Pandemi Covid-19 memberikan berbagai dampak dalam kehidupan manusia. Selain bidang pendidikan, pandemi juga memberikan dampak pada sektor sosial ekonomi masyarakat. Salah satunya perekonomian usaha pembuatan tempe yang mengalami penurunan.
Terbukti dari banyaknya sektor usaha yang terus merugi. Namun, beberapa sektor justru memilih tetap mempertahankan usahanya. Pembuatan tempe termasuk Unit Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bekerja di sektor produksi tempe.
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai. Meskipun bahan bakunya mudah didapat dan harga jualnya terjangkau berkisar antara Rp. 3.000 - Rp. 4.000, namun peminat tempe menurun sebab adanya PPKM yang berlaku di wilayah Kabupaten Pati sehingga berdampak pada kondisi pasar yang cenderung sepi.
Selain itu harga tempe sebanding dengan harga telur 1/4 kg. Dengan itu masyarakat lebih memilih membeli telur sebagai lauk makanan daripada tempe, karena kandungan protein dari keduanya yang hampir sama. Sehingga berpengaruh kepada pendapatan produsen tempe.
Usaha pembuatan tempe berdiri sejak tahun 2000-an yang dikelola oleh Bapak Abdul Hamid di Desa Wotan Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati. Berdasarkan wawancara dengan produsen, peminat tempe mengalami penurunan dari awalnya omset perhari Rp. 1.000.000 menurun menjadi Rp. 800.000.
Penghasilan yang didapat dari penjualan tempe tentunya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup terlebih lagi bapak abdul hamid harus membayar karyawan. Dengan itu, pandemi sangat berpengaruh terhadap menurunnya perekonomian usaha pembuatan tempe di masa pandemi Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H