Lihat ke Halaman Asli

Fathurrahman

Penulis/PNS/Pemancing

Hubungan Putus Sekolah, Pendidikan di Pesantren dan Faktor Ekonomi

Diperbarui: 16 Oktober 2024   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan hak dasar setiap anak yang dijamin oleh UUD 1945. Namun, yang terjadi di lapangan faktanya menunjukkan bahwa ada banyak anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah kejenjang pendidikan dasar dan menengah. Fenomena ini tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan akses ke sekolah formal atau faktor ekonomi, tetapi juga karena pilihan pendidikan non-formal.

Menurut Prof. dr. Fasli Jalal, PhD, Wakil Menteri Pendidikan Nasional (2010-2011), menyebutkan bahwa "Kemiskinan adalah salah satu faktor struktural yang menyebabkan anak-anak Indonesia sulit untuk mengakses pendidikan yang layak. Sering kali, anak-anak terpaksa berhenti sekolah karena tuntutan ekonomi keluarga." Pernyataan beliau ini menunjukkan bahwa faktor ekonomi masih menjadi masalah utama bagi banyak keluarga dalam mempertahankan anak-anak mereka agar tetap bersekolah.

Selain itu, Memutuskan pilihan kependidikan non formal seperti pesantren menjadi solusi alternatif untuk keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi. Biaya pendidikan dipesantren yang lebih rendah, atau bahkan gratis, membuatnya menjadi pilihan menarik bagi keluarga yang kurang mampu melanjutkan pendidikan formal. Pesantren tidak hanya memberikan pendidikan agama, tetapi juga mengajarkan keterampilan praktis yang dapat membantu anak-anak dalam kehidupan sehari-hari dan untuk masa depan mereka.

Di sisi lain, tempat tinggal dengan sistem sewa juga sangat mempengaruhi pendidikan anak, ketika tempat tinggal anak sudah tidak mampu lagi dibayar, maka pindah tempatlah menjadi pilihan mereka dengan kata lain menyebabkan anak putus sekolah atau tidak dapat melanjutkan karena jauh dari tempat tinggal yang baru. kebutuhan ekonomi keluarga seringkali mendorong anak untuk bekerja sebelum mereka menyelesaikan pendidikan formalnya. Pernikahan juga menjadi alasan mengapa banyak anak-anak putus sekolah.

Apakah faktor ekonomi merupakan variabel utama yang menyebabkan anak putus sekolah?

Berdasarkan berbagai penelitian, faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab utama anak putus sekolah. Keluarga dengan pendapatan rendah cenderung kesulitan dalam membiayai kebutuhan pendidikan anak, termasuk seragam, buku, dan biaya transportasi.Keterbatasan ekonomi ini sering kali menjadi hambatan terbesar dalam melanjutkan pendidikan formal.

Apakah pesantren menjadi alternatif pendidikan bagi anak yang putus sekolah?

Pesantren sering kali menjadi pilihan bagi anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan formal, terutama di daerah pedesaan dan keluarga dengan latar belakang ekonomi rendah. Dalam banyak kasus, pesantren menyediakan pendidikan gratis atau dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan sekolah formal. Jumlah anak yang bersekolah di pesantren meningkat seiring dengan sulitnya akses terhadap pendidikan formal bagi keluarga kurang mampu. Oleh karena itu, pesantren berperan penting sebagai alternatif pendidikan bagi anak-anak yang terancam putus sekolah.

Namun, karena pesantren seringkali tidak terdaftar sebagai lembaga pendidikan formal yang diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud), anak-anak yang belajar di sana juga tidak tercatat dalam sistem pendidikan nasional dan terdata Anak Tidak Sekolah / Anak Putus Sekolah (ATS/APS), dimana anak yang dianggap tidak bersekolah sebenarnya mereka tetap bersekolah tetapi dipendidikan non formal (pesantren).

Apakah ada hubungan antara pendidikan di pesantren dan peningkatan taraf hidup ekonomi?

Pendidikan di pesantren tidak hanya memberikan pendidikan agama, tetapi juga keterampilan hidup yang dapat membantu anak-anak dalam meningkatkan taraf hidup keluarga mereka. Beberapa pesantren menawarkan pelatihan keterampilan seperti bertani, berdagang, dan keterampilan teknis lainnya. Hal ini memberi mereka kemampuan untuk bekerja dan mendukung keluarga setelah menyelesaikan pendidikan. Lulusan pesantren yang memiliki keterampilan ini sering kali mampu menjadi wiraswasta atau bekerja di sektor informal, yang berpotensi meningkatkan taraf hidup ekonomi keluarga mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline