Manchester City adalah sebuah klub yang superior dalam beberapa musim ke belakang. Tangan dingin Pep Guardiola berhasil mentransformasi klub yang berbasis di Manchester ini menjadi sebuah entitas yang mengerikan. Keberhasilan The Citizen merengkuh titel di empat musim secara beruntun untuk pertama kalinya bagi tim Inggris menjadi sebuah bukti sahih betapa mengerikannya tim ini.
Sayangnya, City belakangan digoyang sebuah isu besar. Sebuah isu yang bisa saja melengserkan eksistensinya sebagai sebuah raksasa superior di ranah sepakbola Britania Raya. Klub milik Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan ini didakwa dengan 115 dakwaan terkait kasus Financial Fair Play (FFP). Secara garis besar, dakwaan ini tidak berpengaruh pada performa tim di atas lapangan. Namun dakwaan ini berpotensi menghapus eksistensi City sebagai salah satu entitas terkuat sepakbola.
Kasus City nyatanya bukan yang pertama. Tetapi kasus ini tetap menyajikan sebuah cerita unik, betapa mengerikannya kedigdayaan sebuah klub sepakbola, sampai-sampai hanya pengadilan yang bisa menghentikan mereka. Lantas, seperti apa cerita di balik "Manchester City vs Everybody" yang terjadi sekarang ini?
Superior Tiada Lawan
Dua dekade ke belakang, ketika nama-nama seperti Newcastle United, Leeds United, Nottingham Forest masih jadi klub yang merepotkan kekuatan-kekuatan tradisional, Manchester City bukanlah siapa-siapa. Hampir tidak ada yang mengenal Manchester Biru. Bagi para pecinta sepakbola, Manchester yang merupakan kota pelabuhan di Inggris lebih identik dengan warna merah, bukan biru.
Namun, sebagaimana berputarnya bola, perputaran itu juga terjadi pada Manchester City. Akuisisi oleh Syeikh Mansour melalui perusahaannya Abu Dhabi United Group telah mengubah wajah Manchester Biru. Tim yang dulunya pantas disebut tim medioker, selama 15 tahun berikutnya berhasil menancapkan dominasi di sepakbola Eropa. City bahkan kini menyandang status sebagai tim terkaya dan tersukses dunia.
Moncernya City tentu tak lepas dari peran Pep Guardiola. Ditunjuk menukangi The Citizen pada 2016, Pep telah membawa City menangi hampir seluruh gelar bergengsi. Liga Champions yang awalnya terasa mustahil, bahkan akhirnya berhasil didapatkan mantan pelatih Barcelona itu. Dengan segala gemerlap kesuksesannya di Etihad Stadium, bisa dibilang, Pep telah membangun sebuah dinasti di klub yang satu ini.
Musim 2023/2024 kemarin juga menjadi sebuah musim yang fenomenal buat entrenador Spanyol. Kendati gagal mempertahankan gelar Liga Champions dan mendapat persaingan super ketat di EPL, City tetap ganas. Rival sekota Manchester United ini sukses menggondol trofi EPL, untuk menjadi tim pertama yang meraih gelar tersebut selama empat musim berturut-turut.
Mengejar Manchester City dalam perburuan gelar juara rasanya menjadi sesuatu yang mustahil buat klub lain. Banyak orang bahkan bersepakat kalau Pep adalah semacam cheat code sepakbola. Pasalnya, siapapun yang mempekerjakan Pep sebagai juru taktik, maka klub tersebut seakan sudah dapat jaminan bakal memenangkan gelar. Ini terjadi pada City, yang selama dilatih Pep, hampir tak pernah kesulitan menjuarai EPL.
Cuma Bisa Takluk Oleh Meja Hijau
Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang menerpanya. Begitulah situasi yang pas menggambarkan Man City. Ketika tim ini kelihatan begitu mustahil ditaklukkan oleh entitas sepakbola lainnya, City punya satu titik lemah. Titik lemah itulah yang saat ini menggemparkan para pecinta sepakbola. City baru-baru ini tersandung masalah yang membuat mereka harus maju ke meja hijau.
Bermula dari sebuah pengumuman lewat laman resmi Liga Primer Inggris, Man City kedapatan melanggar sejumlah aturan keuangan. Pelanggaran itu mencakup pemalsuan laporan keuangan, remunerasi nilai kontrak, hingga pelanggaran aturan PSR atau Profit and Sustainability Rules. Total, Man City menghadapi 115 dakwaan yang berpotensi melenyapkan semua prestasi yang sudah mereka dulang selama ini.