Lihat ke Halaman Asli

Fathi Rafi

Penulis/santri tebuireng

Gus Miftah dan Pedagang Es: Adab dan Etika

Diperbarui: 4 Desember 2024   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Radar Jogja

Penceramah sekaligus utusan khusus presiden bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan, Gus Miftah menjadi sorotan. Pasalnya dalam vidio yang beredar Gus miftah sedang mengisi suatu kajian di magelang, jawa tengah. Disela sela itu, ada seorang penjual es teh dan air mineral yang sedang membawa dagangannya.

Dalam Keterangan Vidio yang beredar bahwa jamaah berteriak untuk meminta memberong dagangannya kepada Gus Miftah namun tanggapan dari Gus Miftah membuat kontroversi dari berbagai kalangan dan mengecam akan ucapannya.

"Es tehmu sih akeh (masih banyak) enggak? ya sana jual go*lok."

Masyarakat mengecam adab Gus Miftah. Mereka menyebutnya sosoknya tak cocok menjadi seorang yang mengaku ahli agama dan utusan presiden.

Dalam kasus ini perlu diingat alangkahnya mereka tokoh agama atau siapapun yang memiliki nama terpandang tak terkecuali masyarakat biasa untuk menjaga sikap dan adabnya. Sebab kenapa, karena hal yang seperti ini sering dianggap remeh namun berdampak yang sangat luar biasa. Seperti bullying, kenapa pembulian di Indonesia sering terjadi dan dianggap hal yang lumrah karena dalam kebiasaan kita dalam bersosial tindakan atau ucapan kasar kepada seseorang adalah hal yang dianggap remeh dan itu terkadang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki panggung dan haus akan validasi bahwa tindakan yang diperbuatnya benar.

Dalam momen ini pula pedagang es yang berada di tempat tersebut juga memiliki kesalahan. Kenapa waktu dimana jama'ah sedang mengikuti kajian bapak pedagang ini berdiri di tengah-tengah jama'ah dan berjualan yang sontak membuta jama'ah terganggu. Ya, memang bapak tersebut ingin mencari nafkah melalui dagangannya akan tetapi, haruskah berada ditengah-tengah jama'ah yang sedang mengikuti kajian. 

Situasi ini jangan sampai timbul perpecahan dan tuduhan negatif terhadap gelar "Gus" yang dapat berakibat pada pondok pesantren yang pengasuhnya adalah anak kyai. Momen ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa ucapan atau lisan harus dijaga dan semua perbuatan kita harus sesuai dengan etika yang ada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline