Lihat ke Halaman Asli

Fatma Puspita

analis kebijakan madya Kemenko Maritim dan Investasi

Sampah Jadi Energi? Kapan?

Diperbarui: 26 Januari 2018   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampah jadi berkah kata Sandiaga Uno, mengistilahkan salah satu solusi mengatasi masalah sampah Jakarta. Solusi dengan memproses sampah menjadi kompos dan energi listrik.

Mengolah sampah menjadi energi, tidak mudah. Pengelolaan sampah Jakarta yang campurbaur, tanpa pemilahan membuat pekerjaan ini tidak ekonomis. Tidak feasible kata orang sono.

Saya seorang pegawai, pegawai negeri pula, di Kemenko Maritim. Tapi, tulisan ini sepenuhnya opini pribadi saya, yang cuma setitik buih di samudera Kemaritiman.

Pemerintah daerah (baca: Jakarta) seyogianya yang memulai atau istilah kerennya 'menginisiasi'. Kantor saya, Kemenko Maritim (sekali lagi ini bukan pamer) sudah melakukan gerakan pemilahan sampah di kantor. Fakta bahwa sebagian besar pegawai lebih banyak menghabiskan waktu di kantor daripada di rumah, secara alamiah membuat para pegawai lebih banyak menghasilkan sampah di kantor. 

Mulai dari sampah kertas, sampah makanan, sampah plastik, sampah kemasan makanan dan minuman dan lain-lain. Tempat sampah terpilah di kantor tidak perlu disediakan pemerintah DKI Jakarta, karena bisa disediakan oleh pengelola gedung. DKI Jakarta cukup menyiapkan angkutan sampah yang terpilah juga. Janganlah kita sudah memilah sampah, tapi begitu diangkut kembali campur baur di truk sampah.

Sampah yang sudah terpilah ini memudahkan proses selanjutnya di TPA dan fasilitas sampah jadi berkah tadi. Sampah sisa-sisa makanan segera diolah menjadi kompos atau biogas, sampah yang bisa didaur ulang segera didaur ulang, sampah plastik yang bisa jadi campuran aspal jalan diproses jadi aspal, sampah yang sesuai masuk ke dalam incinerator diproses menjadi energi listrik.

Semua diawali dari kesadaran memilah sampah harian. Kemenko Maritim sudah memulainya di kantor, saya yakin semua kantor di Jakarta ini dapat dengan mudah melakukan hal yang sama. Tinggal bagaimana pemerintah DKI Jakarta menyiapkan angkutan sampah yang sesuai. Pemerintah DKI Jakarta bisa memodifikasi angkutan yang sudah ada, atau melakukan pengadaan baru, seiring dengan pembangunan fasilitas sampah jadi berkah. Tidak perlu menunggu lama.

Mau lebih cepat lagi? Pemerintah DKI Jakarta bisa membuat surat edaran untuk pemilahan sampah di kantor-kantor, sekolah dan fasilitas  publik lainnya. Tentu saja, harus bergandengan dengan kesiapan angkutan sampah yang cucok. Setelahnya, setiap rumah wajib melakukan pemilahan sampah mandiri. Dibuat jadwal pemungutan sampah rumah tangga. Senin sampah kertas, Selasa sampah plastik, dan lainnya. Jepang bisa melakukannya. Kita juga pasti bisa, kita kan sama-sama makan nasi.

Singkatnya, pengelolaan sampah harus dilakukan terintegrasi. Dari landasan hukum, edukasi masyarakat, publikasi dan sosialisasi yang kalau perlu harus lebih intens dari iklan coca cola,  pemilahan, pengangkutan dan proses akhir yang bisa menghasilkan berkah. Baik berkah daur ulang, berkah kompos untuk taman dan hutan kota, berkah energi. Sampah jadi berkah bisa benar-benar terwujud bukan cuma jadi buah bibir pak sandi dengan lip balmnya yang sempat viral itu.

Lalu, setelah sampah memang berkah, sampah bisa jadi energi listrik, pertanyaan berikutnya adalah, kapan? Mengapa Jakarta? Bagaimana dengan masalah sampah di 33 provinsi yang lain? Yang lainnya bisa mencontoh Jakarta.***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline