"Media Sosial itu panggung. Yang namanya panggung, apa yang ditampilkan pasti yang terpilih dan yang dianggap terbaik."
Kurang lebih seperti itu yang saya pahami dari perkataan salah satu motivator yang tidak sengaja saya lihat dan saya dengar dari video pendek di Instagram beberapa waktu lalu.
Media Sosial itu panggung-- saya sangat setuju dengan statement ini. Faktanya, media sosial memang sebagai salah satu tempat untuk tampil dan mengekspresikan diri.
Seseorang akan merasa senang ketika keberadaanya diakui, apalagi jika kemudian muncul apresiasi bagus dari orang lain. Keberadaan media sosial ini semakin menambah jembatan untuk diakuinya keberadaan seseorang.
Media sosial sangat memungkinkan digunakan setiap penggunanya sebagai ajang eksistensi diri, baik itu dari kalangan atas hingga kalangan bawah sekalipun.
Setiap individu terkesan berlomba-lomba menampilkan yang paling menarik, paling bagus, paling memukau, paling kaya, paling modis, paling gaul, dan paling-paling lainnya.
Begitulah panggung--apa yang tampak, hanya itulah yang terlihat; apa yang ditampilkan, hanya itulah yang ditangkap oleh mata.
Tanpa sadar, kita banyak yang tertipu dengan apa yang terlihat di media sosial. Tidak perlu jauh-jauh, misalkan kita melihat salah satu unggahan media sosial teman yang berisi foto bersama rekan kerjanya dengan pose yang keren di depan sebuah perusahaan besar. Dengan cepat kita memujinya kemudian membalikkan pada diri dengan kata-kata, "Keren banget dia, kenapa aku gak sesukses dia?!"
Kembali lagi, apa yang terlihat, itu hanyalah yang terlihat. Ucapan di atas tidaklah salah, yang salah adalah ketika kita dengan cepat menilai sebuah unggahan dari apa yang tampak saja tanpa tahu cerita di balik itu.
Maka dari itu, memahami adanya "behind the scene" dari setiap unggahan itu perlu. Saya mengatakan 'memahami' bukan 'mengetahui', karena cerita nyata hidup seseorang adalah hak milik mereka sendiri, tidak semuanya harus dibagikan atau kita ketahui.