Namanya Supriyadi. Tapi yang ini bukanlah sosok misterius mantan Komandan PETA yang sempat menjadi perbincangan. Dia kenalan saya, rekan atau bahkan lebih dari sekedar itu. Saya mengenalnya pada pertengahan tahun 2005 di awal bulan Juli di Sawahan, sebuah dusun kecil di pesisir Kulon Progo.
Masih terbayang bagaimana pertamakali kami bertemu dan berkenalan. Sore itu hari pertama kedatangan sekelompok mahasiswa dari UGM peserta program kuliah kerja nyata (KKN). Kami dibagi menjadi beberapa Sub Unit yang tersebar di beberapa dusun. Kebetulan saya waktu itu tinggal di sub Unit yang berada di dusun Sawahan.
Seperti yang sebelumnya sudah diberikan dosen-dosen pembimbing, minggu-minggu awal kami gunakan untuk bersosialisasi, berkenalan dengan penduduk. Sosok yang pertama kali saya kenal selain tuan rumah waktu itu adalah seorang tokoh pemuda, perawakanya agak kurus, berkulit sawo matang. Lelaki tersebut mengunjungi pondokan kami di sawahan, kami berkenalan dan berbincang-bincang tentang program-program kami di Sawahan. Sejak itulah saya mengenalnya sebagai sosok yang ramah dan ringan tangan.
Program demi program, kegiatan demi kegiatan kami di Sawahan pun akhirnya terselenggara. Tak hanya kegiatan yang berhubungan langsung dengan kegiatan KKN yang kami lakukan tapi juga kegiatan tak resmi seperti jalan santai sehabis subuh ke pantai, olahraga dan aktivitas lain. Secara tak sadar kami memiliki kedekatan dengan pemuda,pemudi dan masyarakat sekitar. KKN yang awalnya saya kira bakal menjadi saat yang membosankan ternyata justru saya nikmati. Kegiatan yang berlangsung selama dua bulan itu kami rampungkan dengan tidak terasa ditutup dengan malam perpisahan yang diisi dengan pengajian dan saling bagi kesan di rumah salah seorang warga.
Dalam kegiatan demi kegiatan KKN tersebut saya mengenal Supriyadi. Selepas KKN usai dan kembali ke aktivitas kampus, lulus dan kerja saya sempat tidak mendapat kabar terbaru tentang Supriyadi. Hingga suatu pagi tanggal 8 November 2010 saya membaca sebuah Koran. Tak biasanya saya membeli Koran tersebut. Saya membeli dua Koran lokal di DIY. Tak sengaja saya membeli Koran, seperti kejadian tahun 2005 ketika saya membeli Koran local dan membuka halaman tengah melihat foto mirip saya dan ternyata tulisan saya masuk di suara mahasiswa. Waktu itu Supriyadi juga membaca tulisan saya di Koran yang dipasang di salah satu sudut desa.
Namun sayangnya yang terjadi saat ini bukan terkejut melihat sesuatu yang membahagiakan. Saya melihat di salah satu halaman ada foto Supriyadi. Saya sempat kaget dan setelah membaca alamat lengkap yang tertulis ternyata benar. Dia adalah Supriyadi kenalan saya. Ia hilang bersama 3 orang relawan lain di Merapi ketika menjalankan tugas sebagai tim penyelamat. Jasadnya ditemukan tertutup abu vulkanik bersama korban yang lainya.
[caption id="attachment_74701" align="aligncenter" width="300" caption="sumber foto : berita.liputan6.com"][/caption]
Selamat jalan kang Supri. Semoga apa yang kau lakukan benar-benar diberikan pahala yang setimpal olehNya. Insya Allah syahid di jalanNya. Selamat jalan pahlawan.
Sardonoharjo, Jalan Kaliurang KM 10, 10 Nobember 2010
FATHONI ARIEF
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H