Lihat ke Halaman Asli

Manuver JK Jadi Cawapres Jokowi Geser Ma'ruf Melalui Putusan MK

Diperbarui: 14 Agustus 2018   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

wartakota.tribunnews.com

Pendaftaran pasangan capres dan cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah dilakukan Jokowi-Maruf Amin dan Prabowo - Sandiaga Uno. Rakyat awam menganggap tahapan penetapan pasangan capres-cawapres peserta Pilpres 2019 sudah selesai. Namun tidak begitu kenyataannya.

Sampai hari ini kubu Jokowi dan Jusuf Kalla masih gerilya mengejar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan judial review UU Pemilu No.7/2017 terkait pasal tentang penafsiran batasan jabatan wakil presiden yang maksimal hanya untuk dua kali masa jabatan.  

Perindo dalam permohonan judicial review ke MK meminta penafsiran maksimal dua kali masa jabatan hanya diterapkan untuk masa jabatan secara berturut-turut. Dengan demikian, JK yang menjabat wapres dua kali tetapi tidak berturut-turut dapat maju kembali jadi wapres untuk satu kali masa jabatan. 

Wapres Jusuf Kalla diberitakan sudah meminta bantuan banyak pakar hukum tata negara: Yusril Ihza Mahendra, Irman Putra Sidin, Refly Harun, Zainal Arifin Muchtar, Ahmad Syarifuddin Natabaya dan lain-lain untuk merumuskan argumentasi hukum yang menjadi dasar bagi MK mengabulkan permohonan Perindo tentang batas jabatan wakil presiden. 

Presiden Jokowi disebutkan menyetujui rencana JK maju menjadi cawapres mendampinginya pada Pilpres 2019. Jika MK minggu depan memutuskan JK dapat menjadi cawapres lagi maka Maruf Amin akan dinyatakan tidak lolos tes kesehatan. Untuk memuluskan rencana ini KPU dan Tim Dokter RSPAD sudah dikondisikan. 

Mahkamah Konstitusi juga sudah dipersiapkan sedemikian rupa agar dapat mendukung rencana Jokowi - JK. Hakim Konstitusi yang baru dilantik kemarin Enny Nurbaningsih mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum Kementerian KUMHAM merupakan bagian dari perwujudan rencana Jokowi - JK.

Kekuasaan itu candu terkuat yang paling memabukkan sehingga menyebabkan pemegang kekuasaan tak pernah rela melepaskan kekuasaan dari genggamannya secara sukarela. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline