Lihat ke Halaman Asli

Fatimatuzzahra Amiwijaya

S1 Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Belajar Mensyukuri Hidup dengan Memahami Konsep Kebahagiaan Mulur-Mungkret Ki Ageng Suryomentaram (KAS)

Diperbarui: 12 Oktober 2022   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam bahasa jawa, bahagia disebut dengan bungah, sebaliknya sedih disebut dengan susah. Menurut konsep yang dikemukakan Ki Ageng Suryomentaram, kebahagiaan dan penderitaan dalam hidup manusia ini datang silih berganti. Oleh karena itu tidak ada barang yang dimiliki oleh seseorang yang harus diterima atau ditolak mati-matian. Dalam kitab kawruh begja Sawetah, Suryomentaram (1989) menyebutkan bahwa "mboten wonten barang ingkang pantes dipun padosi kanti mati-matian, utawi dipun ceri-ceri dipun tampik kanthi mati-matian."

Kebahagiaan dalam hidup menurut Suryomentaram tidak ada yang abadi. Kebahagian dan penderitaan adalah pasangan yang abadi pula. Kebahagiaan kadang muncul kadang pula tidak muncul. Oleh karena itu disini timbul hukum mulur-mungkret (mengembang-mengempis). Adanya mulur-mungkret kebahagiaan dalam diri manusia disebabkan karena adanya keinginan yang disebut dengan karep

Karep manusia yang menentukan kebahagiaan seseorang. Ketika karep terpenuhi maka orang menjadi bungah, sebaliknya ketika karep tidak terpenuhi maka orang menjadi susah. Konsep kebahagiaan dalam hukum mulur-mungkret sebagai berikut: 

"Apabila karep tercapai maka kebahagiaan akan mulur sebaliknya ketika karep tidak tercapai maka kebahagiaan akan mungkret."

Sebagai contoh, seorang siswa, bungah mereka akan mulur apabila dalam ujian semester mereka mendapatkan nilai yang baik dan tidak mengikuti remedial, sebaliknya jika mendapatkan nilai yang rendah sehingga harus mengikuti ujian perbaikan nilai, bungah mereka menjadi mungkret. Dari contoh ini dapat dipahami bahwa kebahagiaan seseorang terjadi karena terpenuhinya kebutuhan pribadi atau keinginan yang mereka miliki.

Namun. bagi beberapa siswa, hanya mendapat nilai yang baik saja mungkin tidak cukup, mereka memiliki keinginan untuk menjadi juara kelas. Dalam hal ini manusia memiliki ukuran bungah dan susah tersendiri.

Berdasarkan contoh di atas, dapat dipahami bahwa manusia diatur oleh karepnya sendiri. Lalu apa yang menyebabkan karep pada manusia? Suryomentaram menjawab terdapat 3 hal yang menyebabkan karep, yaitu semat/harta, derajat/kemuliaan, dan kramat/kekuasaan. 

Bungah seseorang juga ditentukan oleh ketiga hal tersebut. Ketika semat, derajat dan kramat seseorang bertambah maka bungah menjadi mulur, dan sebaliknya apabila ketiganya berkurang maka bungah menjadi mungkret.

Karena karep ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka menurut Suryomentaram manusia hendaknya harus mawas diri, terutama terhadap karep. Individu yang bisa mengatur karep maka ia bisa senantiasa bungah dalam hidup. Oleh karena itu muncul istilah nyawang karep, yang berarti mengawasi terhadap keinginan yang dimiliki.

Ketika manusia senantiasa bersyukur dengan apa yang sudah dimilikinya, maka mencapai bungah dalam hidup tidaklah sulit. Dengan bersyukur, manusia dapat lebih memahami apa saja yang sudah dimilikinya dalam hidup dan memahami potensi yang dapat dikembangkan. Dengan demikian, manusia dapat menentukan karep yang realistis sehingga dapat terpenuhi dan mencapai bungah yang mulur.

Daftar Pustaka:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline