Indonesia perlu berkontribusi lebih banyak untuk menyelesaikan masalah-masalah kelautan global. Indonesia harus memperhatikan akibat negatif polusi sampah plastik di laut (marine plastic debris) bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sektor pariwisata juga akan terimbas bila masalah sampah tidak diselesaikan. Pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik yang berakhir di lautan sebesar 70% pada tahun 2025.
Komitmen Indonesia adalah dengan tercapainya penerapan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Sampah Plastik di laut. Fokus pada perbaikan manajemen dan pengembangan kapasitas tata kelola sampah pada kawasan pesisir, perkotaan dan pulau-pulau kecil. Dalam hal perbaikan tata kelola dan pengembangan kapasitas pengelolaan sampah, pemerintah percaya bahwa pengembangan teknologi pembangkit listrik dari sampah (PLTSa) dapat berkontribusi secara signifikan terhadap upaya penanggulangan sampah, tidak hanya sampah plastik.
Saat ini sudah ada Peraturan Presiden No.18 tahun 2016 tentang PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK BERBASIS SAMPAH DI PROVINSI DKI JAKARTA, KOTA TANGERANG, KOTA BANDUNG, KOTA SEMARANG, KOTA SURAKARTA, KOTA SURABAYA, DAN KOTA MAKASSAR dan Peraturan Presiden No.58 tahun 2017 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DAFTAR PROYEK STRATEGIS NASIONAL menunjukkan tekad pemerintah Indonesia dalam mengembangkan teknologi ini untuk mengatasi masalah sampah.
Aplikasi teknologi sampah menjadi energi tidak berjalan mulus. Banyak keluhan dan tantangan dari beberapa pihak terkait pengolahan sampah menjadi energi. Pemerintah sangat menyadari hal ini. Praktek terbaik pemanfaatan sampah menjadi energi sudah ada di berbagai negara maju seperti Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia, Korea Selatan, China dan Jepang.
Pembangunan PLTSa harus dibangun terintegrasi dengan tata kelola sampah padat yang terpilah. Ini tidak sulit dilaksanakan bila benar-benar diniatkan. Bisa dimulai dari rumah tangga, industri kecil, toko-toko kelontong, restoran, sekolah, kantor-kantor, tempat wisata. Pemilahan sampah serious dan kompak, kita bisa lihat saat ini pemilahan sampah masih tidak seragam.
Padahal pemilahan sampah dapat diatur dalam Perda atau lebih kuat lagi dengan Perpres agar dapat berlaku nasional. Kita bisa melihat beberapa daerah memilah sampah menjadi 2 (basah dan kering, organik dan anorganik) sebagian lagi memilah menjadi 3, sebagian lainnya memilh menjadi 4, yang paling patut disayangkan, sampah-sampah yang terpilah di tempat-tempat sampah tersebut disatukan kembali di truk pengangkut sampah.
Rencana Aksi pengelolaan sampah plastik laut tak kunjung berjalan karena dasar hukumnya belum terealisasi hingga kini. Rencana aksi yang akan dijadikan Peraturan Presiden masih berupa rancangan yang belum juga ditandatangani oleh Presiden Jokowi.
Entah sudah berapa rapat telah dilaksanakan. Entah berapa paket konsumsi rapat dibagikan, berlembar-lembar fotokopi bahan rapat dan laporan disusun, analisis, dokumentasi tapi kebijakannya seolah hanya jalan ditempat. Saat ini kita membahas rencana-rencana, tapi rencana hanya awal perjalanan sebelum kita benar-benar melakukan manajemen pengelolaan sampah padat.
Kita perlu bersegera, bergerak bersama menjadikan rancangan rencana aksi menjadi peraturan berdasar hukum. Tentunya agar manajemen pengelolaan sampah padat tidak terus menerus jalan ditempat dan menjadikan pembangkit listrik tenaga sampah yang bernilai ekonomis tidak hanya wacana. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H