Lihat ke Halaman Asli

Fatimah Azzahra

Ibu rumah tangga

Sinergi Berantas Korupsi, Sungguhan atau Pencitraan?

Diperbarui: 16 Desember 2023   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Di pundak pemimpin yang bebas korupsi, disitulah masa depan negeri. - Najwa Shihab

Memimpin negeri butuh komitmen tinggi. Akan banyak perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan. Kalaulah kacamata yang dipakai masih untung rugi materi, maka tak pantas baginya menduduki jabatan pemimpin negeri. Dengan semua alasan dan muslihat pasti ia akan melakukan korupsi.

Sinergi Berantas Korupsi

Tanggal 9 Desember ditetapkan sebagai Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia). Adanya peringatan hari Antikorupsi menunjukkan sadarnya manusia akan kebahayaan korupsi bagi negara. Setiap tahun diusung tema pemberantasan korupsi. Tahun 2023 ini, Indonesia mengusung tema Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju.

KPK ingin semua lembaga pemerintahan juga masyarakat untuk berpartisipasi meningkatkan kesadaran dalam memberantas korupsi di Indonesia. Kemenkeu, Kemenag, BPJS, dan lembaga pemerintah lainnya menyatakan siap bersinergi untuk memberantas korupsi. Mirisnya, pada perayaan Hakordia tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tanpa ketuanya, Firli Bahuri, yang saat ini telah diberhentikan sementara karena menjadi tersangka dugaan pemerasan.

Sungguh pilu, Ketua lembaga pemberantasan korupsi justru jadi tersangka kasus korupsi. Lantas, benarkah sinergi pemberantasan korupsi ini sungguhan atau hanya pencitraan? Apalagi mengingat pemilu yang akan datang.

Berantas Korupsi dari Akar

Bukan sekali ini rakyat disuguhi fakta yang mencengangkan. Deretan pejabat tinggi negeri banyak yang berlenggang masuk jeruji besi karena terjerat korupsi. Pada era Presiden dengan jajaran menterinya saat ini sebutlah Jhonny G. Plate, Juliari Batubara, Edhy Prabowo, Imam Nahrawi, Idrus Mahram, dan Syahrul Yasin Limpo. Bahkan, dua hakim agungnya pun terjerat korupsi, yakni Gazalba Saleh dan Sudrajat Dimyati.  

Fenomena korupsi bagaikan gunung es. Yang nampak tidak semuanya. Adanya solidaritas tinggi para pelaku korupsi membuat rakyat yakin masih banyak para koruptor yang beruntung. Mereka melakukan korupsi tapi belum terdeteksi hukum atau punya backing yang kuat.

Wajar jika sulit menghapus korupsi di masa kini. Para tikus berdasi ini ada di setiap jabatan, mulai dari daerah hingga pusat pemerintahan. Semuanya saling berkaitan dan melindungi. Harusnya pemerintah mengevaluasi ulang akar masalah hingga bisa memberantas korupsi secara tuntas. Cita-cita 0 pada kasus korupsi pun tidak lagi hanya angan dan mimpi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline