Lihat ke Halaman Asli

Fathoni Arief

Rakyat biasa

Kisah Pilu Jawa Suriname

Diperbarui: 11 Juli 2017   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_139159" align="alignleft" width="262" caption="Ibu Soemirah doc : nationaalarchief.nl"][/caption]

Kedatangan Soeleika Karso ke pulau Jawa yang pertama kali meninggalkan kesan mendalam. Sepanjang perjalanan ketika menapakan kaki di tanah Jawa ia tersentuh dan meneteskan air mata.“ Setelah mengunjungi Magelang, Salatiga dan Semarang sayamerasa 200 persen orang Jawa sekarang. Saya merasa juga bagian dari Indonesia,” ujarnya.

Memulai cerita tentang Soleika Karso saya memulai dari sebuah tempat ribuan kilometer dari Kepulauan Nusantara, tepatnya di Amerika Selatan terdapat sebuah negara kecil bernama Suriname, bekas koloni Belanda di utara Brasil di pantai Karibia. Di negara kecil tersebut saat ini lebih dari 70.000 orang warga keturunan Jawa tinggal.

Jauh sebelum mengenal Soleika sepenggal peristiwa di masa lalu tentang Suriname menginspirasi saya menulis sebuah cerita pendek yang berlatar belakang peristiwa tersebut. Dari hal itu juga akhirnya saya berkenalan dengan beberapa orang keturunan Jawa Suriname melalui dunia maya. Dari merekalah saya mendapat cerita banyak mengenai kisah memilukan ini.

Kedatangan orang Jawa di Suriname bermula dari peristiwa hampir 33.000 orang Jawa yang bermigrasi. Mereka datang lewat Badragumilang (program bedhol desa ke Suriname) diangkut dengan kapal laut menyeberang ke sebuah negara yang sangat jauh. Mereka dibawa mernyeberangi Samudera Pasifik, ke sebuah tempat baru di daerah benua Amerika yang bernama Suriname.

Mereka tiba pada periode 1890-1939. Mereka berasal dari Jawa Tengah dan daerah sekitar Batavia, Surabaya dan Semarang. Dengan bekal janji-janji dan harapan akan perubahan nasib selepas selesainya kontrak mereka rela pergi jauh meninggalkan tanah kelahirannya. Sebagian besar dari mereka dibawa ke daerah-daerah perkebunan, pabrik dan industri lain di negara yang juga dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda itu. Menurut kontrak mereka tertulis pihak perkebunan sebenarnya harus menyediakan perumahan gratis bagi mereka namun yang mereka dapatkan seringkali di bawah standar.

Dari imigran generasi pertama ini tak semua menetap disana. Ada yang kembali ke tanah air sebelum terjadinya Perang Dunia II namun jumlahnya 20 hingga 25 persen dari migran Jawa. Sebagian besar migran menetap di Suriname. Data-data mengenai buruh perkebunan yang didatangkan dari Jawa bisa dilihat di situs ini. Di sini bisa dilacak nama, asal daerah, nama orang tua, usia, kapal yang membawa mereka dan data-data yang lain.

Melalui Sebuah Milis

Saya mengenal Soeleika Karso dua tahun yang lalu dari sebuah milis komunitas Jawa yang tinggal di negeri Belanda. Selepas itu saya sering bercakap-cakap menggunakan fasilitas Yahoo Messanger. Dari situ juga saya mengenal dengan beberapa nama lain yang juga berasal dari Suriname dan memiliki kisah yang serupa.

Soeleika Karso kini tinggal di Kota De Amelo Belanda. Ia merupakan generasi ketiga pendatang Suriname dari Jawa. Leluhur Soeli berasal dari sebuah daerah di Salatiga (Jawa Tengah).”Bapak asli Salatiga sedangkan ibu asli Magelang,”ujarnya.

Nenek Soeli bernama Soemirah. Menurut cerita Soeli kedatangan neneknya ke Suriname sekitar tahun 1920, tepatnya tanggal 4 Februari 1920. Sebelum ke Suriname Nenek dan Kakek Soeli merupakan suami istri yang bematapencaharian sebagai petani. Mereka memiliki seorang anak bernama Anak karso.

Soemirah pergi ke Suriname tanpa sepengetahuan Karso. Waktu itu Karso berumur sekira 26 tahun tengah menggarap sawah. Soemirah waktu itu berumur 25 tahun dan Anak Karso berumur 6 tahun Anak beranak Ibu Soemirah dan Anak Karso dibawa paksa oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Suriname. Mereka dibawa paksa oleh penyalur tenaga kerja ketika mereka berdua hendak pergi ke pasar. Mereka diangkut bersama orang Jawa dari berbagai daerah dengan menggunakan kapal.

Soemirah tak bernasib baik seperti rekan-rekannya yang bisa kembali ke tanah air. Ia menetap bersama Anak Karso. Anak Karso tumbuh dewasa disana, hingga berkeluarga dan menikah dengan gadis sesama keturunan Jawa di Suriname. Dari hasil pernikahan tersebut tahun 1947 lahir anak perempuan yang ia beri nama Soeleika Karso.

Soeleika Karso yang setelah berkeluarga serta kematian Soemirah dan bapaknya anak Karso dan ibunya, kemudian pindah dari Suriname ke Negeri Belanda hingga sekarang. “My sedulur balik from Suriname to Pekanbaru akeh,” ujarnya dengan bahasa yang campur aduk.

Soeleika sudah lebih dari 30 tahun tinggal di Belanda. Meskipun begitu kenangannya akan Suriname masih ada. Ia masih bisa mengingat berbagai hal mengenai cara mereka bicara dan asal mereka. “Neng Suriname akeh banget wong jowo soko : Yogja,Magelang,Salatiga,Semarang,Wonogiri,” ujar Soelikarso.

Menurut Soeleika kebanyakan masih bisa menguasai Bahasa Jawa namun bukan menggunakan Krama Inggil dan hanya menggunakan Ngoko. Selepas pindah ke Belanda Soelikarso sebelumnya sudah 32 tahun tak pernah menggunakan bahasa Jawa. Hingga suatu waktu di hendak berlibur ke Indonesia kursus bahasa Jawa selama 6 bulan. “ Bar kursus terus iso omong maneh ,sedikit,” ujarnya.

Kedatangan Soeleika ke pertama kali ke pulau Jawa begitu berkesan. Sepanjang waktu ia meneteskan air mata. “ Setelah mengunjungi Magelang, Salatiga dan Semarang sayamerasa 200 persen orang Jawa sekarang. Saya merasa juga bagian dari Indonesia,” ujarnya.

Kini masih ada satu impian Soeleika. Di masa tuanya ia ingin berjumpa saudara dari Kakeknya di Salatiga. Namun itu bukanlah hal yang mudah. Sejak kepergian nenek Soemirah dan Anak Karso ke Suriname, sampai akhir hayatnya tak pernah terjalin komunikasi diantara mereka.

Hingga sekarang saya masih berkomunikasi dengan Soeleika. Cerita tentang dirinya yang tengah mencari leluhur bahkan sempat ada di surat pembaca beberapa surat kabar namun sebulan lalu ketika saya tanyakan hasilnya ternyata belum ada. Sesuai dengan janji saya untuk membantu artikel ini saya tulis dengan harapan ada setitik informasi mengenai keberadaan keluarga Soeleika.

Tanah Jawa, 12 Mei 2010

Fathoni Arief

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline