Toxic relationship berasal dari kata toxic (racun) dan relationship (hubungan). Toxic relationship berarti hubungan yang beracun (tidak sehat).
Toxic relationship umumnya terjadi pada hubungan asmara antar kekasih ataupun antar suami-istri. Namun, bisa juga terjadi dalam hubungan-hubungan yang lain, misal antar sahabat, antar saudara, antar rekan kerja, antara orangtua dan anak atau antar mertua dan menantu.
Toxic relationship dalam pernikahan biasanya ditandai dengan:
1. Adanya rasa cemburu yang berlebihan
Cemburu memang tanda cinta, tetapi bila berlebihan justru akan menimbulkan tindakan-tindakan yang posesif dan over protektif yang membuat tidak nyaman pasangan dan dirinya sendiri.
Contoh yang paling sering dijumpai antara lain: sebentar-sebentar menelpon pasangan, menanyakan 'eh kamu lagi di mana? sedang apa? sama siapa?' Atau saat pasangan sedang menerima telepon, langsung ditanya 'dari siapa? mau apa? bla-bla-bla de-el-el.
Gak enak banget kan kalau dibegitukan sama pasangan. Apalagi kalau sampai dibuntuti kemana-mana. Hadeh... serasa bagai terpenjara.
2. Adanya rasa dikorbankan dan merasa tidak bisa jadi diri sendiri
Cinta memang menuntut pengorbanan, tapi idealnya ada timbal balik dong. Gak asek kalau cuma salah satu pasangan yang mau berkorban dan mengalah.
Kalau pasangannya enggak pengertian dan enjoy aja saat melakukan kesalahan, tentu juga akan bikin bete pasangan. Berasa seperti tokoh dalam lagunya seventeen... mengapa selalu aku yang mengalah, tak pernahkah kau berfikir sedikit tentang hatiku, mengapa 'ku yang harus selalu mengalah pantaskah hatiku masih bisa bersamamu....
3. Banyak membicarakan/ mengungkit kekurangan pasangan