Lihat ke Halaman Asli

Fatima Aulia Khairani

Seorang ibu dan dokter spesialis kulit dan kelamin, yang selalu berkhayal dan bermimpi menjadi penulis.

Mengapa Saya Sakit Hati?

Diperbarui: 11 April 2021   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taken from unsplash.com

"The person you care for the most, is the person you'll let hurt you the most"

Pasti pernah mendengar pepatah ini kan?

Beberapa waktu terakhir ini, saya sempat menghadapi masalah dalam keluarga besar yang bisa dibilang benar-benar menyakiti hati saya. Saya merasa bingung dalam posisi sebagai seorang anak pertama, seorang kakak yang selalu "dipaksa" dan "terpaksa" jadi panutan, sekaligus sering merasa bingung harus bercerita pada siapa karena sebagai anak perempuan sendirian. Ditambah, kenyataan bahwa semakin saya "peduli", saya malah makin diserang. 

Ada masa dimana saya terbangun saat dini hari, hanya bisa menangis dan berdoa, berharap ini semua akan berlalu. Meskipun saya tahu, istilah berlalu ini sangat abstrak, karena pelakunya ada orang di luar kendali dan kontrol saya. Setelah berkonsultasi dengan psikolog dan juga psikiater, akhirnya saya perlahan mulai bisa mengendalikan emosi saya.

Perasaan sakit terhadap salah satu anggota keluarga besar saya itu masih sekali-kali muncul, tapi saya mulai dapat saya minimalisir.

The person you care for the most, is the person you'll let hurt you the most

Seandainya saja saya tidak begitu peduli, pasti kita tidak akan merasa tersakiti. Begitu, kan?

Kejadian lain baru saja menimpa saya, meski dengan "kadar" masalah dengan jauh lebih kecil. Ini terjadi ketika salah satu teman yang saya anggap dekat (saya tidak tahu apakah dia menganggap hal yang sama), tidak membalas whatsapp saya, padahal dia sendiri yang menghubungi saya terlebih dahulu. 

Entah karena pengaruh hormon (karena kebetulan menjelang haid hahaha), saya merasa sangat kesal hingga pada akhirnya menegur dia secara langsung. Dia sempat meminta maaf, menjelaskan alasannya, meski lagi-lagi saya tidak tahu, apakah dia benar-benar merasa bersalah atau hanya untuk menenangkan saya saja.

Dan ketika saya sudah mulai tenang, saya mulai berpikir,
"Kenapa tadi saya bisa segitu kesal ya?"

Setelah saya berpikir lama, saya baru menyadari bahwa teman saya adalah orang yang cukup saya pedulikan sejak dulu. Dan ketika dia bersikap "tidak peduli", sesungguhnya saya sedih, bukan marah lebih tepatnya. Lagi-lagi, pepatah ini benar rupanya.

The person you care for the most, is the person you'll let hurt you the most.

Seandainya saya saya tak peduli, saya pasti tidak akan merasa sakit hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline