Lihat ke Halaman Asli

Bukan Sekedar Seremoni Hari Kartini

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14306489391885408009

[caption id="attachment_414678" align="aligncenter" width="658" caption="Ibu-ibu petani Rembang dan Pati bersatu menyatakan sikap mereka untuk melestarikan alam."][/caption]

Puluhan ibu berderet rapi di bawah paparan terik matahari. Dengan caping anyaman bambu mereka berlindung dari panas matahari yang membakar kulit di Selasa pagi itu. Serentak mereka menyeru: “Lestari Kendengku, Lestari Indonesiaku!”

Jika biasanya hari Kartini diperingati para pelajar di sekolah dengan mengenakan pakaian adat nusantara, maka berbeda halnya dengan peringatan hari Kartini ala ibu-ibu petani. Di Pati, Jawa Tengah, mereka memperingati hari Kartini dengan wujud merawat alam. Bersama dengan ibu petani dari Rembang, mereka berkumpul dan menggalang kekuatan.

Tak lain, mereka juga menyatakan sikap perlawanan terhadap ancaman masuknya pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah dalam rangkaian peringatan hari Kartini di pematang sawah, di daerah Brati, Pati, Jawa Tengah. Dengan caping dan kertas bertulis “Tolak Pabrik Semen” yang menempel di atasnya, dengan lantang mereka menyerukan sikap melalui deklarasi yang berisi tak akan tunduk pada pabrik semen.

Setelah mendeklarasikan sikap tegas mereka, dilanjutkan dengan prosesi mencabut rumput liar hama padi atau disebut matun. Sembari melantunkan tembang Ibu Kita Kartini, para Kartini Rembang dan Pati dengan semangat mencabut rumput liar. Seolah menjadi simbol bagi mereka dalam mengusir hama yang mengancam kelestarian alam dan keberlangsungan tanaman padi mereka.

[caption id="attachment_414679" align="aligncenter" width="653" caption="Matun (mencabut hama padi) adalah cara mereka merawat tanaman padi."]

1430649021899742326

[/caption]

Gunarti, salah satu petani Pati, mengungkapkan, tugas Kartini pada zaman dulu, melakukan perjuangan di bidang pendidikan. Sekarang saatnya bagi generasi saat ini meneruskan perjuangannya. Salah satunya, dengan merawat bumi, dan mengasihi alam, seperti prosesi matun yang diiringi tembang-tembang, seperti Ilir-Ilir. Ia juga menjelaskan, kesejahteraan tak hanya bisa diukur melalui uang semata. Melainkan, sebagai petani, asalkan kebutuhan pangan sudah tercukupi, dan rasa nyaman, tidak ada ancaman atau gangguan dari pihak lain, mereka sudah merasa sejahtera.

Adapun, Sukinah, petani Rembang yang juga mengikuti prosesi matun bersama petani Pati dan Rembang yang lain, mengungkapkan, ia akan terus berjuang untuk mempertahankan kelestarian alam di kaki gunung Kendeng. Pegunungan Kendeng Utara yang membentang dari Taban daerah Kudus, Jawa Tengah, hingga Tuban, Jawa Timur, saat ini terancam, dengan adanya rencana pendirian pabrik semen. Di kawasan pegunungan yang dilingkupi bentangan karst (kapur), menjadi lahan empuk bagi perusahaan semen untuk beroperasi. Namun, hal ini mendapat penolakan keras dari para petani yang hidup di kaki gunung Kendeng, seperti Rembang dan Pati, karena dapat mengganggu kelestarian alam dan mengubah fungsi pegunungan Kendeng.

Manfaat bentangan karst sendiri berfungsi sebagai penampung air hujan dan mampu menyimpan cadangan air bagi masyarakat sekitar kaki gunung. Karenanya, banyak terdapat gua-gua berair, sungai bawah tanah, ponor, dan sumber air yang mengalir, hingga ke Pati. Sebagai petani, sangat bergantung pada ketersediaan air untuk irigasi sawah. Terlebih, di musim kemarau, suplai air dari pegunungan Kendeng sangat bermanfaat bagi petani yang sawahnya berada di sekitar aliran sungai Juana.

Rencana pendirian pabrik semen juga pernah masuk di Pati, pada 2006. Namun, petani Pati berhasil mengusir pabrik semen saat itu hingga kini. Meski, mereka pun mendapat ancaman baru dari pabrik semen yang akan kembali memasuki wilayah Pati.

Petani Pati dan Rembang saat ini sama-sama berjuang, memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka, tanah dan tanamannya. Seperti semangat Kartini Rembang yang tak pernah surut untuk tetap bertahan di tenda biru yang berdiri di kawasan rencana pendirian pabrik semen.

Meski putusan gugatan telah ditetapkan PTUN Semarang 16 April lalu, mereka tak ingin mundur selangkah pun untuk menyerah. “Sampai kapanpun kami akan tetap bertahan. Justru adanya fitnah atau ancaman, intimidasi akan membuat kami menjadi semakin bersemangat, dan memotivasi kami.” Ujar Sukinah, ketika ditemui usai matun di sawah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline