Alasan mengapa umat Islam mengalami keterlambatan dalam percetakan
Terdapat mitos yang beredar di kalangan cendekiawan barat maupun di kalangan masyarakat islam yang beranggapan bahwa salah satu penyebab keterbelakangan peradaban Islam, yang awalnya bermula dari dinasti kesultanan utsmaniyah atau turki usmani yaitu adalah ketakutan terhadap penggunaan mesin percetakan.
Dalam sebuah ensiklopedi Oxford, John L Esposito menyatakan bahwa salah satu alasan keterlambatan umat Islam dalam percetakan adalah karena adanya penolakan dari para pemuka agama.
Mesin cetak pada masa itu dianggap sebagai simbol berlebihan keinginan manusia atas sebuah pengetahuan. Pada masa itu, alat percetakan dianggap sebagai ‘alat dari setan’ karena dapat menjauhkan umat Islam dari nilai-nilai spiritual. Selain itu mesin cetak yang diciptakan oleh orang-orang kafir, dianggap dapat mengancam keimanan umat.
Diceritakan bahwa dalam ketakutan dan kecurigaan tersebut, sebuah pernyataan dikeluarkan bahwa mesin cetak adalah benda terlarang dan siapa pun yang menggunakannya secara sembunyi-sembunyi akan dihukum mati.
Dalam The History of The Ottoman Empire : Osman’s Dream oleh Caroline Finkel diceritakan bahwa,
“…Sultan Bayezid II segera melarang semua percetakan dan perintahnya ditegaskan kembali oleh Sultan Selim I pada tahun 1515 - kejahatan tersebut dapat dihukum mati".
Walaupun hal tersebut belum memiliki bukti yang kuat karena belum ditemukannya salinan pelarangan yang dikeluarkan oleh Sultan Bayezid II dan Sultan Selim I, namun hal ini dipercayai oleh para intelektual sebagai kebenaran umum.
Awal perkembangan percetakan Islam di Timur Tengah ditemukan oleh Ibrahim Müteferrika. Ia adalah muslim pertama yang menjalankan sebuah percetakan dengan menggunakan tulisan Arab. Melalui teknologi yang didapatkannya di Prancis dan Swedia, Ibrahim mencetak salinan atlas, kamus, dan literatur agama.
Ibrahim Müteferrika mendapatkan izin dari Sultan Ahmed III untuk mencetak buku. Müteferrika mencoba meyakinkan kesultanan Usmani dan para pemuka agamanya selama lebih dari 10 tahun agar dapat menerima kehadiran percetakan Islam. Ia juga meyakinkan bahwa penggunaan mesin cetak tidak berbahaya bagi umat Islam. Müteferrika berpendapat bahwa percetakan dapat melestarikan dan memperbanyak buku-buku untuk merevitalisasi pembelajaran.
Namun sejak mendapatkan izin dari Sultan Ahmed III, industri percetakan Usmaniyah juga tidak berkembang. Sejak mulai beroperasi pada 1729 hingga 1745, mereka hanya memproduksi 17 judul buku dengan total 12 ribu eksemplar. Dari tahun 1746 hingga 1802, jumlahnya meningkat hanya 28 judul. Selama abad ke-18, kurang dari 50.000 buku dicetak.