Lihat ke Halaman Asli

fatrisia

Penulis

Cerita Anak: Wali Kelas yang Killer

Diperbarui: 14 November 2024   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Begitu resmi naik kelas enam SD, aku merasa gugup dan selalu dibayang-bayangi rasa takut. Sudah bukan rahasia lagi bahwa perwalian kelas enam, Pak Endang nama beliau, adalah guru killer yang ditakuti seluruh siswa. Beliau berpostur tinggi besar dengan gaya berjalan yang kerap memakai kacamata hitam dan tentu saja tanpa senyum.

Rupanya bukan hanya aku saja yang merasa takut, tetapi seluruh teman sekelas. Saat liburan kenaikan, kami kebanyakan bertukar cerita betapa seriusnya Pak Endang saat mengajar pelajaran Ipa dan tidak segan-segan menghukum anak yang tidak bisa menjawab. Dari cerita kakak kelas kami, beliau memang begitu tegas. Astaga ... bahkan siswa nakal di kelasku saja takut, apalagi aku yang hanya gadis kecil yang gampang terintimidasi.

Singkat cerita, liburan telah usai dan waktunya memulai tahun ajaran baru. Aku dengan seragam merah putih yang rapi dan wangi berkat disiapkan oleh Ibu, berjalan percaya diri dengan beberapa teman. Jarak sekolah cukup dekat sehingga kami anak Gang Melati kerap pergi bersama-sama, mulai dari anak kelas satu sampai kelas enam.

Hari pertama cukup melelahkan sebab upacara bendera yang butuh waktu lebih lama, amanat dari kepala sekolah membutuhkan waktu yang panjang. Meski begitu kami cukup senang setelah upacara berakhir dan kami bisa bertemu serta sedikit bermain dengan teman-teman yang tidak berjumpa selama liburan.

Lalu masuklah Pak Endang ke dalam kelas dan kami semua langsung tertib. Semuanya tampak terintimidasi dan canggung. Tidak ada lagi yang senyum-senyum di bangku masing-masing.

Pak Endang mengucap salam dan kami semua lekas membalasnya. "Baiklah anak-anak, perkenalkan nama saya Endang Kaili dan saya adalah perwalian kalian di kelas enam ini sampai kalian lulus nanti. Kalian sudah tahu, kan, saya orangnya seperti apa?"

Wow ... ucapan yang diakhiri tawa renyah itu terdengar menakutkan. Jelas kami tahu dan untuk itulah kami semua hanya bisa mengangguk dan tersenyum setuju.

Pak Endang tampak menatap seluruh kelas. "Saya dikenal jahat, tapi itu bagi siswa nakal. Saya suka dengan anak yang baik dan mau belajar dengan serius. Kalian ini kelas enam, sudah bukan waktunya main-main, sudah kelas ujian. Ingat nasihat orang tua. Mereka menyekolahkan kalian dengan harapan kalian belajar dan bisa lulus dengan nilai yang baik."

Kami mengangguk patuh. Setelahnya Pak Endang sedikit berbasa-basi sebelum akhirnya keluar kelas sebab sebentar lagi guru Matematika akan datang untuk mengajar di jam pertama pembelajaran.

Begitu Pak Endang pergi, kami sontak ribut, sibuk berbicara dengan teman sebangku terkait ucapan Pak Endang tadi dan bagaimana cara beliau berbicara. Banyak yang tertawa dan saling menakut-nakuti. Sementara itu, aku malah begitu terkesan. Kakak kelasku dulu benar, Pak Endang itu tegas, tapi beliau begitu berwibawa.

Hari-hari di kelas enam berjalan dengan lancar. Setiap masuk kelas guru-guru pasti selalu menasihati kami untuk serius belajar karena ujian nasional bukanlah hal sepele. Meski begitu, masih ada saja anak nakal yang tidak mendengarkan dan bahkan suka bolos.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline