Lihat ke Halaman Asli

Hujan Mengiringi Penutupan Pesta Para Satrawan

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1428734323342071753

[caption id="attachment_409311" align="alignnone" width="600" caption="JokPin membius penonton lewat puisinya."][/caption]

Rintik hujan mulai membasahi malam Jakarta, yang sedari siang bercuaca cerah tanpa mendung. Orang-orang mulai berlarian menepi ke gedung berkaca itu, karena hujan semakin deras. Mereka mematung menunggu kepastian.

Akhirnya, mereka satu persatu masuk ke ruangan gedung berkaca itu. Mereka segera mengisi bangku merah empuk yang telah berderet rapi. Lampu padam, dan acara dimulai. Itulah gambaran pada malam puncak gelaran Asean Literary Festival 2015 di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Minggu, (22/3). Semula, acara pada malam penutupan dijadwalkan di pelataran TIM, namun, cuaca berkata lain, sehingga memaksa untuk dipindah tempatkan. Para penikmat sastra yang sudah berdatangan pun terpaksa harus menunggu lama panitia membereskan tempat pengganti untuk pertunjukkan. Sebagian yang datang terlihat sudah kuyup, bahkan ada pula sepatu mereka yang basah. “Belum mulai, karena hujan, jadi tempatnya dipindahkan, ini masih tentatif.” Ujar salah satu panitia gelaran Asean Literary Festival 2015.

Meski waktu pelaksanaan mundur dari pukul 19.00 WIB menjadi 20.30 WIB, dan sebagian pengunjung sudah basah, tak menyurutkan antusias mereka dalam mengikuti rangkaian acara pada malam puncak itu. Dibuka dengan pertunjukkan I La Galigo sebuah cerita bersumber naskah Bugis kuno, pengunjung disuguhkan aksi panggung atraktif. I La Galigo merupakan naskah yang diakui UNESCO sebagai memori dunia, berjumlah sekitar 1624 naskah. Sebenarnya, cerita ini banyak menceritakan riwayat Saweri Gading, namun lebih dikenal dengan cerita I La Galigo. Penyair senior, Zawawi Imron menjadi yang pertama dalam membacakan puisinya. Namun, ketika dipanggil, sang pembawa acara salah menyebutkan namanya, Zamawi Imron, dengan koor yang lantang beberapa penonton menyuarakan nama Zawawi Imron, membenarkan pembawa acara. Meski naik panggung dibantu panitia untuk memapahnya berjalan, dan mengenakan tongkat, ia tetap lantang dan terlihat sangat bersemangat dalam membacakan puisinya. Ia membawakan diantaranya puisi berjudul Ibu. Ditutup dengan lagu untuk koruptor, yang disambut gelak tawa penonton. Semakin meriah, dengan hadirnya penyair asal Yogyakarta, Joko Pinurbo. Dengan sajak-sajak yang liris dan mengandung komedi, Joko Pinurbo berhasil menghangatkan kursi penonton. Salah satu puisinya yang ia bawakan adalah Kisah Semalam. Di pengujung puisi, ia berpesan, “Selamat malam, dan malam ini saya tidak ada wawancara.” Sontak penonton tertawa dan mengiringi Jokpin, sebutan akrabnya dengan tepuk tangan meriah meninggalkan panggung.

Hadir juga musikalisasi puisi dari grup Sasina, yang beranggotakan mahasiswa sastra Indonesia, FIB UI. Membawakan tiga lagu, dari beberapa penyair diantaranya almarhum Sitor Situmorang dan sastrawan muda Andi Gunawan (Ndigun). Malam semakin romantis dengan iringan musikalisasi puisi dari Sasina. Tepuk tangan pun kembali pecah ketika mereka meninggalkan panggung.

Asean Literary Festival 2015 berlangsung sepekan, dibuka pada 15 Maret 2015 di Taman Menteng, dengan acara pembacaan puisi oleh beberapa kalangan, seperti intelektual, sastrawan, hingga artis. Dalam sepekan, rangkaian acara diisi dengan diskusi, seminar, pembacaan puisi dan pertunjukkan musik, diadakan pula bazar buku yang berpusat di kompleks Taman Ismail Marzuki. Mengusung tema “Questions of Conscience” atau “Peertanyaan-pertanyaan Nurani” gelaran ini melibatkan beberapa negara tetangga di luar ASEAN, seperti Cina dan Jepang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline