Kesalahan dalam berpikir logis jenis Logical Fallacy yang sering dilakukan orang Indonesia pada umumnya
Kebanyakan orang senang jika berargumen, kesenangan itu muncul ketika dia mampu menginterupsi argument lawan secara sempurna, dan merasa bahwa dia bisa memenangkan argumen dari lawan. Namun, apakah argumen itu benar alias tidak sesat pikir? rasanya tentu puas kalau kita memenangkan sebuah argumentasi, apalagi kalau kita bisa memenangkannya dengan telak.
Namun terkadang, saat orang yang berargumen sudah terpojok atas interupsi argumentasi orang lain, secara tidak sadar melontarkan kata-kata yang menyerang pribadi lawan, baik itu asal identitas maupun fisiknya, sentimen dan lain sebagainya
Dalam berargumentasi, seseorang tidak mungkin lepas dari sebuah kesalahan, tapi bukan kesalahan dalam substansi melainkan kesalahan dalam logika.
Kesalahan-kesalahan dalam argumentasi tersebut dalam ilmu logika dikenal dengan Logical Fallacy atau dalam bahasa Indonesia disebut sesat pikir. E. Sumaryono dalam bukunya "Dasar-Dasar Logika" (1999) mendefinisikan sesat pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tak logis, salah arah, dan menyesatkan. Kesalahan dalam berpikir ini disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memerhatikan relevansinya, karna dalam konsep kebebasan berpikir yang terpenting adalah argumen anda bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam ilmu logika dan filsafat banyak sekali klasifikasi mengenai sesat pikir, tapi ada beberapa sesat pikir yang paling umum dilakukan oleh orang Indonesia dalam berargumentasi, berikut contoh-contohnya.
ARGUMENTUM AD VERECUNDIAM.
Argumentum Ad Verecundiam adalah opini atau pendapat yang dikeluarkan oleh seorang pakar atau ahli yang dinyatakan paling benar.
Sesat pikir ini juga merujuk pada kekaguman seseorang terhadap suatu tokoh dan menjadikan argumen tokoh tersebut selalu benar di matanya. Contohnya, dalam program televisi terjadi perdebatan sengit antara politikus dengan ahli ekonomi mengenai revitalisasi Indonesia pasca wabah virus Corona. Jutaan pasang mata menonton siaran tersebut hingga akhirnya banyak yang memercayai pandangan politikus lebih benar dibandingkan ahli ekonomi, dengan alasan politikus lebih berpengalaman mengatur negara. Padahal kalau dilihat dengan saksama, pandangan sang ekonom jauh lebih rasional dan solutif.
ARGUMENTUM AD BACULUM
Anggaplah kamu adalah seorang pegawai rendahan di sebuah perusahaan. Lalu kamu melihat ada seorang pemimpin divisi keliru dalam membuat laporan pekerjaannya. Sebagai seorang yang tahu tentang kesalahan tersebut, kamu lalu melakukan koreksi atas laporannya. Tapi pemimpin divisi tidak terima laporannya dikoreksi oleh pegawai rendahan seperti kamu. Dia lalu mengucapkan kata-kata semacam, "Tau apa kamu? Di sini jabatan saya paling tinggi, kamu cuma pegawai rendahan, jangan sok tau!" Keseluruhan argumen dari pemimpin divisi tersebut tergolong ke dalam