Profesi sebagai seorang guru Pendidikan jasmani (Penjas) sering kali diidentikan dengan peluit. Bukan seperti layaknya suara peluit tukang parkir yang memberikan aba-aba untuk parkir, peluit bagi guru Penjas berguna untuk memberikan aba-aba suatu gerakan, mengondisikan siswa, ataupun isyarat perwasitan saat mempraktikkan olahraga.
Namun, banyak juga yang masih menyalahgunakan peluit hanya sebatas memberikan komando-komando saja, lantas mencari tempat berteduh.
Alih-alih melaksanakan pembelajaran Penjas yang profesional, justru sering kali hanya bermodalkan peluit dari kejauhan. Siswa hanya dibebaskan bermain bola, berlarian, ataupun memojok untuk sekadar merumpi.
Dipandang Sebelah Mata
Gambaran sebelumnya tentang guru Penjas yang hanya berbekal peluit untuk komando tanpa terlibat aktif dengan siswa selama pembelajaran menunjukkan sisi-sisi kelam tidak profesionalnya seorang guru Penjas. Meskipun semua tidak demikian.
Namun, keberadaan guru yang semacam itu justru memunculkan stigma negatif tentang profesi sebagai guru Penjas. Pada akhirnya, banyak yang menganggapbegitu mudah dan enaknya menjadi guru Penjas.
Sejatinya, menjadi guru Penjasbegitu kompleks. Selain harusmelaksanakan tugas sebagai guru Penjas, juga harus mampu menjadi peran sebagai seorang pelatih dalam kegiatan ekstrakurikuler olahraga.
Bahkan, sering kali terlibat sebagai seorang guru BK (Bimbingan dan Konseling) pada saat harus membantu menertibkan siswa.
Peran guru Penjas sejatinya adalah sebuah hal yang "keren" bila dijalankan secara maksimal dan optimal dengan penuh rasa profesionalisme tinggi.
Seorang guru Penjas tentu harus menjadi pelopor kedisiplinan bagi siswa dan lingkungan kerjanya. Sebagai contoh, guru Penjas hadir di lapangan lebih dulu daripada siswanya, menyiapkan media pembelajaran dengan baik, melaksanakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, serta berpenampilan rapi dan sopan.