Kedatangan bangsa Turki di nusantara, khususnya di Aceh, bermula ketika para saudagar Turki mengikuti saudagar Arab, Persia, dan India yang mulai berdagang dengan Tiongkok dan kawasan Asia lainnya. Kerja sama antara Kesultanan Aceh dan Kesultanan Utsmaniyah dimulai di bawah kepemimpinan Sultan Alauddin Riayat Syah. Di bawah kepemimpinan Sultan Alauddin Riayat Shah, Aceh mengalami perkembangan signifikan di bidang politik, militer, perdagangan dan agama. Program utama Sultan Alauddin Riayat Syah adalah meningkatkan perdagangan dan Untuk menjamin keselamatan para pedagang setelah menumpas imperialis Portugis di wilayahnya. Program ini merupakan program yang disetujui yang merupakan kelanjutan dari kebijakan Sultan Ali Mughayat Syah
Ada empat dari mereka kebijakan yang ditetapkan oleh sultan Alaudin Riayat Syah as pelaksanaan program utama. Kebijakan ini harus dibuat Bandar Aceh Darussalam seperti ibu kota dan pusat administrasi, untuk memperkuat wilayah yang ditaklukkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah, dibangun tentara dan keterlibatan kerjasama luar negeri. Upaya diplomatik dijalin menjadi beberapa bidang intinya Negara-negara Muslim seperti India dan Turki, tujuannya adalah untuk memajukan persatuan nasional Islam
Hubungan Aceh dengan Turki Usmani secara resmi menandai kedatangannya Duta Besar Aceh di Istanbul, Turki pada tahun 1547. Trkiye menanggapi hal itu Utusan yang dikirim oleh Ottoman Dia berangkat ke Aceh pada tahun 1565. Itu saja ditegaskan melalui surat sultan Alauddin Riayat Syah 7 Januari Tahun 1566 dibawa oleh duta besar dari Aceh ke Istanbul. Faktanya, hubungannya antara Aceh dan Turki Kesultanan Utsmaniyah sudah ada sejak Aceh berada di bawah kepemimpinan sultan Ali Mughayat Syah. Saat itu Sultan Ali Mughyata Syah sedang berada di puncak hubungan lahir dari idealisme pan-Islamisme dalam berbagai bentuk kerjasama. Sebagai wali Ottoman Trkiye adalah kekuatan terbesar di dunia mengukir sejarah di Aceh dan Melayu dalam penyebaran Islam. Pertunjukan Turki dan menunjukkan wajah Islam Faktanya, ini adalah Islam yang damai dan toleran. Jadi diplomasi didirikan oleh Kesultanan Aceh dengan Kesultanan Utsmaniyah merupakan elemen penting Perkembangan peradaban Islam di Aceh, Malaya dan Kepulauan. Hal ini dapat dilihat pada naskah kuno Bahasa Melayu itu seperti Hikayat Iskandar Zulkarnai, Kisah Amir Kisah Hamzah dan Muhammad Hanayah.
KERJA SAMA DAKWAH ACEH DAN TURKI
Proses penyebaran Islam di wilayah tersebut Bahasa Melayu adalah suatu hal yang unik dan berbeda dengan daerah lain, terutama di Eropa dan Timur Tengah. Proses penyebaran agama Islam di Kepulauan Melayu dan Indonesia dilakukan secukupnya atau Wasathiyah dalam damai sejahtera. Prosesnya dipersonalisasi Karakter lokal masyarakat Aceh adalah tenang dan penuh kelembutan, jadi digunakan untuk itu paradigma yang digunakan dalam paragraf tersebut Para misionaris berkhotbah. Misi penyebaran dan dakwah Islam di dan sekitar Aceh dilakukan bersama-sama dalam gotong royong misionaris dari Arab, Persia dan India. Hal itu dilakukan untuk mencapai suatu tujuan maksud dan tujuan pendistribusian Islam di nusantara khususnya di Aceh dan wilayah Melayu. Kedaluwarsa dilakukan bersama-sama tujuan juga dapat dilaksanakan mudah tanpa perang.
Setelah melakukan kerjasama dengan kesultanan Turki Ottoman, Aceh membantu dalam pertempuran tersebut penjajah dan menjadi penjaga di kapal pengangkut jamaah haji dari nusantara, terima kasih atas kerjasamanya didirikan antara Aceh dan Ottoman Trkije status kapal haji Dari Haji Nusantara khususnya Aceh dan bahasa Melayu menjadi semakin baik membuatnya mudah. Kerjasama dilakukan antara Aceh dan Turki Ottoman, untuk memberikan jalan yang luas dan lebar dan memberikan keberadaan Jawa dan Indonesia berada di Tanah Suci (ulama dan santri yang belajar dan menyebarkan ajaran Islam)
Dalam diplomasi agama Aceh dan Jaringan Spiritual Ottoman Turki Ulama berkembang pesat. Berpengalaman di Aceh dan Turki Ottoman tahap baru. Karena diplomasi terus berlanjut Abad ke-17 lebih bersifat budaya, atau semi-evolusi religius dan intelektual. masalah ini ditandai dengan hubungan ulama Turki Usmani yang didirikan di Mekkah, Madinah dan menjadi seorang guru Pendeta Melayu-Indonesia untuk menuntut ilmu di Tanah Suci. pendeta Ini adalah Ibrahim al-Quran, seorang ilmuwan terkenal dari Turki Dinasti Usmani yang menulis kitab Ithaf alDhak, khususnya kitab ini untuk menjawab permasalahan sastra saat ini Kesultanan Aceh yang bersengketa Wahdatul tasawuf berbentuk kitab ditularkan melalui murid-muridnya, Abdurrauf Singkel. Abdurrauf Singkel adalah penyelidik utama Kesultanan Aceh pada abad ke-17. Kekaisaran Ottoman menawarkan perhatian khusus pada buku ditulis oleh Al-Qur'an karena bukunya Itu memperkuat hubungan Turki Ottoman dan Aceh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H