Islam adalah agama yang merangkul semua aspek kehidupan, termasuk politik, negara, dan tanah air. Agama dan politik tidak dapat dipisahkan karena politik adalah komponen dari Islam yang ideal. Ada pepatah yang menyatakan bahwa ''Tidak ada kebaikan dalam politik atau agama tanpa adanya yang lain''. Politik dapat mengambil posisi dan mengambil peran tertentu dalam Islam. Manfaat dan nilai dari politik telah diuraikan oleh para ulama terdahulu. Menurut Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, dunia ini adalah panggung untuk kehidupan akhirat. Hanya dengan dunia, agama akan menjadi sempurna. Kurangnya otoritas politik membuat tidak mungkin untuk mengadvokasi keyakinan agama secara efektif. Memperjuangkan kekuasaan politik dan agama adalah dua hal yang kembar (al-din wa al-sulthan tawamaan).
Persepsinya adalah politik (dalam beberapa keadaan) adalah kotor dan harus dihindari karena dicirikan oleh perilaku jahat, kotor, tidak jujur, dan korup. Muhammad Abduh, sang Mujaddid Islam, sebelumnya memiliki sikap yang buruk terhadap politik dan politisi karena, berdasarkan pandangan dan pengalamannya pada saat itu, ia melihat banyak pelanggaran moral, korupsi, kebohongan, dan kecurangan dalam politik. Karena Islam adalah agama yang mengajarkan tentang semua aspek kehidupan, tidak hanya ibadah pribadi, masalah politik dan Islam dalam keadaan ini tidak dapat dipisahkan. Salah satunya adalah masalah penggunaan politik negara sebagai senjata kontrol untuk menghentikan para penguasa yang bertindak tidak adil dan merugikan rakyat.
Era modern merupakan era dimana Islam mengalami kemunduran dan Barat mengalami kemajuan. Era modern oleh ahli sejarah Barat ditandai dengan adanya pencerahan dan industrialisasi. Terminologi modern sendiri merupakan. konstruk pemikiran yang dibangun oleh Barat. Namun,realitas kehidupan di masa tersebut di mana umat Islam terhegemoni oleh kolonialisme, perubalian sosial dalam masyarakat* Islam terjadi sebagai sebuah kenyataan. Karena kata "modern" merupakan simbol perkembangan dan kemajuan peradaban Barat, maka paradigma pemikiran politik di era modern merupakan reaksi terhadap Barat. Iklim intelektual di dunia Islam telah dibentuk oleh kecenderungan sekuler dari teori modernisasi. Topik politik termasuk dalam kajian fiqh siyasah dalam ajaran Islam. Salah satu disiplin ilmu yang berkaitan dengan kompleksitas pengaturan kepentingan masyarakat pada umumnya dan negara pada khususnya melalui hukum, peraturan, dan kebijakan yang dibuat oleh mereka yang memiliki otoritas dan berdasarkan prinsip-prinsip Islam adalah fiqh siyasah. Al-Quran menegaskan bahwa kekuasaan politik dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, namun tidak menjelaskan bagaimana sistem politik itu muncul. Allah SWT adalah sumber pertama dari otoritas politik Islam karena tidak ada yang memiliki kekuasaan absolut. Karena Allah SWT, Tuhan semesta alam, Tuhan langit dan bumi maka kekuasaan hanya bersifat sementara. Karena Dia adalah sumber hukum, maka kekuasaan Allah tidak dibatasi oleh otoritas hukum yang ada. Ada prinsip-prinsip tambahan yang merupakan temuan dan merupakan bagian dari bidang fikih siyasah, yang merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan bidang fikih siyasah (hukum tata negara dalam Islam), di samping prinsip-prinsip pokok negara yang konstitusinya didasarkan pada syariah.
Politik adalah sebuah konsep yang memperhatikan kepentingan masyarakat. Ide-ide ini berbentuk resep, keyakinan hukum atau praktik, dan pengetahuan. Berikut ini adalah beberapa prinsip politik Islam: mencapai kesatuan dan persatuan dalam musyawarah, melaksanakan perintah dan membuat keputusan yang adil atau dapat dilihat sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan, menaati Allah, Rasulullah, dan Ulil Amri (mereka yang berada di posisi otoritas), dan menepati janji. accountable, obey Allah, His Messenger, and Ulil Amri (the person in charge), and keep your word (menepati janji).
Tiga ayat Al-Qur'an yang digunakan Allah SWT untuk menggambarkan kekuasaan dikutip oleh Ustaz Wahyudi, yaitu ayat 26, 189, dan 281 dari Surat Ali-Imran. Ia menjelaskan bahwa ketiga ayat tersebut dianggap relevan dengan iklim politik saat ini di Indonesia, yang sebagian besar didominasi oleh para oligarki, dan bahwa diskusi Al-Qur'an tentang politik adalah hal yang penting. Dia menegaskan bahwa penggunaan Islam dalam politik di Indonesia menggunakan dialektika politik untuk memecah belah umat Islam. Misalnya, dengan menggunakan terminologi asing yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsepnya. Terorisme, radikalisasi, intoleransi, dan politik identitas adalah beberapa di antaranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H