Lihat ke Halaman Asli

Fathurrahman Helmi

Penulis Sepakbola

Yang Tersisa di Final Copa America 2015: Chile yang Bergelora dan Argentina dengan Problema

Diperbarui: 6 Juli 2015   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warning!: Tulisan ini mengandung konten pribadi. Niatnya cuma sharing. Merasa tidak nyaman sok close saja. Opini sesuai pengetahuan dan pemikiran saya. Anda tidak senang tulisan saya, saya tidak membenci anda. Ini style saya sok urusin style sendiri. #NamanyaJugaHidup.

Mengawali tulisan saya ya kasih selamat lah buat Chile yang meraih gelar perdananya di ajang Internasional. Yap, Copa America 2015 selesai sudah. Salah satu dari Copa yang saya nonton di kala Puasa dan juga kelewat Keras. Bahkan pemain sehebat Neymar dan Cavani saja terprovokasi sehingga perilaku mereka dihadiahi kartu merah baik langsung maupun akumulatif. Tapi bicara yang itu mungkin tidak terlalu seasik membahas Chile yang walau menang lewat adu penalti tetap saja saya sebut meyakinkan. Kenapa?

Jika melihat performa Chile dari fase grup hingga final mereka selalu main dengan meyakinkan mulai dari menang di 4 laga dan imbang di 2 laga termasuk final. Memang berat ketika harus kebobolan 3 gol melawan Meksiko yang notabene tim keduanya yang dibawa. Tapi Chile tetap bisa membawa pulang 1 poin dengan meyakinkan melalui 3 gol pula. Chile terlihat sebagai tim dalam bermain. Walau memang komentator maupun para Analyst sering menyebut nama Alexis Sanchez, Arturo Vidal maupun Claudio Bravo tapi bagaimana jika tanpa yang lain? Akankah bisa memenangkan laga dengan meyakinkan?

Banyak yang berpikir kendali permainan Chile ada di Alexis maupun Vidal sehingga pemain lawan akan sangat menjaga kedua pemain ini di lini tengah. Tapi siapakah yang menjadi playmaker sesungguhnya dari Chile? Ya siapa lagi kalau bukan Valdivia. Pemain bernama lengkap Jorge Luis Valdivia ini lah yang punya peranan memberikan umpan kepada para pemain Chile yang termasuk mobile kemanapun bergerak. Bahkan seorang Arturo Vidal yang terkadang bermain sebagai Central Midfielder bisa masuk ke dalam kotak penalti dan terhitung membukukan 3 gol selama pagelaran bergengsi ini termasuk ada andil Valdivia disana. Bagaimana pemain La Roja hanya perlu membuka ruang diantara pertahanan lawan dan Valdivia akan mengumpan kesana.

Memang bukan hanya Valdivia di tengah lapangan yang berperan. Ada juga Aranguiz, hingga Matias Fernandez. Tapi itulah yang dilakukan Sampaoli sang pelatih Chile untuk memplot Valdivia sebagai playmaker. Ketika playmaker adalah pemain yang bukan menjadi sasaran utama dari tim lawan seperti Vidal atau Alexis maka konsentrasi pemain lawan terpecah menjadi harus menjaga sayap yang ada Alexis, menjaga area tengah yang ada Vidal ataupun menutup aliran bola yang dialirkan oleh Valdivia?

Valdivia sebagai Advance Playmaker yang notabene bisa juga berada di kotak penalti alias tidak melulu mengoper bola atau mengalirkan umpan dari pertahanan ke attacking line membuat Chile semakin liar dalam bermain. Liar seperti apa? mereka jadi bisa menyerang lewat mana saja. Melalui Sayap dengan adanya Alexis yang bisa memainkan tipikal Inverted Winger. Bisa juga Direct Ball ke tengah melalui Valdivia dan VIdal karena sudah ada Vargas di depan kotak penalti bersama Pinilla. Bisa juga melalui umpan-umpan diagonal melalui Aranguiz, Diaz maupun Isla (Tapi Isla lebih tipikal seperti Alexis). Bahkan pemain seperti Medel maupun Jara (sebelum disanksi) terus membantu serangan. Semua pemain Chile punya insting menyerang sangat baik. Itulah yang dimanfaatkan Sampaoli dan terbukti 16 gol diciptakan tim ini. Sangatlah Agresif.

Itulah yang terjadi di final Copa America, 5 Juli 2015 melawan Argentina. Chile mengambil inisiatif menyerang pertama karena mereka sadar jika head to head tidak akan terlalu baik bagi mereka tapi secara tim mereka punya cara menghentikan Messi Cs. Chile juga bermain tidak seperti tim Amerika Latin lainnya yang bisa bermain penguasaan bola di belakang sembari lini depan membuka celah untuk aliran bola mudah diarahkan. Chile bermain dengan Direct Ball yang mematikan. Tidak sedikitpun Argentina diberikan nafas dalam bermain. Bola yang berada di kaki Valdivia, Aranguiz, Isla maupun Diaz langsung diumpan kedepan menuju Alexis maupun Vargas yang mana di belakang mereka ada seorang Vidal yang siap mengantisipasi bola liar.

True Ball digunakan sebagai cara jitu untuk menghajar pertahanan Argentina yang 3 diantaranya terlampau menua. Ya Demichelis, Zabaleta maupun Mascherano harus bisa mengimbangi permain cepat ala Kick and Rush nya Chile. Entah bagaimana saya jadi teringat pertandingan Chelsea vs Arsenal yang saat itu adalah pertandingan cukup menegangkan dengan Comebacknya Arsenal setelah tertinggal 1-0 dan kemudian menang 3-2 atas tuan rumah yang berlangsung di tahun 1997 tepatnya 21 September. Permainan atraktif yang memang ngotot serta agresif untuk terus mengempur pertahanan lawan tanpa terlalu lama keeping ball.

Argentina yang memang tipikal keeping ball tidak bisa dengan mudah beradaptasi akan pola permainan yang dimainkan oleh Chile. La Albiceleste butuh untuk memegang bola cukup sampai dengan terbentuk pola untuk nyerang yang terorganisir. Membuka ruang dengan sangat banyak dan mengharapkan penetrasi beberapa pemain itulah yang dilakukan oleh Argentina tapi yang menjadi kekurangan adalah ketika Aguero tidak selalu berada di kotak penalti. Tipikal Kun Aguero yang mengikuti pola bermain sayap seperti Messi maupun Di Maria yang melebar membuat Argentina tidak punya pemain yang benar-benar Poacher atau Finisher selayaknya Vargas di Chile. Sehingga seringnya ketika di kotak penalti tidak ada seorang yang bisa membuat bola tinggal disontek saja. Memang sempat Aguero membuat Bravo kesusahan akan sundulannya. Tapi itu lewat skema set pieces. Open Play malah sering kita lihat posisi Aguero melebar ke kiri di posisi Di Maria dan menunggu pemain lain masuk untuk mengirim umpan ke kotak penalti padahal yang seharusnya (Karena dia Striker) di kotak penalti adalah Aguero sebagai Finisher. Inilah yang membuat Argentina tidak bisa memanfaatkan celah untuk counter attack. Ini juga yang mungkin membuat Kun diganti oleh Higuain yang lebih Poacher ketimbang Kun. Memang sempat memberikan kemungkinan gol melalui sontekan di extra time tapi apa yang terjadi? Higuain memang kurang dapat waktu untuk lebih mengekspolre diri. Wajar karena waktunya yang memang tidak cukup karena sebagai pemain pengganti.

Kembali ke Chile. Chile yang ngotot dan Agresif ini ternyata memang ditambah motivasi ingin menjuarai kompetisi antarnegara pertama mereka dalam sejarah. 7 Kali ke final belum juga Juara itu sangatlah aneh menurut mereka. Mereka juga punya keuntungan sebagai Tuan Rumah dan bermain di stadion nasional santiago yang bersejarah. Bagaimana mungkin mereka akan bermain melempem dengan segala faktor yang mendukung ini?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline