Sebut dan panggil saja namanya Fira. Cewek kelas sebelah yang famous di kalangan banyak cowok di sekolah ini. Entah apa yang berhasil membuat dia begitu menarik hati teman-temannya. Yang terpenting dia anak pindahan dari luar kota. Sudah dua bulan dia menduduki kelas barunya. Dan tidak ada dua jam setelah dia duduk dari bangku yang biasa dia tempati, banyak sekali teman yang mendekatinya. Dari teman kelasnya, kelas sebelah, adik kelas, bahkan tidak jarang guru pun ikut bergabung mendekatinya. Entahlah, yang pasti dia sangat famous di sekolah itu. Aku mengamatinya dari jauh. Lebih tepatnya di bawah sudut jendela ini tempat biasanya aku melihat sosok yang tidak pernah muncul lagi. Ginang. Namanya Ginang. Makhluk dari Sukabumi ini berhasil menjuhkan nilai ujian pertamaku. Entah apa yang membuatnya terlihat sangat menawan menggunakan seragam osis dengan balutan sweeter hitam kesayangannya. Postur tinggi serta kacamata yang tidak pernah lepas dari kepalanya itu. Kulit putih alami yang ia dapat dari pasangan blesteran Perancis-Sukabumi itu tidak pernah sekalipun mendapatkan hinaan dari teman-temannya atas penampilannya sekarang. Makhluk ganteng itu selalu mangkal di perpustakaan tiap jam istirahat kedua. Usai makan siang aku tak pernah meluangkan waktu sebentar untuk melihatnya sebentar lewat sudut jendela kelasku. Satu detik melihatnya, dua detik, tiga detik, kemudia pergi. Ada makna tersirat dari wajahnya. Ada yang membuatnya sangat menarik sehingga tidak ada alasan untuk tidak melihatnya setiap istirahat kedua. Sekalipun aku tau, dia tak akan melihatku lagi.
“ TIN ! “ Aldo mendekatiku, menghentikan lamunanku.
“Ayo ke kantin ! “ Katanya lagi.
Tanpa dikomando dua kali aku langsung bangkit dari kursi meninggalkan sudut jendela itu. Mengambil dompet kemudian melangkah menuju kantin. Aldo, teman dekatnya sejak kelas satu smp hanya bengong melihatku yang terlihat tak berselera untuk makan. Aku sadar ia mengamatiku, namun aku enggan untuk mengajaknya berbicara. Sangat enggan. Langkahku tehenti sejenak saat melewati perpustakaan sekolah. Mengamati sekeliling perpus itu, lagi-lagi mataku menjurus ke salah satu bilik di sudut dekat rak itu. Menelan ludah, kemudian pergi menuju kantin, tempat dimana aku biasa meluangkan waktuku sebentar untuk sedikit ngobrol. N amun lagi-lagi langkahku terhenti sejenak. Mengamati kelas yang selalu ramai oleh anak-anak. Aku hanya menoleh sebentar kemudian berjalan ke kantin. Aldo yang sedari tadi mengamatiku hanya diam, dia seperti mengerti apa yang tengah terjdi saat ini. Kegundahan hatiku. Ah, memang hanya dia yang paling bisa mengerti aku.
Usai menghabiskan waktu sebentar di kantin itu, aku kembali ke kelas. Aldo hanya terdiam saat melihatku langsung kembali ke kelas. Berada di kantin tempat di mana orang berdesakan untuk membeli jajanan favorit mereka itu sungguh melelahkan. Sepanjang perbincangan hanya membicarakan cewek baru di kelas viii C itu. Lagi-lagi aku hanya menghela nafas. Entah apa yang sedang ku pikirkan sekarang. Cewek itu benar-benar berhsil membuat semangat makan ku hilang. Jangankan makan, untuk sekolah saja sekarang harus ada mama yang membujuk ku untuk sekolah. Aku kembali duduk di kelas, di bangku tempat aku selalu melihat Ginang. Hari ini hari Sabtu. Itu tandanya ada rapat guru sehingga murid dibebaskan untuk melakukan sesuatu yang mereka senangi. Aku memilih untuk pergi ke taman di belakang sekolah tanpa teman, sekalipun Aldo. Sebersit pikiran ingin melanjutkan hobi menulisku yang sempat terhenti. Aku pun menarik nafas dalam-dalam, kemudian di buku kuning itu aku mulai menulis.
“ Rabu, 13 juni 2013, taman sekolah
Entah apa yang sedang aku pikirkan hari ini. Semua terasa hampa. Tanpa semangat, tanpa teman, dan tanpa Ginang. Teringat disaat aku masih menjadi siswa pindahan dari Amerika. Saat banyak orang ingin seklai mengenalku lebih jauh. Dan saat Ginang, cowok terpopuler di sekolah mulai mengatakan perasaannya ke aku. Dan aku menerimanya . Banyak orang sangat iri melihat aku dan dia. Ah, aku dan Ginang memang pasangan yang serasi. Dua bulan setelahnya, tepat hari Minggu dia mengajakku ke taman kota. Dan mengatakan hal yang belum pernah sekalipun aku mendengarnya dari sipapun itu. “putus”. Cowok dahsyat yang diciptakan Tuhan untuk menyakitiku itu memang tak punya hati. Meninggalkan ku hanya untuk cewek pindahan dari luar kota itu. Oh, ternyata Fira memang mantannya. Aku memang harus melihat orang dari hati dulu. Ah biarlah Tuhan memang adil. “
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H