Lihat ke Halaman Asli

Krisis Bahasa Indonesia di Indonesia

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Setiap Negara mempunyai bahasa resmi masing-masing. Dalam bahasa Indonesia bahasa resmi itu disebut bahasa baku. Bahasa baku terdiri dari kata-kata yang baku. Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu. Termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain bahasa baku adalah bahasa yang menjadi bahasa pokok yang menjadi bahasa standard an acuan yang digunakan sehari-hari pada bahasa percakapan atupun bahasa tulisan.

Bahasa gaul atau bahasa prokem yang khas di Indonesia dan jarang dijumpai di Negara-negara lain kecuali di komunitas-komunitas Indonesia. Bahasa gaul dijadikan sebagai bahasa dalam pergaulan anak-anak remaja. Istilah ini muncul pada akhir tahun 1980-an, pada saat itu dikenal sebagai ‘bahasanya para anak jalanan’ sebabkan arti kata prokem dalam pergaulan sebagai preman. Pada dasarnya ragam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah, dan kreatif.

Eksistensi bahasa Indonesia saat ini

Memasuki era globalisasi dan teknologi informasi, bahasa Indonesia tidak saja dilihat sebagai aset kebudayaan melainkan merupakan sarana perhubungan dan aset di bidang ekonomi, politik, dan strategi hubungan global, misalnya semakin dipelajarinya bahasa Indonesia di Jepang, Australia, Amerika, dll. Dengan demikian bahasa Indonesia telah menjadi bahasa kedua di negara-negara berbahasa asing yang dipelajari dan diajarkan, khususnya untuk kepentingan politik, ekonomi dan pengembangan hubungan global.

Jika kita lihat ke dalam situasi bangsa yang tengah di pengaruhi oleh zaman, perkembangan bahasa Indonesia kian menurun. Masuknya berbagai bahasa asing yang tidak mungkin kita tolak dan ada beberapa kata asing diserap menjadi bahasa Indonesia. Tentu saja, media televisi, radio, internet dan merk dagang import adalah faktor pendorong utama yang ikut mencederai kebahasaan Ibu kita. Fenomena ini sangat terlihat pada penggunaan bahasa oleh anak-anak muda saat ini, munculah berbagai istilah seperti bahasa alay, bahasa gaul, dan sebagainya. Film import juga ikut memengaruhi perkembangan kebahasaan yang seharusnya menjadi pondasi komunikasi. Sebut saja film animasi dari Negara tetangga, Upin – Ipin, yang diputar dengan menggunakan bahasa melayu. Kebahasaan kita menjadi seperti pusar yang semua bahasa yang bercampur baur. Dengan kata lain keberadaan bahasa Indonesia semakin terkalahkan dengan munculnya bahasa lain seperti bahasa gaul Pengaruh bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia

Penggunaan bahasa gaul membuat remaja semakin sulit mengetahui bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tidak jarang dalam acara formal pun banyak orang yang menggunakan bahasa gaul dalam konteksnya tidak sengaja. Terlihat dari struktur bahasa gaul, bahwa penikmat situs-situs jejaring sosial kebanyakan adalah remaja. Tulisan seorang remaja di situs jejaring social seperti Twitter, Facebook, Line, Whatsapp dan semacamnya yang menggunakan bahasa gaul, akan dilihat dan bisa ditiru oleh remaja lainnya. Selain remaja, anak sekolah dasar pun banyak yang menggunakan situs jejaring sosial. Mereka yang seharusnya dididik bahasa Indonesia yang baik dan benar akan mengalami keraguan, karena bahasa yang diajarkan di bangku sekolah sedikit berberbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari.

Tapi tak dapat dipungkiri bahwa penyerrapan bahasa gaul dikalangan anak dan remaja yang tengah menjadi merupakan bagian dari konformitas terhadap lingkungan. Konformitas adalah proses meleburkan diri pada lingkungan untuk mendapatkan pengakuan. Secara psikologis, biarkan saja anak SD maupun remaja yang memang diperlukan bagi perkembangan sosialnya, namun harus ditegaskan bagaimana penempatan, kapan, dan kepada siapa penggunaan bahasa tersebut boleh digunakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline