Lihat ke Halaman Asli

Fatin Nafis

Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Benteng Melawan Radikalisme dan Intoleransi

Diperbarui: 8 Desember 2024   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Radikalisme dan Intoleransi merupakan dua ancaman serius yang dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Sebagai negara yang multikultural, keberagaman suku, agama, dan budaya seharusnya menjadi kekuatan, bukan sumber perpecahan. Namun, radikalisme sering memanfaatkan perbedaan ini untuk menanamkan ideologi yang ekstrem, sedangkan intoleransi menciptakan jurang pemisah antarindividu maupun kelompok. Dalam menghadapi tantangan ini, pendidikan kewarganegaraan memiliki peran strategis sebagai benteng untuk memperkuat persatuan dan mencegah munculnya radikalisme serta intoleransi.

Pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk membangun warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya, sekaligus memiliki tanggung jawab sosial dalam menjaga harmoni masyarakat. Melalui pendidikan ini, peserta didik diajarkan untuk memahami dan menghargai nilai-nilai Pancasila, konstitusi, serta keberagaman yang ada di Indonesia. Pemahaman ini menjadi landasan utama dalam melawan idologi-ideologi yang bertentangan dengan semangat kebangsaan dan pluralisme.

Salah satu cara pendidikan kewarganegaraan melawan radikalisme adalah dengan menanamkan nilai toleransi sejak dini. Toleransi merupakan sikap yang menghargai perbedaan tanpa memaksakan kehendak atau keyakinan kepada orang lain. Dalam konteks pendidikan, siswa diajarkan untuk menerima keberagaman sebagai bagian dari kehidupan bersama, baik melalui diskusi, kerja kelompok, maupun kegiatan lintas budaya.

Selain itu, pendidikan kewarganegaraan juga menanamkan nilai kritis terhadap informasi dan ajaran yang bersifat provokasi atau ekstrem. Dalam era digital, radikalisme sering kali menyebar melalui propaganda di media sosial yang membidik generasi muda. Melalui pembelajaran kewarganegaraan, siswa diajarkan untuk mengenali ciri-ciri konten radikal, memahami bahaya yang ditimpulkan, serta melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak yang berwenang.

Pendekatan lain yang diterapkan dalam pendidikan kewarganegaraan adalah memperkuat rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Dengan mencintai negaranya, individu akan lebih sulit terpengaruh oleh ideologi radikal yang bertujuan merusak kedaulatan bangsa. Kegiatan seperti upacara bendera, pengenalan sejarah perjuangan bangsa, dan pemahaman tentang simbol-simbol negara menjadi sarana untuk membangun kebanggaan sebagai warga negara Indonesia.

Namun, pendidikan kewarganegaraan tidak hanya mengandalkan teori, tetapi juga praktik. Sekolah dapat mengadakan kegiatan seperti program live-in di komunitas yang berbeda latar belakang budaya atau agama. Dengan berinteraksi langsung, siswa dapat merasakan keindahan keberagaman sekaligus memperkuat solidaritas antarindividu. Pendekatan ini efektif dalam mengikis prasangka negatif yang sering menjadi akar intoleransi.

Selain di sekolah, pendidikan kewarganegaraan juga dapat diterapkan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Orang tua memiliki peran penting dalam memberikan teladan sikap toleransi, sedangkan komunitas dapat menjadi wadah untuk diskusi lintas kelompok. Upaya kolektif ini diperlukan agar nilai-nilai yang ditanamkan di sekolah juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun demikian, tantangan dalam melaksanakan pendidikan kewarganegaraan tetap ada. Beberapa guru atau pendidik mungkin belum memiliki pemahaman mendalam tentang cara mengintegrasikan materi anti-radikalisme dalam pembelajaran. Selain itu, minimnya fasilitas dan akses ke materi pendidikan yang relevan juga menjadi kendala, terutama di daerah terpencil.

Untuk mengatasi tentangan ini, pemerintah perlu memberikan pelatihan kepada guru serta menyediakan kurikulum yang kontekstual dan aplikatif. Pemerintah juga dapat bermitra dengan lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu toleransi dan perdamaian. Dengan sinergi berbagai pihak, pendidikan kewarganegaraan dapat dioptimalkan untuk menangkal radikalisme dan intoleransi.

Efektivitas pendidikan kewarganegaraan sebagai benteng melawan radikalisme dan intoleransi membutuhkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat. Selain pendidikan formal, media massa dan media sosial juga memiliki peran dalam menyebarkan pesan-pesan kebangsaan dan anti-kekerasan. Kolaborasi antara pendidikan, media, dan kebijakan pemerintah akan memperkuat daya tahan bangsa terhadap ideologi yang merusak.

Pada akhirnya, pendidikan kewarganegaraan bukan hanya sekadar mata pelajaran, tetapi juga sebuah gerakan moral yang bertujuan membentuk generasi yang toleran, kritis, dan berjiwa nasionalis. Dengan mengimplementasikan pendidikan ini secara konsisten, Indonesia dapat menjaga keberagaman sebagai kekuatan sekaligus mengokohkan persatuan bangsa di tengah tantangan global.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline