Lihat ke Halaman Asli

fatrisia

Penulis

Cerita Saat KKN

Diperbarui: 1 September 2024   13:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 "Ayo semua kita harus ke sekolah lebih awal, biar nanti ngga terlalu kemalaman pulangnya," titah Dani si Korsek (Koordinator Sekolah) atau bisa dibilang ketua kami di lokasi KKN ini.

Bagi kami anak pendidikan, tahun ini KKN (Kuliah Kerja Nyata) digabung dengan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). Jadinya hanya akan turun di sekolah, pagi hingga siang mengajar, dan sorenya melaksanakan KKN berupa kegiatan untuk para siswa. Total waktu kami turun di sekolah ini adalah 4 bulan. Sementara ini baru masuk bulan kedua, oh betapa aku merindukan rumah.

"Hei, Ndah, jangan ngelamun." Dani mengagetkanku. Astaga anak ini hampir membuat jantungku copot. Dia malah cengengesan.

Kami pun bergegas meski sempat ada drama. Seorang teman cewek mencak-mencak berkata akan menyusul sebab dia belum mandi dan harus pakai make-up sebelum pergi. Sementara yang satunya lagi, teman sejurusanku, terpaksa akan menyusul dengannya sebab mereka akhir-akhir ini seperti bestie. Kami yang tersisa sejumlah 8 orang segera pergi ke sekolah yang berjarak berapa rumah dari dari posko kami.

Besok akan ada pemilihan ketua Osis dan sialnya dari tadi sore persiapan tidak dilakukan oleh para siswa anggota Osis yang masih menjabat. Jujur aku cukup kesal dengan mereka, mengingat lagi betapa sombongnya mereka saat rapat tadi siang yang dengan lantang berkata tidak perlu bantuan kami untuk melatih persiapan dan hal-hal lainnya. Lihatlah, sekarang kami harus membangun tenda dan mendekorasinya, bahkan masih menunggu mereka untuk datang.

"Mukanya dilurusin, Ndah. Ngga enak dilihat," kata Dani yang tiba-tiba saja datang. Aku menurut sebab baru sadar raut wajahku benar-benar menunjukkan rasa kesal. Dani pun segera mengajakku mengambil bangku di salah satu ruang kelas. Kami perlu mengangkat ini dengan bantuan beberapa teman. Lorong-lorong ini cukup terang, lampu dinyalakan sehingga aku yang memang pemberani ini bertugas memantau mereka yang akan membawa kursi. Sebagai perempuan aku tidak dizinkan ikut mengangkat kursi-kursi kayu yang berat itu.

Beberapa detik kemudian wajah yang mengesalkan muncul, dialah Andin si anggota Osis yang tidak suka menerima masukan. Dari wajahnya itu saja aku sudah benar-benar emosi, teringat lagi dirinya yang merasa punya kuasa sehingga menyepelekan rapat tadi siang. Penyebab aku badmood hingga detik ini.

"Kamu mau ngapain?" tanyaku berusaha senetral mungkin.

"Kenapa pake kursi di kelasku?" Dia malah berbalik tanya dengan nada tak kalah menyebalkan.

"Dengar ya, Nadin. Kami sudah izin sama wali kelas dan ketua Osis juga yang bilang boleh ngambil kursi di sini."

"Mukanya jangan marah-marah gitu. Tahu sopan  santun sedikit," kata Andin kemudian berlalu begitu saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline