Amin Al-Din abdu Al-Ra'uf bin Ali Al-Jawi Al-Fansuri dilahirkan di Singkil, sebuah kota di pantai barat sumatera yang merupakan sebuah daerah dalam kekuasaan Kesultanan Aceh. Tahun kelahirannya tidak siketahui secara pasti banyak sumber yang menjadi rujukan tentang tanggal kelahiran beliau. D.A Rinkes memperkirakan bahwa Abdul Ra'uf dilahirkan pada tahun 1024 H/1615 M. tahun ini dihitung dari hitung mundur dari tahun wafatnya guru Abdul Ra;uf, yakni Syekh Ahmad Al-Qushashi yaitu pada tahun 1660 M.
Menurut A. Hasim, nenek moyang Adul Ra'uf berasal dari persia yang datang ke Samudra Pasai pada akhir abad ke-13. Mereka tinggal di Fansur (Barus). Sebuah kota di pelabuhan tua di pantai Sumatera. Menurutnya, kakek Abdul Ra'uf, Syekh Fansuri diinstruksikan oleh Sultan Aceh untuk memimpin sebuah Pusat Pendidikan Islam yaitu Daya Biang Pria.
Abdul ra'uf menerima pendidikan awal di kampungnya dari ulama lokal, terutama Ayahnya yang merupakan pemimpin sebuah pendidikan Islam, lalu melanjutkan pendidikannya ke Fansur (Basur) sebab tempat inilah diantara pusat penting pendidikan islam pada masa itu dan penghubung antara masyarakat aceh dan komunitas muslim lainnya di asia barat dan selatan.
Karena abdul ra'uf masih kurang puas dengan keilmuannya, maka beliau merantau pergi ke Timur tengah untuk emnimba ilmu lagi. Dan membuat sebuah cacatan tentang perjalanannya dalam menimba ilmu ke timur tengah dalam buku Umdat Al-Muhtajin Ila Suluk Maslak Al-Mufridin. Yang mana dalam buku itu menjelaskan tentang pendidikan di berbagai pusat pendidikan islam di semenanjung Arabia. Dan beliau menyebutkan beberapa tarekat yang berafiliasi dengannya dan menyebutkan nama para gurunya.
Abdul Ra'uf adalah salah satu ulama terkemuka yang berasal dari aceh, yang mana beliau sudah banyak memberikan kontribusi yang signifikan serta memberikan peran penting dalam perkembangan dan penyebaran islam di kawasan melayu Indonesia pada masa abad ke-17. Beliay adalah salah seorang ulama yang ahli dalam bidang Fiqh, pengarang yang prolifik, tokoh pendiikan, salah satu ulama sufi juga, dan khalifah utama dalam tarekat Shattariyyah di melayu-Indonesia.
T. Iskandar menyatakan bahwa "diantara pengarang-pengarang Intelektual, Abdul Ra'uf dipandang sebagai yang terakhir, meskipun muncul beberapa pengarang sesudahnya. Mereka boleh dikatakan tidak terlalu penting" ini menunjukan bahwa beliau dalam bidang literasii tidak tertandingi oleh generasi-generasi setelah beliau. Yang mana ketokohan abdul ra'uf dalam bidang tasawwuf tidak terdandingi oleh ulama aceh pada periode berikutnya.
Salah satu diantara bukti kepakaran/kepintaran beliau dalam bidang hukum islam (fiqih) adalah beliau menjabat sebagai Qadhi Malik Al- Adil atau bisa disebut sebagai mufti di kesultanan Aceh. Peran beliau dalam perkembangan islam di nusantara diakui oleh para sarjana kontemporer tentang islam dan kepulauan melayu-Indonesia. Dan hingga saat ini, beliau masih menjadi figur yang sangat dihormati di kalangan Masyarakat Aceh dengaan panggilan populer beliau adalah "Teungku Syia Kuala"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H