Secara umum agama diartikan sesuai dengan pengalaman dan penghayatan individu terhadap agama yang dianutnya agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang maha esa serta hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusannya agar penganutnya bisa hidup bahagia dunia akhirat. Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang merupakan alat untuk mengatur hubungan-hubungan individu serta menetapkan tujuan hidup bersama dalam wilayah tersebut.
Ada beberapa pandangan tentang hubungan agama dan negara diantara nya menurut paham teokrasi, paham sekuler, paham komunis, dan menurut islam memiliki pandangan yang berbeda-beda. Masalah hubungan agama, negara dan demokrasi adalah sejarah yang panjang dalam perkembangan ilmu politik. Awal mula sejarahnya terjadi di abad pertengahan eropa yang kalah itu eropa di dominasi oleh agama kristen dalam kehidupan bernegaranya.
Dominasi gereja sangat kuat, semua orang harus tunduk dan tidak satupun kekuasaan yang berada diatas greja, hal ini nyatanya memblenggu kebebasan berpikir masyarakat yang kemudian menyebabkan eropa masuk kedaalam abad kegelapan. Akhirnya masyarakat eropa banyak mengajukan gugatan kepada greja, karena greja di nilai tidak menghargai hak-hak masyarakat dan tidak peduli dengan suara masyarakat. Pembaruan kebudayaan di abad pertengahan dimulai pada masa renaissance yang menjadi dasar kebudayaan modern.
Pada masaa ini, kebudayaan mulai di duniakan dan reformasi greja mulai diawamkan. Mereka yang sekarang menganggap bahwa perubahan terjadi karena manusia yang melakukannya sendiri, bukan seperti ketika mereka dibawah naungan greja yang menganggap setiap perubahan terjadi karena kehendak tuhan. Setelah timbul kesadaran akan kemampuan besar manusia yakni akal, masyarakat eropa meragukan apa yang dinamakan wahyu tuhan. Mereka pun mulai mengkritik tradisi dan menganggap abad pertengahan sebagai zaman kebodohan.
Maka abad pertengahan sangat berbeda dengan abad setelahnya. Abad pertengahan di nilai sebagai abad yang penuh dengan nilai-nilai keagamaan, sedang abad setelahnya sebagai abad ilmu pengetahuan dimana semuanya dilakukan atas dasar rasionalitas. Para ahli pun juga menemukan konsep bahwa perlu adanya pemisahan antar agama dan negara, agar apa yang terjadi di abad pertengahan eropa tidak terulang lagi.
Dalam islam memang masih banyak perdebatan antar hubungan agama dan negara. Namun meski begitu kaum muslim tetap percaya bahwa islam adalah agama yang sempurna, islam bersifat holistik yang tidak hanya mengurus masalah rohani, tetapi juga duniawi. Oleh karena itu menurut munawwir sjadzali terdapat 3 paradigma untuk meihat hubungan antar agama dan negara.
Paradigma integralistik : hubungan totalitas bahwa agama dan negara adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Negara adalah lembaga politik dan sekaligus lembaga keagamaan Paradigma simbiosis mutualistik : antara agama dan negara terdapat hubungan yang saling membutuhkan. Agama harus dijalankan dengan baik, sebab tanpa agama, akan terjadi kekacauan moral dalam beragama dan berpolitik/bernegara.
Jika akhlak dan moral berjalan baik, maka negara akan berjalan dengan baik juga. Hubungan agama dan negara menurut islam itu adalah agama yang paripurna yang mencakup segala-galanya termasuk masalah negara, oleh karena itu agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan negara adalah urusan agama serta sebaliknya aliran kedua mengatakan bahwa islam tidak ada hubungannya dengan negara karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan menurut aliran inin Nabi Muhammad tidak mempunyai misi untuk mendirikan negara.
Tokoh sunni salafi berpendapat bahwa agama dan negara benar-benar berkelindahan tanpa kekuasaan serta yang bersifat memaksa agama berada dalam bahaya sementara itu tanpa disiplin hukum wahyu pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.
Mengingat kompleksitas politis dan historis negara bangsa indonesia sejauh menyangkut kehidupan agama dan ummat beragam dan juga political and social repercussions yang biasa muncul pada masa sekarang ini dalam masa-masa transisi mendatang maka jelas masih sangat sulit mencari format yang tepat dan accep table bagi banyak pihak dalam "reposisi" hubungan agama dan negara. Akan tetapi agaknya satu hal sangat jelas bahwa akan sulit dibayangkan, jika reposisi itu dimaksudkan untuk menyisihkan begitu saja peran pemerintahan dalam mengatur kehidupan warga negara termasuk dalam kehidupan beragama, khususnya dalam aspek atsministrasi keagamaan bukan aspek teologis masing-masing agama dan akan lebih sulit lagi jika reposisi itu dimaksudkan untuk memisahkan agama dan negara melalui pemisahan kedap air dengan kata lain mengubah indonesia menjadi negara sekuler setidaknya sebagian besar ummat islam belum siap untuk menerima perubahan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H