Lihat ke Halaman Asli

St. Fatimah

Fatimah Latif

Jadikan Hambatan sebagai Tantangan dari Wujud Profesionalisme

Diperbarui: 25 November 2020   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Fatimah Latif

Suatu hari seorang teman mengirimkan sebuah video inspirasi, yang kisahnya berasal dari negeri gajah berdurasi sepuluh menit lebih. Kisah video tersebut tentang seorang anak autis dan guru yang mampu menginspirasi. 

Ceritanya si anak autis yang ditinggal cerai orang tuanya dan dirawat sanakkeluarganya didaftarkan kembali sekolah di sebuah sekolah biasa. Keluarga si anak menjelaskan kepada sang guru bahwa anak tesebut anak autis yang kondisinya agak parah setelah ditinggal cerai orang tuanya.

Sang guru pun mengajaknya ke kelas dan meminta si anak memperkenalkan diri, tetapi tidak ada reaksi sama sekali. Kemudian sang guru meminta si anak menempati bangku yang kosong. Si anak duduk dan mengeluarkan semua alat tulisnya. Sang guru memperhatikan semua tindak tanduk si anak, dan mencoba mempelajari kebiasaan-kebiasaannya.

Sang guru mencari tahu bagaimana anak autis bisa dipahami agar dapat belajar bersama temannya. Suatu hari di saat sang guru mengajar, si anak autis tersebut hanya memandangi kincir angin di jendela. 

Sang guru kemudian mengambil satu kincir tersebut dan si anak autis mengarahkan pandangannya ke kincir. Sang guru mulai memahami bahwa anak autis akan memperhatikan benda-benda yang bergerak.

Sang guru kemudian mencari tahu bagaimana menarik perhatian si anak autis. Dalam penjelajahannya guru mengetahui  anak autis tertarik pada angka-angka dan warna. Kemudian sang guru mengubah cara mengajarnya yang bisa diterima semua anak sehingga si anak autis menunjukkan kemajuan dalam belajarnya.

Suatu hari si anak autis diganggu oleh temannya, kemudian anak itu dipukulinya tanpa ampun, anak autis akan sulit di tenangkan saat marah dan dengan bekal pengetahuan yang dimiliki sang guru dia mampu menenangkan si anak autis tersebut. Sang guru mulai menghitung satu sampai lima dan dalam hitungan yang kelima si anak autis tenang dari amukannya.

Keesokan harinya orang tua dari anak yang dipukulinya, mendatangi sekolah dan keberatan atas tindakan si anak autis. Orang tua tersebut meminta anak autis itu dikeluarkan karena dianggap mengacau dan terbelakang. 

Sang guru tidak terima dengan kata-kata si ibu itu, dia lalu meminta si anak autis menyebutkan hari sesuai tanggal yang diminta sang guru. Si anak autis berhasil menyebutkan semua hari sesuai tanggal kalender yang diminta sang guru. Sang guru mampu membuktikan bahwa siswanya itu tidak terbelakang.

Si anak autis yang merasa senang belajar dengan gurunya tiba-tiba bersujud meminta maaf agar tidak dikeluarkan. Sang guru yang melihat itu menghampiri siswanya dan merangkulnya. Sejak saat itu si anak autis mampu menunjukkan perkembangan belajarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline