Lihat ke Halaman Asli

fatur ilhami

Saya merupakan mahasiswa aktif Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Saya merupakan freelancer Videographer dan Video Editor.

Pelanggaran Syariat di Banda Aceh: Fenomena Remaja Putri Berkeliaran Hingga Larut Malam

Diperbarui: 5 Juni 2024   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fatur, mahasiswa S1 prodi KPI UINAR/dokpri

Penerapan Syariat Islam di Banda Aceh, sebagai upaya untuk menegakkan moralitas dan nilai-nilai keagamaan, telah menjadi sorotan sejak diberlakukannya pada tahun 2001. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap hukum Syariat masih sering terjadi, salah satunya adalah fenomena banyaknya remaja putri yang berkeliaran hingga larut malam. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penegakan hukum Syariat di Banda Aceh dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Salah satu tujuan utama penerapan Syariat Islam di Banda Aceh adalah untuk menjaga ketertiban dan moralitas masyarakat, termasuk mengatur perilaku remaja. Namun, fenomena remaja putri yang berkeliaran hingga larut malam menunjukkan adanya kesenjangan antara aturan yang ditetapkan dan kenyataan di lapangan. Meskipun ada peraturan yang mengatur jam malam dan aktivitas remaja, penegakan aturan ini sering kali tidak konsisten.

Menurut laporan dari beberapa media lokal, banyak remaja putri yang tetap berada di luar rumah hingga larut malam, baik untuk bersosialisasi maupun untuk kegiatan lainnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat yang konservatif, karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam yang diterapkan di Banda Aceh.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka pelanggaran Syariat di kalangan remaja putri di Banda Aceh. Pertama, kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya aturan Syariat di kalangan remaja. Meskipun Syariat Islam diajarkan di sekolah-sekolah, namun pemahaman dan penerimaan terhadap aturan ini belum merata di semua kalangan.

Kedua, pengaruh media sosial dan budaya populer juga memainkan peran penting. Remaja saat ini terpapar oleh berbagai pengaruh dari luar yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai lokal. Akses yang mudah ke internet dan media sosial membuat remaja lebih mudah terpengaruh oleh gaya hidup yang tidak sejalan dengan aturan Syariat.

Ketiga, kurangnya fasilitas dan kegiatan alternatif yang dapat menampung minat dan bakat remaja juga menjadi masalah. Keterbatasan sarana hiburan yang sesuai dengan nilai-nilai Syariat membuat remaja mencari hiburan di luar rumah, yang sering kali berujung pada pelanggaran jam malam.

Dr. Ahmad Fauzi dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry menyatakan bahwa "Syariat Islam seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek hukuman, tetapi juga pada pembinaan dan pendidikan masyarakat." Pernyataan ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam penerapan syariat Islam, terutama dalam konteks hifzul nafs, atau perlindungan jiwa. Pernyataan Dr. Ahmad Fauzi menekankan bahwa syariat Islam seharusnya tidak hanya berfokus pada pemberian hukuman bagi pelanggaran, tetapi juga harus mencakup upaya pembinaan dan pendidikan masyarakat. Ini berarti bahwa selain menegakkan hukum, penting untuk mendidik masyarakat agar memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, syariat Islam berfungsi tidak hanya sebagai alat penegakan hukum, tetapi juga sebagai panduan untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, adil, dan berakhlak.


Penegakan hukum Syariat di Banda Aceh menghadapi tantangan yang kompleks. Meskipun ada upaya dari aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran, namun masih terdapat kesenjangan dalam penerapan sanksi. Kasus-kasus pelanggaran sering kali ditangani dengan pendekatan yang kurang edukatif dan lebih represif, yang bisa menimbulkan resistensi di kalangan remaja dan masyarakat.

Selain itu, aparat penegak hukum juga menghadapi dilema dalam menyeimbangkan antara penegakan aturan dan menjaga keharmonisan sosial. Penegakan hukum yang terlalu ketat dapat memicu ketegangan sosial, sementara penegakan yang terlalu longgar dapat melemahkan otoritas aturan Syariat itu sendiri.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan edukatif dalam menegakkan Syariat Islam di Banda Aceh. Pertama, meningkatkan pendidikan dan kesadaran di kalangan remaja tentang pentingnya mematuhi aturan Syariat. Program-program pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai Islam secara inklusif dan menarik dapat membantu meningkatkan pemahaman dan penerimaan di kalangan remaja.

Kedua, menyediakan fasilitas dan kegiatan alternatif yang sesuai dengan nilai-nilai Syariat. Pemerintah daerah dapat mengembangkan berbagai program dan fasilitas yang dapat menampung minat dan bakat remaja, sehingga mereka memiliki pilihan hiburan yang positif dan sesuai dengan aturan Syariat.

Ketiga, penegakan hukum yang lebih humanis dan edukatif. Pendekatan yang lebih dialogis dan edukatif dalam menegakkan aturan Syariat dapat membantu mengurangi resistensi di kalangan remaja dan masyarakat. Melibatkan tokoh agama dan masyarakat dalam proses penegakan hukum juga dapat membantu meningkatkan legitimasi dan efektivitas aturan Syariat.

Fenomena remaja putri yang berkeliaran hingga larut malam di Banda Aceh menunjukkan adanya kesenjangan antara aturan Syariat dan realitas di lapangan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan edukatif dalam penegakan Syariat. Pendidikan yang lebih baik, penyediaan fasilitas alternatif, dan penegakan hukum yang humanis adalah langkah-langkah yang dapat membantu mengurangi pelanggaran dan meningkatkan kepatuhan terhadap aturan Syariat di Banda Aceh.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline