai NPWP termasuk dalam UU HPP ini dituturkan oleh Sri Mulyani, "Termasuk di dalamnya mengantisipasi perubahan, yaitu penggunaan NIK sebagai NPWP. Saya harap isu ini atau transformasi ini semakin meningkatkan efisiensi dan efektivitas DJP," dikutip dari CNNIndonesia.com pada Senin (4/10).
Transformasi NIK digunakan sebagai NPWP ini menuai banyak pemikiran masyarakat yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Seperti komentar akun @Hadialkatiri pada unggahan twitter CNN Indonesia, "Hacker dan pemalsu be like: Thank you for make our job easy..." dan juga komentar akun @aldrikdwi, "Dear NKRI. Percuma integrasi sebagaimanapun kalau masih perlu fotocopy ktp."
Opini masyarakat yang takut akan dikenakan pajak otomatis jika NPWP digantikan oleh NIK perlu diklarifikasi oleh Menteri Keuangan. Oleh karena itu, Sri Mulyani menegaskan dalam Konferensi pers RUU HPP, Kamis (7/10), "Peraturan menggunakan NIK sebagai NPWP orang pribadi, saya tegaskan bukan berarti yang punya NIK langsung harus membayar pajak,".
Menurut Sri Mulyani, penggunaan NIK adalah dengan tujuan sebagai administrasi perpajakan supaya mempermudah para wajib pajak orang pribadi untuk melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Pengenaan pajak tidak otomatis dilakukan karena mengingat ada syarat dikenakannya pajak bagi orang pribadi yaitu salah satunya penghasilan dari orang pribadi harus melebihi dari penghasilan tidak kena pajak (PTKP) senilai Rp 54 juta.
Menyikapi komentar dan pikiran masyarakat mengenai peretasan sistem informasi pribadi masyarakat, Sri Mulyani juga menegaskan bahwa pemerintah akan tetap menjaga kerahasiaan dari data wajib pajak baik pribadi maupun badan. Hal tersebut disampaikan karena sejatinya pasti pemerintah tidak sembarangan mengenai data pribadi yang bersifat privasi dari masing-masing warga negara Indonesia.
Selain penggantian NPWP dengan NIK, UU HPP juga mencakup salah satunya mengenai tarif terbaru pajak penghasilan (PPh) orang Pribadi (OP). Lapisan beserta tarif yang dikenakan relatif turun dari tarif sebelumnya, antara lain yaitu:
- Tarif 5% dikenakan untuk penghasilan sampai dengan Rp 60 juta;
- Tarif 15% dikenakan untuk penghasilan di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta;
- Tarif 25% dikenakan untuk penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta;
- Tarif 30% dikenakan untuk penghasilan di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar;
- Tarif 35% dikenakan untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar
Dengan adanya kenaikan batas atas lapisan diharapkan lebih meringankan wajib pajak serta terwujudnya Indonesia yang lebih maju tanpa mengesampingkan keadilan rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H