Lihat ke Halaman Asli

Fatimah

Beginner

"Baran" (2001), Kisah Cinta antara Pemuda Iran dan Pengungsi Afghanistan

Diperbarui: 22 Februari 2019   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baran (imdb.com)

Takkalah dari Hollywood atau pun Bollywood, industri perfilman Iran merupakan salah satu yang terbaik. Saya termasuk penggemar sinema asal negeri Persia ini. Saya mengagumi bagaimana para sineasnya mengangkat isu sederhana menjadi menarik ke dalam layar kaca, kreativitas dan kepiawaian mereka dalam mengemas film dengan apik, serta performa pemainnya yang begitu alami saat berakting.

Nah, film yang akan saya review berikut ini adalah sebuah film drama berjudul "Baran", hasil garapan salah satu sutradara kenamaan Iran, yakni Majid Majidi. Mungkin nama ini terdengar cukup asing. 

Tapi, apakah kalian pernah menonton "Children of Heaven? Ya, film fenomenal tentang kakak  beradik yang harus berbagi sepasang sepatu ini merupakan karya dari Majid Majidi. Children of Heaven telah menyabet banyak penghargaan, baik nasional maupun International. Jika kalian menyukai film ini, sudah sebaiknya kalian tidak melewatkan Baran.

Meskipun Baran adalah sebuah film ber-genre drama, singkirkan bayangan tentang kisah cinta yang menggebu-gebu, apalagi adegan seronok di dalamnya. Iran termasuk negera yang menerapkan sensor tinggi dalam dunia perfilman. 

Baran bisa dikatakan sebagai kisah drama masyarakat timur yang dibingkai dengan konsep perfilman "timur" ala Iran. Hasilnya, sama sekali tidak mengecewakan. Sineas Iran selalu berhasil meramu film dengan sangat apik meski harus bergulat dengan sejumlah aturan yang ketat. 

Tokoh sentral dalam film ini adalah Lateef (Hossein Abedini), seorang pemuda tanggung yang bekerja di sebuah lokasi rekonstruksi bangunan. Ia bertugas sebagai pembuat teh dan menyediakan makanan untuk para pekerja lainnya. Karakternya yang agak kekanak-kanakan dan cengengesan tak jarang memancing keributan dengan pekerja lainnya. 

Beruntung si bos, Memar (Reza Naji), cukup sabar menghadapinya. Selain penduduk asli, Memar juga mempekerjakan beberapa pengungsi Afghanistan. Namun, mereka tergolong pekerja illegal karena tidak memiliki kartu identitas. Oleh karenanya, mereka harus bersembunyi jika petugas inspeksi datang.

Suatu hari, Najaf, seorang pekerja Afghanistan mengalami kecelakaan kerja yang membuatnya harus cuti sementara waktu. Soltan, salah satu pekerja lainnya akhirnya membawa Rahmat (Zahra Bahrami), anak Najaf untuk menggantikan pekerjaan ayahnya. Anak lelaki itu tampak lugu dan sangat pendiam. 

Baru beberapa hari bekerja, Memar segera meyadari bahwa Rahmat tidak cocok dengan pekerjaan bangunan yang berat. Memar pun berinisiatif menukar pekerjaan Lateef dengan Rahmat. Lateef murka, ia takbisa menerima tugasnya direbut orang lain. Apalagi, Rahmat terbukti melakukan pekerjaan itu lebih baik daripada dirinya; ia bisa memasak masakan yang lebih enak dibanding Lateef. 

Kesal berbalut cemburu, sejak saat itu Lateef mulai memusuhi Rahmat. Ada-ada saja ulahnya,  dari melempar semen ketika Rahmat lewat sampai memporak-porandakan seluruh isi dapur. Rahmat hanya bisa berdiam diri dan sedih dibuatnya. Dari sini, kita cukup dibuat jengkel oleh tindak tanduk Lateef yang kekanak-kanakan.

Sampai pada suatu hari, Lateef secara taksengaja memergoki Rahmat yang sedang berada di dapur. Ia melihat bayangan Rahmat sedang menyisir rambutnya yang PANJANG! Saat itulah Lateef menyadari bahwa Rahmat sebenarnya adalah seorang perempuan. Lateef bergegas kabur sebelum ketahuan oleh Rahmat yang hendak keluar. Masih dalam keterkejutannya, Lateef merasakan ada perasaan aneh yang menghinggapi hatinya. Lateef jatuh cinta. Hiya hiyaaa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline