Lihat ke Halaman Asli

Bersimbah Darah dan Kesadisan (Supir Jahanam Pembawa Petaka)

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah kecelakaan beruntun kembali terjadi di ruas tol Taman Mini Indonesia Indah arah Cibubur dini hari kemarin (Jumat, 06 April 2012). Truk yang dikemudiakan supir tronton menabrak tiga kendaraan lain yang sedang parkir di bahu jalan. Sang supir kini sudah ditangkap polisi, diduga dia mengendarai dengan kecepatan tinggi dalam kondisi mengantuk.

Lima korban tewas dengan kondisi mengenaskan, luka di sekujur tubuh dan wajah. Kondisi terparah adalah mengalami kepala pecah dan isi perut terburai. Sementara itu, korban luka ada 4 orang .Semua korban adalah pekerja yang sedang mengaspal jalan disekitar lokasi.

Tubuhku tegang seketika selagi menyimak berita ini karena serasa aku berada kembali di kecelakaan maut yang kualamitahun lalu.

Pada hari itu (8 Juli 2011) aku berangkat dari Jambi menuju Jakarta menumpang mobil travel jenis Elf.

Aku duduk didepan, aku pas disisi jendela sementara seorang nenek ditengah (diantara supir dan aku).

Esok paginya (9 Juli 2011) mobil memasuki wilayah Lampung Timur dan detik-detik maut itupun menjelang….

Selagi mobil berusaha mendahului mobil lain dengan kecepatan tinggi…dan…swing….mobil yang kutumpangi itu seketika tak seimbang, sontak aku memekik Ya Allah…! sembari berpegang kuat ke pegangan tangan yang ada disisi atas pintu disisiku yang dari tadi memang selalu kugenggam, dan….cuing...... …!!! terbanglah mobil kearah kanan hingga menghempas aspal (teriakan histeris para penumpang sontak terdengar) mobil terus melaju dalam kondisi sisi mobil sebelah kanan rebah keaspal dan terseret sekitar 50 meter…kaca didepanku rontok…..

Selagi terseret, kaca depan tempatku duduk berpecahan sehingga begitu mobil sudah diam kaca depan mobil sudah “bersih” kayak bingkai bolong.

Bergegas aku keluar dari kaca bolong tersebut…kaki ayam…sandal sudah tidak dikakiku lagi…satu-satunya yang kupikirkan adalah segera keluar karena bisa jadi mobil segera meledak atau apa…

Dan baruakulah orang pertama yang berhasil keluar dari mobil, aku heran mengapa yang lain yang di belakang tak segera keluar….

Si supir kulihat menyusul sudah bisa keluar pula.

Aku memantau si supir, jangan sampai dia lari, karena jamak terjadi supir ambil langkah seribu apalagi ini salahnya sendiri.

Dia kemudian tampak olehku sedang tegak disisi jalan dan terlihat memulai “akting” sambil menunjuk kemobil lain diseberang( agak kedepan sedikit), itu adalah mobil yang dia coba dahului tadi (berulangkali supir kami berusaha mendahului mobil itu, sepertinya dia merasa terejek kalau hanya bisa berada diposisi belakang), supirnya berdiri disamping mobil dan para penumpangnyapun sudah turun.

Dia pun membuat gaya menunjuk penuh kesal menyalahkan si supir yang diseberang, "itulah…! kenapa bapak itu tidak kasih jalan, dihalang-halanginya saya, begitu berulang kali dia mengulangi kalimat tersebut dengan wajah kesal  seakan semua ini salah sang supir diseberang tersebut.

Melihat pemandangan itu kontan darahku mendidih, bukannya duluan memeriksa kondisi penumpang, eh..malah dia buat “akting” memikirkan diri sendiri…jahanam…sadis…. (sadis 1)

Beberapa bapak-bapak didekatku kutanya, seberapa jauh kantor polisi dari sini dan meminta tolong agar segera ada yang melaporkan kejadian ini kesana.

Beruntung sisi kanan jalan tempat petaka tersebut terdapat deretan rumah, para penduduk sekitar berdatangan dan membuka pintu samping…semua yang dibaris belakang supir saling tindih, tentu saja membuat kesulitan bagi mereka untuk segera keluar…

Sembari meyakinkan diri bahwa para penumpang yang masih terjepit didalam di tolong penduduk ,bergegas aku mendekati dia dan langsung memotong actingnya dengan suara tinggi…”apa pula kamu menunjuk-nunjuk ke orang lain…jelas kamu yang salah, ngebut ugal-ugalan, bapak itu tidak salah…”, pekikku sambil menunjuk supir saingannya itu.

Lalu di menjawab, “ibu jangan ngomong gitu, ibu tahu dari mana tantangnya..”, “ saya tahu semua dari awal, saya kan didepan, semua yang kamu kerjakan saya tahu, saya tidak tidur, berani-beraninya kamu berkelit, temanmu yang dibelakang juga tahu kejadiannya (supir mobil dibelakang kami yang berasal dari armada yang sama), ini dia, aku mau tahu apa dia membantah yang kukatakan (dan temannnya itupun hanya diam saja)” ,marahku semakin naik suhunya ketika aku melihat ke arah para korban yang masih dicoba dikeluarkan satu persatu sementara tak sedikitpun dia kulihat mencoba bergerak melihat keadaan didepan matanya….

“Bukannya kamu lihat para penumpangmu bagaimana!, bukannya kamu tolong mereka karena perbuatanmu, dimana hatimu!!!!malah kau akting-akting pula disini, tengok!,keadaan mereka parah, apa yang bisa kau lakukan..!”.

“Polisi sekarang sudah menuju kesini, jangan coba-coba kau lari”.

“Sekarang tanggungjawabi perbuatanmu, lihat orang-orang sibuk sementara kau bergaya disitu…”.

Dia lalu bergerak kearah mobil dan ikut mengangkat korban yang sedang digotong…

dan pemandangan ngeripun dimulai….satu demi satu yang keluar bersimbah darah…hatiku tergetar…dan akh….tak kuat aku dengan yang satu ini, wajahnya hancur dan yang satu lagi…Ya Allah…(pekikku dalam hati) kepalanya retak…..tak kuat lagi aku melihatnya…aku mengalihkan pandangan.

Kudekati si supir lagi, “bagaimana semua korban ini segera tertolong dan dibawa kerumahsakit harus kau tanggungjawabi, saya akan memantau dan akan saya cek apakah kau ada di rumah sakit nanti mendampingi mereka atau tidak”.

Selanjutnya aktingnya langsung berubah 180 derajat, dia terlibat dalam evakuasi korban-korban. Tapi aku tetap mencurigainya, mengingat dari awal kejadian jelas dia bukan orang yang berinisiatif baik.

Berikutnya kulihat dia membawa mobil salah satu temannya satu armada yang memang berada dibelakang kami dari awal hingga kecelakaan terjadi, isinya para korban yang akan dibawa kerumah sakit.

Beberapa penduduk dan penumpang dari mobil lain dibelakang kami mendekatiku, “bu, ngeri sekali kami lihat mobil kalian, asap banyak keluar dari sisi mobil, tampaknya karena gesekan kuat dan panjang di aspal, kalau sempat bahan bakarnya bensin kami rasa sudah meledak tadi mobil ibu”, lapor mereka. Dug, jantungku bagai merekah mendengarnya, sesuatu yang mengerikan terbayang dibenakku, bisa saja kami tadi terpanggang hidup-hidup jika memang itu yang terjadi. Ya Allah dengan kuasamu segala sesuatunya terjadi…..

Tak lama 2 polisipun datang, hatiku berbunga-bunga ingin segera bersaksi, selesai polisi keliling lokasi dan mencatat sesuatu di notesnya aku mendekati. “Pak saya salah satu penumpang yang selamat, saya ingin cerita kejadiannya karena saya mengetahui persis kejadiannya.”demikian aku dengan lugas berkata, tapi apa lacur si polisinya cuek aja, dia bahkan tak ingin menanya siapa namaku, gila!, tidak juga satupun masyarakat sekitar yang masih menonton ditanyai. Kok tidak seperti prosedur kerja di tempat kejadian seperti yang pernah kulihat baik dikejadian nyata maupun di film-film ya?. Pada akhirnya evakuasi dan membawa korban ke rumahsakit dilakukan secara pro-aktif oleh para supir dan penumpang mobil-mobil lain karena polisi bahkan tidak berinisiatif memanggil ambulan meskipun sudah kutanya juga.

Si polisipun bahkan juga tidak mendekati dan melihat sebagian korban yang masih diletakkan diteras salah satu rumah penduduk….sadis….(sadis 2)

Walau kecewa tapi saat tiu aku tidak mau terkuras energi untuk memprotes polisi-polisi keparat itu, pikirku waktu itu adalah mencoba membantu para korban.

Aku segera ikut salah satu mobil travel yang membawa korban ke rumah sakit.

Sampai di ruangan UGD (Unit Gawat Darurat) hanya pemandangan ngeri terlihat,darah bersimbah dilantai. Seorang pemuda sekitar 20 tahunyang begitu ganteng tadinya sekarang wajahnya hancur tergasak aspal. Yang lain seorang wanita seumuran sama daging tangan kanannya sobek panjang dan dalam, dan…akh….yang lain pun dalam kondisi yang parah-parah juga.

Jumlah semua penumpang 14 orang, yang dirawat 13 orang sedang aku sendiri, Subhanallah, baik-baik saja. Rasa syukur dan takjub menyelimutiku, karena nenek yang duduk disampingku beberapa tulang rusuknya patah.

Ya Allah, puji syukur  atas keselamatan yang engkau limpahkan padaku.

Beberapa penumpang yang bisa bicara bertanya padaku “bu, bagaimana nanti pembayaran rumahsakit ini, apakah kami akan dimintai uang?”. “Tidak, tenang saja, dalam kondisi kecelakaan begini adalah hak kalian mendapat pertolongan secara gratis karena pembiayaan nantinya akan ditanggung oleh Jasa Raharja, jadi jangan keluarkan uang apapun nantinya lanjutku. Saya akan bicara ke pihak rumahsakit agar segala biaya jangan pernah dibicarakan ke korban”.

Hampir semua penumpang kebingungan, maklum mereka bukanlah golongan masyarakat kita yang berwawasan lebih, jadi wajar jika hak sesederhana hak asuransi kecelakaan Jasa Raharja tidak mereka pahami. Miris aku melihatnya, tertimpa musibah dan tidak mengerti apa-apa.

Lama aku di rumah sakit barulah seorang anggota polisi datang, dia berjalan memasuki hall rumahsakit tapi tidak mendekati dan melihat para korban, sedikit lirik kiri dan kanan si polisi keluar lagi dan kulihat dia justru nongkrong di pos satpam. ..(wuih rasanya sadis bagiku sikap ini…)

Kudatangi dia di pos itu, “pak, saya salah satu penumpang mobil naas tersebut, kalau ada yang bisa saya bantu untuk kasus ini tolong beritahu saya, kebetulan saya tahu persis peristiwanya. “Tentu bu, bisa minta KTP dan no HP agar mudah kami hubungi sewaktu-waktu, dan akupun memberikannya, dia mencatat..lalu dia bertanya lagi “pekerjaan ibu apa?”,“saya bekerja di LSM,saya pekerja kemanusiaan pak. “Oh” sahutnya dengan raut wajah agak tegang sedikit.

“Oh ya bu, inilah yang sangat kami harapkan, ada yang pro-aktif begini” , sahutnya. (pro -aktif gundulmu pikirku).

“Pak saya tidak bisa lama disini karena harus segera melanjutkan perjalanan, tolong hubungisaya segera jika ada yang bisa saya bantu dan yang utama adalah saya mohon pihak kepolisian mengurus kasus ini dan jangan biarkan si supir lepas”.

“Yang mana supirnya bu?”, tanyanya, “yang itu”, sahutku sambil menunjuk supir. “Tolong dibantu juga agar semua administrasi ke jasa raharja dipermudah agar mereka tidak terbebani apapun nanti dari rumahsakit tambahku”. “Baik bu, pasti nanti kita bantu”, sahutnya.

Kemudian aku mendatangi bagian administrasi rumahsakit menyampaikan pesan agar tolong semua urusan dicatat dengan baik agar mudah pengurusan jasa raharjanya dan jangan sedikitpun mengusik para korban dengan biaya apapun.

Selanjutnya aku menemui si supir. “Sekarang kamu dah lihat akibat ugal-ugalanmu, sok jago, gimana perasaanmu lihat petaka ditanggung orang lain akibat perbuatanmu..?”.

“Saya menyesal bu, saya minta maaf”. “Jangan minta maaf ke saya, minta maaflah kepada mereka yang berdarah-darah itu, dan sebagai bukti kamu menyesal ,dampingi mereka sampai semua tertolong dengan baik  dan tambahku lagi, jadikanlah ini pelajaran berharga untuk hidupmu kedepan supaya kamu tidak pernah lagi mempermainkan keselamatan orang lain”. “Iya bu”,sahutnya lalu menyalamku.

Selanjutnya aku berpamitan pada sebagian korban yang bisa melihat dan bicara, lalu aku meninggalkan rumahsakit dan melanjutkan perjalanan dengan mobil travel yang lain.

Duh, seandainya aku bisa tinggal beberapa saat lagi, tapi urusan yang tak bisa ditunda memaksaku harus melanjutkan perjalanan segera, semoga semua kalian tertolong dan terlindungi, amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline