Fathul Bari, M.Pd
Pendahuluan
Pemilu atau pemilihan umum menjadi salah satu pilar penting dalam demokrasi yang memungkinkan warga negara memilih pemimpin mereka. Namun, pelaksanaan pemilu juga membawa dampak lingkungan yang signifikan. Salah satunya penggunaan kertas dalam jumlah besar untuk surat suara hingga energi yang dikonsumsi untuk kampanye dan logistik, proses pemilu menghasilkan jejak karbon yang besar. Pada konteks perubahan iklim yang semakin mendesak, penting untuk mempertimbangkan bagaimana pemilu dapat dilaksanakan dengan lebih ramah lingkungan.
Pada era krisis iklim yang semakin kritis, pemilu konvensional yang mengandalkan proses fisik seperti kertas surat suara, poster kampanye dan perjalanan untuk kampanye fisik berkontribusi signifikan terhadap emisi karbon. Bayangkan saja jutaan surat suara yang dicetak, distribusi logistik yang melibatkan bahan bakar fosil, hingga rapat-rapat akbar yang menambah polusi. Semua ini tentu saja bisa menambah beban lingkungan. Inovasi dalam digitalisasi pemilu seperti pemungutan suara elektronik, kampanye digital dan pengurangan limbah cetak dapat menjadi solusi untuk meminimalisir jejak karbon. Namun, tantangan utamanya adalah bagaimana menjaga integritas dan keamanan proses pemilu sambil tetap memastikan bahwa infrastruktur digital yang digunakan juga berkelanjutan, tidak justru menciptakan bentuk baru dari jejak lingkungan, seperti dari penggunaan energi server besar-besaran yang tidak ramah lingkungan.
Pada saat pelaksanaan pemilu baik itu pemilihan umum daerah maupun pemilihan Presiden seringkali mengabaikan jejak karbon. Pemilu di Indonesia seringkali menggunakan peralatan kampanye yang tidak dapat di daur ulang seperti kertas surat sura harusnya dilakukan upaya ekonomi sirkular dalam penanggulangan sampah. Selain itu pemakuan iklan calon kandidat yang dilakukan oleh tim sukses pada pohon, akibatnya daya serang pohon terhadap karbon menjadi tidak maksimal. Artikel ini akan membahas tantangan dalam mengurangi jejak karbon pemilu dan pendekatan ekologis yang dapat diadopsi untuk menciptakan proses pemilu yang lebih berkelanjutan.
Jejak Karbon dalam Proses Pemilu
Jejak karbon pemilu, yang mencakup total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari berbagai aktivitas terkait pemilihan, adalah masalah lingkungan yang kian mendesak. Produksi material pemilu seperti surat suara, poster, dan spanduk memerlukan kertas dan plastik dalam jumlah besar, yang pada gilirannya memicu emisi karbon signifikan. Studi oleh Smith et al. (2021) menunjukkan bahwa pembuatan alat peraga kampanye serta distribusi logistik pemilu adalah salah satu kontributor terbesar emisi ini. Kegiatan kampanye yang tidak dikelola dengan baik, ditambah dengan iklan yang boros sumber daya, hanya memperburuk masalah ini, menambah beban lingkungan yang semakin berat.
Selain itu, transportasi berbahan bakar fosil yang digunakan untuk memobilisasi pemilih dan petugas pemilu serta distribusi logistik memperparah jejak karbon yang dihasilkan. Penggunaan energi di tempat pemungutan suara, kantor pemilu dan selama kampanye yang sebagian besar masih mengandalkan sumber energi tidak terbarukan juga berkontribusi besar terhadap emisi karbon. Semua ini menunjukkan bahwa tanpa pengelolaan yang efektif, pemilu dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan yang serius dan upaya pengurangan jejak karbon dalam proses demokrasi ini harus segera diprioritaskan.
Tantangan dalam Mengurangi Jejak Karbon Pemilu