Lihat ke Halaman Asli

Kesenjangan Infrastruktur dan Sistem Zonasi dalam PPDB: Perlukah Tetap Diberlakukan?

Diperbarui: 22 Agustus 2023   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KESENJANGAN INFRASTRUKTUR DAN SISTEM ZONASI DALAM PPDB: PERLUKAH TETAP DIBERLAKUKAN?

Indonesia telah menetapkan visi untuk mencapai status Indonesia Emas pada tahun 2045. Visi ini mencakup berbagai aspek pembangunan nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan kualitas pendidikan (Andari & Ella, 2021). Dalam hal pendidikan, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi salah satu elemen kunci dalam mencapai visi ini. PPDB adalah pintu gerbang pertama bagi anak-anak Indonesia untuk memasuki dunia pendidikan formal yang akan membentuk masa depan mereka. Salah satu pendekatan yang diperkenalkan oleh pemerintah adalah implementasi sistem zonasi dalam PPDB. Sistem ini dimaksudkan untuk menciptakan kesetaraan akses pendidikan dan mengurangi kesenjangan antarwilayah (Kahar, 2021). Namun, dalam perjalanannya, sistem zonasi ini telah menuai beragam opini, baik yang mendukung maupun yang menentangnya.

Visi Indonesia Emas 2045 tidak hanya sebatas perkembangan ekonomi, tetapi juga memasukkan aspek peningkatan kualitas pendidikan yang merata ke seluruh lapisan Masyarakat (Albani, 2021). Pertanyaannya adalah, apakah sistem zonasi ini tetap harus diberlakukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut? Jawabannya adalah, meskipun sistem zonasi dalam PPDB di Indonesia diperkenalkan dengan niat baik untuk mengatasi kesenjangan pendidikan dan memberikan akses yang lebih merata ke pendidikan berkualitas, kita harus mengakui bahwa implementasinya sering kali menghadirkan lebih banyak masalah daripada solusi yang diharapkan. Pertama-tama, kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur yang masih ada di berbagai daerah merupakan hambatan besar dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Sistem zonasi, dalam banyak kasus, memprioritaskan penerimaan siswa berdasarkan tempat tinggal mereka, tanpa mempertimbangkan perbedaan kualitas sekolah di zona-zona tersebut. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan yang ironis di mana dalam satu zona, kita dapat menemukan variasi yang signifikan dalam kualitas guru, fasilitas, dan kurikulum antara satu sekolah dan sekolah lainnya. Ini menghasilkan ketidaksetaraan dalam pendidikan, di mana siswa yang tinggal hanya beberapa kilometer dari sekolah yang berkualitas mungkin beruntung, sementara mereka yang tinggal di zona yang sama tetapi lebih dekat dengan sekolah yang kurang berkualitas mungkin mendapat akses pendidikan yang tidak sebanding.  Selain itu, pelaksanaan sistem zonasi di sebagian besar wilayah seringkali berantakan dan membingungkan. Ini tentunya membuat ketidakpastian bagi orangtua dan siswa dalam proses PPDB. Kekacauan ini dapat mengakibatkan frustrasi dan bahkan diskriminasi terhadap siswa yang seharusnya mendapat akses ke sekolah yang lebih baik, tetapi terhalang oleh batasan zonasi yang kaku.

Dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045, di mana pendidikan berkualitas untuk semua anak Indonesia adalah salah satu pilar penting, kita perlu mempertanyakan apakah sistem zonasi ini benar-benar mendukung pencapaian tujuan tersebut. Alih-alih memaksakan siswa untuk memasuki sekolah-sekolah yang mungkin tidak memiliki infrastruktur dan sumber daya yang memadai, pemerintah seharusnya lebih berfokus pada pembenahan infrastruktur pendidikan di daerah-daerah yang tertinggal. Pendekatan yang lebih baik mungkin adalah memastikan bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa memandang di mana mereka tinggal. Dengan demikian, pemerintah perlu menggabungkan pendekatan yang lebih baik untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan dan meningkatkan kualitas sekolah di seluruh negeri, bukan hanya bergantung pada sistem zonasi yang cenderung kontroversial dan tidak selalu efektif.

Kesimpulannya, dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045, pendidikan berkualitas adalah kunci. Namun, sistem zonasi dalam PPDB sering menghasilkan ketidaksetaraan dan kebingungan. Untuk itu, dalam mencapai Indonesia Emas 2045, pemerintah harus lebih berfokus pada pembenahan infrastruktur pendidikan di daerah-daerah yang tertinggal daripada mengandalkan sistem zonasi yang cenderung kontroversial. Yang lebih penting adalah memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk pendidikan berkualitas, tanpa terkendala oleh batasan geografis. Dengan begitu, hal ini akan menjadi salah satu percepatan kajian SDGs dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan sebagai jalan untuk menuju Indonesia Emas 2045.

 

DAFTAR PUSTAKA

Albani, M. A. (2021). Santri-Pesantren Indonesia Siaga Jiwa Raga Menuju Indonesia Emas 2045 (Vol. 1). Banyumas: Zahira Media Publisher.

Andari, R. N., & Ella, S. (2021). Model Desa Cerdas Untuk Membangun Indonesia Maju. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.

Kahar, A. (2021). Merdeka Belajar Bagi Pendidikan Nonformal: Teori, Praktik, dan Penilaian Portofolio. Jakarta: Indonesia Emas Group.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline