Pendahuluan
Meningkatnya permasalahan limbah plastik, khususnya Polyethylene Terephthalate (PET), membuat Indonesia menghadapi tantangan dalam mengelola limbah ini secara efektif. Limbah PET, yang umum digunakan dalam kemasan makanan dan minuman, menjadi penyumbang besar pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan pendekatan yang inovatif dan berkelanjutan untuk pengelolaannya, terutama melalui penerapan ekonomi sirkular dan teknologi Internet of Things (IoT).
Seiring berjalannya waktu material-material baru banyak ditemukan, salah satunya penemuan material Polyethylene terephthalate (PET) yang saat ini massif digunakan sebagai bahan baku pembuatan botol-botol minuman kemasan. Akibatnya, sampah yang dihasilkan dari kemasan sekali pakai itupun menjadi menumpuk. Maraknya penggunaan PET membuat lingkungan menjadi tercemar dengan limbah-limbahnya yang dipercayai 'tidak dapat' didaur ulang.Solusi sistem usaha daur ulang limbah plastik tersebut berskala nasional yang diawali dengan pembuatan peraturan pemerintah agar nasional yang diawali dengan pembuatan peraturan pemerintah agar semua masyarakat diwajibkan memilah sampahnya, terutama sampah semua masyarakat diwajibkan memilah sampahnya, terutama sampah plastic berbahan PET. Selanjtunya, pengumpulan dari sampah plastik tersebut dilakukan dengan metode Internet of Things (IoT), dimana masyarakat dapat mengunduh aplikasi yang terhubung dengan mesin pengumpul sampah yang tersedia di setiap kecamatan (Auliyasyifa, 126:2023).
Konsep Ekonomi Sirkular
Ekonomi sirkular adalah model yang mengutamakan penggunaan kembali, daur ulang, dan pemanfaatan kembali sumber daya. Pada konteks pengelolaan limbah PET, ini berarti menciptakan sistem di mana limbah tidak hanya dibuang, tetapi diolah kembali menjadi produk baru. Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia dapat dilakukan dengan cara mengurangi volume limbah plastik yang masuk ke tempat pembuangan akhir serta mengurangi ketergantungan pada sumber daya baru.
Tahapan awal dilakukan dengan pencucian limbah PET untuk menghilangkan kotoran ataupun cairan yang masih menempel. Pencucian dilakukan dengan detergent dan cairan asam pada suhu sekitar 50-70oC. Setelah itu dilakukan pencacahan kembali limbah PET menggunakan shredder atau grinder. Karena sudah tercacah sebagian dapat dikurangi dan proses produksi pun menjadi lebih cepat. Selanjutnya masuk ke proses ekstruksi, dimana limbah plastic PET yang telah dicacah kecil-kecil akan dipanaskan hingga meleleh di dalam barrel dengan gays gesekan dari screw dan panas dari thermocouple. Pada cetakannya, dibuat bentuk rongga-rongga sehingga ketika keluar, lelehan PET akan berbentuk menyerupai mie berwujud semi-padat. Lelehan PET kemudian dilakukan skrilling atau roll drawing menggunakan mesin skriller untuk mendapatkan ketebalan yang diinginkan, serta mengurangi residual stress. Setelah melewati tahap tersebut dan dikeringkan, lelehan PET akan berubah menjadi serat-serat (polyster-like) yang siap untuk dipintal menjadi kain pakaian (Auliyasyifa, 2023).
Peran Internet of Things (IoT)