Lihat ke Halaman Asli

fathul geograf

Penulis Buku dan Peneliti

Circular Economy and Extendet Stakeholder Responsibility (ESR)

Diperbarui: 29 September 2024   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Editing dari Penulis

 Fathul Bari, M.Pd

Persoalan sampah muncul melalui adanya penambahan jumlah sebesar 2 sampai 4% setiap tahun, sedangkan ketersediaan sarana dan prasarana masih belum seimbang serta belum memenuhi persyaratan. Diperlukan penganan yang tepat sasaran dan tepat guna dalam rangka pengedalian sampah. Melaui Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengeolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 telah menetapkan kebijakan terkait penetapan daerah percontohan guna mengelola sampah dengan cara metode 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

Sampah adalah benda buangan atau yang dibuang oleh aktivitas manusia serta maupun yang diakibatkan oleh aktivitas alam. Sampah dibuang oleh manusia tersebut karena dirasa tidak memiliki manfaat dan nilai ekonomis. Jumlah total produksi sampah di Indonesia mencapai 67,8 juta ton pada tahun 2020. Secara estimasi dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta menghasilkan sampah sekitar 185.753 ton sampah setiap hari atau sebesar 0,68 kilogram per hari dari setiap orang. Keberadaan sampah utamanya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terdapat di beberapa wilayah Indonesia baik sampah organik maupun non-organik tentu dapat menjadi sebuah masalah seperti timbulnya penyakit serta polusi tanah.

Penanganan sampah yang tidak tepat akan berdampak pada kondisi lingkungan menjadi rusak akibat penumpukan sampah serta pencemaran yang diakibatkan adanya gas metana sehingga menjadi berbahaya bagi manusia. Menangani sampah seringkali terjadi kesalahan penangan akibat kurangnya pengetahuan terkait pengelolaan sampah serta terjadinya kendala. Rendahnya kapasitas pengendalian sampah di bawah 50% dan daya sera kegiatan daur ulang dan bank sampah di masyarkat masih rendah di mana masih berkisar 11%. Berdasarkan data Kementerilan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2020) secara umum sekitar 514 kabupaten/kota yang tersebar di Indonesia masih menggunakan pola lama atau pola linier dengan cara kumpul-angkut-buang.

Semua orang tentu mempunyai harapan dapat hidup bersih dan sehat sehingga merasa tenang dalam kehidupannya akan tetapi hal ini susah untuk diwujudkan akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjada kelestarian lingkungan. Berbicara terkait kenyamanan lingkungan tentu tidak jauh dari berbicara sampah. Secara harfiah sampah merupakan barang-barang yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan oleh mayarakat maupun alam. Umumnya dalam ruang lingkup sosial terkait sirkular produk adalah bahwa semua sampah kotor serta perlu dibakar atau dibuang dengan tepat. Segala kegiatan dari masyarakat akan menghasilkan sampah sehingga sudah seharusnya menjadi tanggungjawab bersama terkait pengelolaan sampah dengan cara dari diri sendiri membuang sampah pada tempatnya dan hal ini tidak hanya diwajibkan bagi pemeritah daerah setempat.

Perlu adanya sebuah inovasi yang dikembangkan terkait penganan sampah yakni bagaimana pola lama tersebut dirubah dengan konsep baru yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Inovasi tersebut pernah dilakukan oleh David Christian dengan memanfaatkan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan kemasan makanan termasuk gelas untuk minum. Hal yang unik dari penemuan ini adalah kemasan dan gelas dari rumput laut itu dapat langsung dimakan, ataupun dapat terurai dalam 30 hari setelah penggunaanya sehingga dapat berperan sebagai pupuk alami. Kevin Utama, seorang pemuda Indonesia dari Bali yang memanfaatkan kasava atau singkong sebagai bahan baku pembuatan barang pengganti plastik (Prayudha & Naim, 2019).

Pengelolaan sampah juga harus bisa menemukan inovasi baru karena sampah yang dikelola dengan cara yang tidak efektif tanpa melalui metode serta teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan menyebabkan menurunya kualitas lingkungan mencakup kesehatan manusia serta lingkungan yang tercemar. Selain itu akan menimbulkan bencana seperti banjir akibat saluran air yang tersumbat serta air yang tercemar dapat menjadi sumber panyakit. Sampah menjadi sebuah masalah akan tetapi masalah tersebut dapat menjadi potensi komoditi yang dapat dikembangkan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia berdampak pada meningkatnya jumlah sampah di Indonesia, maka diperlukan sebuah sarana atau motode khusus pengelolaan sampah yakni dengan menerapkan Ekonomi Sirkular.

EKONOMI SIRKULAR (CIRCULAR ECONOMY)

Konsep Circular Economy (CE) pertama kali muncul pada tahun 1966 melalui konsep Closed Economy yang diusulkan oleh Knneth Boulding, yang kemudian menjadi cikal bakal Cilcular Economy. Accenture selanjutnya merumuskan lima mode bisnis dan tiga jenis teknologi CE yang dapat diadopsi oleh perusahaan diantaranya :

Model Bisnis :

  • Circualar Supplies: menggunakan energi terbarukan dan input produksi berbasis biologis atau dapat didaur ulang.
  • Resource Recovery: memulihkan sumber daya yang masih bisa digunakan dari limbah.
  • Product Life Extension: memperpanjang masa pakai produk dengan yang lain dan mendorong mereka untuk menggunakan produk secara bersama untuk menikatkan penggunaannya.
  • Sharing Platform: menghubungkan pengguna produk satu dengan yang lain dan mendorong mereka untuk menggunakan produk secara bersama untuk meningkatkan penggunaanya.
  • Products as a Service: beralih dari kepemilikan produk menjadi menawarkan pembayaran untuk akses penggunaan produk tersebut sehingga mempermudah perusahaan untuk memanfaatkan Circular Benefits dari produk tersebut (Kamdani dkk, 2019).
  • Secara konsep ekonomi sirkular sebagai sebuah solusi guna mengurangi masalah
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline