Lihat ke Halaman Asli

Fatimah Azzahra

Saya merupakan mahasiswa UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Fenomena Bullying di Kalangan Remaja: Benarkah Pemicu Ide Bunuh Diri bagi Korbannya?

Diperbarui: 31 Oktober 2023   06:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penulis: Fatimah Azzahra

Dosen Pembimbing: Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd. & Tiara Iskandar Pratiwi, S.Pd.

Kasus bullying di Indonesia sedang marak belakangan ini. Tidak jarang kita melihat atau mendengar berbagai kasus bullying di televisi maupun media sosial. Bahkan, dampak yang dihasilkan dari tindakan negatif tersebut menyebabkan korban-korbannya memilih untuk mengakhiri hidupnya. Permasalahan ini sudah ada sejak lama dan belum dapat diatasi secara tuntas sampai sekarang.

KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) menyatakan bahwa terdapat 119 kasus bullying pada tahun 2020. Kemudian, jumlah kasus menurun menjadi 53 pada tahun 2021. Pada tahun 2022, jumlah kasus meningkat kembali menjadi 226 hingga per tanggal 13 Februari 2023, jumlah kasus mencapai angka 1.138. Peningkatan kasus bullying yang drastis ini sangat memprihatinkan dengan penyebab yang sederhana, yaitu pelaku bullying yang terus bertambah.

Bullying merupakan tindakan menyakiti orang lain, baik secara fisik (seperti memukul, mendorong, menendang, menganiaya), maupun psikis (seperti mengejek, menghina, mengancam, menyebarkan rumor, memeras) dengan tujuan untuk membuat orang tersebut terluka dan/atau tertekan. Dari pengertian tersebut, maka dalam kasus bullying terdapat pelaku dan korban. Pelaku merupakan pihak yang melakukan tindakan atau aksi bullying, sedangkan korban merupakan pihak yang dibully.

Pelaku bullying pada umumnya melakukan tindakan bullying secara berkelompok karena mereka merasa memiliki kekuasaan dan mendapatkan dorongan atau dukungan dari teman kelompoknya. Jika melakukan tindakan bullying secara individu, mereka merasa tidak aman dan kurang percaya diri karena tidak adanya dukungan dari sekitar. Dengan begitu, mereka akan berpikir bahwa tindakannya tidak akan diterima dan berdampak buruk pada korban.

Pelaku bullying juga sering kali tidak disadari oleh lingkungan sekitar maupun korbannya bahwa tindakan yang telah dilakukannya merupakan bullying, contohnya pada kegiatan penerimaan siswa baru di sekolah atau mahasiswa baru di perguruan tinggi. Tidak jarang terdapat “tradisi” dalam orientasi sekolah atau kampus berupa kekerasan (premanisme) dengan dalih untuk mendisiplinkan, membentuk karakter, serta mempererat hubungan antara pelajar junior dan senior.

Namun, tindakan tersebut justru menjadi pemicu timbulnya rasa benci dan dendam sehingga hubungan antara pelajar junior dan senior menjadi regang dan tidak harmonis. Hal ini juga dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang yang awalnya merupakan korban justru menjadi pelaku bullying bagi generasi selanjutnya. Maka dari itu, kasus bullying selalu saja ada dan tidak ada habisnya akibat jumlah pelaku yang terus bertambah.

Pada tahun 2020, UNICEF merilis data mengenai rentang usia korban tindakan bullying. Sebanyak 41% anak berusia 15 tahun mengalami tindakan bullying setidaknya dua kali dalam sebulan pada tahun 2018. 2/3 dari anak remaja berusia 13-17 tahun merupakan korban dari bullying. Kemudian, sebanyak 45% orang berusia 14-24 tahun mengalami cyber bullying. Data tersebut menunjukkan bahwa korban bullying rata-rata berusia remaja yang sedang menempuh jenjang pendidikan SMP-SMA.

Pace, Lynm, dan Glass menyatakan bahwa bullying memberikan efek yang akan melekat hingga seumur hidup. Artinya, korban bullying memiliki kemungkinan menerima dampak buruk dari pelaku, bahkan berbentuk trauma hingga seumur hidupnya. Salah satu dampak yang akan dirasakan oleh korban bullying adalah kegelisahan secara terus-menerus. Kegelisahan ini dapat menjadi pemicu depresi yang kemudian berujung pada self harm (menyakiti diri sendiri) dan ide bunuh diri. Ide bunuh diri merupakan keinginan dan rencana seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri atau mengakhiri hidupnya.

Pada tahap ini, korban telah banyak menerima tekanan emosional akibat bullying dan merasa sudah tidak sanggup menahan hasratnya untuk melakukan bunuh diri. Terlebih lagi jika korban kurang mendapat dukungan dari keluarga, teman, pihak sekolah, hingga bantuan psikologis, maka ide bunuh diri pada korban semakin kuat karena mereka semakin merasa putus asa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline