Lihat ke Halaman Asli

Fathoni Arief

Rakyat biasa

Pojok Jakarta : Generasi Kolong Jembatan

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_163112" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Kejadianya selalu sama. Ketika saya masih kerja di daerah Kebayoran Lama setiap pulang saat sepeda motor  terhenti di lampu merah tugu Pancoran seorang gadis kecil usianya belumlah menginjak 5 tahun menyusup diantara mobil dan sepeda motor yang berhenti. Gadis kecil mengulurkan tangan berharap rupiah dari setiap pengendara berpindah dari jaket atau kantong celana ke tangannya. Tubuh kecilnya hilang diantara kumpulan motor yang siap tancap gas ketika lampu berwarna hijau. Ia terus melangkah diantara kendaraan yang mengepulkan gas dari knalpot tanpa masker tanpa alas kaki. Dari hari ke hari hampir sama dan selalu ada seorang wanita dewasa entah itu ibu atau siapanya berdiri mengawasi di pinggir.

Hampir tiap hari setiap pulang kerja ketika melewati tugu pancoran melihat mereka. Tak pernah saya memberi recehan pada mereka. Namun suatu ketika kebetulan saya membawa sebungkus permen. Ketika gadis kecil berhenti sebungkus permen itu saya berikan. Ternyata ada kebahagiaan tersendiri yang terbaca dari ekspresinya. Sambil berjalan ia sibuk membuka-buka permen dan seakan lupa dengan deretan pengendara motor dimana biasa ia menjulurkan tangan mengharap rupiah.

Gadis kecil itu bukanlah satu-satunya generasi penerus bangsa yang gamang nasibnya. Ada berapa banyak perempatan, kolong-kolong yang dihuni anak-anak seperti mereka. Seperti di stasiun coba saja amati ketika naik KRL tujuan manapun utamanya ketika naik kereta kelas ekonomi.

[caption id="attachment_163146" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Suatu ketika saya dan seorang rekan hendak hunting foto di daerah Bogor. Biasanya kami mengambil obyek apa saja, dimana saja. Menarik atau tidak urusan nanti. Saat tengah asyik mengambil foto datang dua anak jalanan kecil. Mereka mengaku bernama Dede dan Kiki. Dua bocah berpenampilan dekil, namun ekspresi ceria tetap terpancar di wajah mereka. Dede berusia 8 tahun sedangkan Kiki kira-kira masih berusia 5 atau 6 tahunan.

Kami sempat ngobrol bertanya tentang tempat tinggal dan keseharian mereka. " Tinggalnya dimana?" tanya saya pada Dede, " Itu di dekat stasiun ada gudang tua," jawabnya sambil menunjuk ke suatu tempat,

Mereka tertarik dengan aktifitas kami ketika mengambil gambar-gambar mereka. Mereka penasaran dan ingin melihat hasilnya seperti apa. Sewaktu rekan saya menunjukkan hasil jepretannya keduanya hanya tertawa-tawa girang melihat gambar mereka.

[caption id="attachment_163130" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Dede berkisah tentang kesehariannya. Sehari-hari mereka biasa mengemis di angkot-angkot. Saat kutanya kenapa tidak mengemis di stasiun? Dede menjawab " tidak boleh". Awalnya kukira mereka dilarang oleh kelompok pengemis lain namun Dede melanjutkan ceritanya. " Tidak boleh sama Pamsus," katanya. " Apa tuh Pamsus?" tanyaku. " Tuh, petugas pengamanan yang pakai helm," jawabnya sambil menunjuk-nunjuk ke arah petugas berseragam biru tua. [caption id="attachment_163119" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Dede memperlihatkan plester yang masih menempel di kaki dan dagunya. Hal ikhwal plester tersebut ia menceritakan berawal dari peristiwa beberapa hari lalu sewaktu mengemis di kereta. Karena ketahuan petugas ia digelandang keluar petugas keamanan kereta dan tongkat pemukul tanpa ampun mengenai kakinya dan dagunya juga terluka. Membayangkan cerita mereka saja sudah miris namun nampaknya mereka santai santai saja. Dengan segala keluguan mereka kembali asyik berlari-lari menikmati dunia mereka sendiri.

[caption id="attachment_163123" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni"][/caption]

Gadis kecil di jembatan Pancoran, Dede, Kiki harusnya bisa menikmati masa-masa kecil mereka. Berhak atas pendidikan, dan hidup layak. Bukankah mereka juga termasuk rakyat?

"Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara" (UUD 45 Pasal 34)

Wassalam

Fathoni Arief

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline