Tidak banyak yang sadar bahwa setiap butir nasi yang tertinggal di piring atau sepotong roti yang terbuang bisa menjadi bagian dari suatu masalah yang besar. Di balik sisa-sisa makanan yang sering dianggap sepele, ternyata memiliki dampak yang luas terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Setiap harinya, jutaan ton makanan terbuang dengan sia-sia, padahal jika dimanfaatkan dengan bijak, makanan tersebut bisa memberikan manfaat yang besar bagi banyak orang.
Pada kenyataannya, pembuangan makanan tak hanya merugikan dalam hal uang. Gas metana yang dihasilkan oleh makanan yang dibuang ke tempat pembuangan akhir berkontribusi pada pemanasan global, sementara ketimpangan pangan terus menjadi masalah yang tak kunjung terpecahkan. Karena itu, kesadaran kita tentang food waste sangat relevan dengan tujuan SDGs 12, yang mengedepankan konsumsi dan produksi yang lebih bertanggung jawab.
Mengungkap Bahaya Tersembunyi dibalik Sisa Makanan
Sisa makanan yang terbuang sepertinya hanya masalah kecil, namun dampaknya jauh lebih besar dari yang kita kira. Setiap hari, jutaan ton makanan terbuang begitu saja di seluruh dunia, terutama di Indonesia yang menempati peringkat ke-5 di dunia. Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 110.000 ton per hari, dengan total sampah yang dihasilkan mencapai sekitar 40 juta ton per tahun.
Limbah makanan ini memiliki dampak besar terhadap lingkungan. Saat makanan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), sampah akan mulai membusuk dan menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang jauh lebih berbahaya dibandingkan karbon dioksida. Metana yang dihasilkan dari pembusukan makanan ini berkontribusi pada pemanasan global, memperburuk perubahan iklim yang sudah menjadi ancaman besar bagi bumi.
Sampah organik yang terbuang tidak hanya mencemari udara, tetapi juga merusak tanah dan air, karena bahan kimia yang terkandung dalam makanan yang membusuk dapat mencemari sumber daya alam. Jika limbah makanan terus menumpuk di TPA, akan membutuhkan lebih banyak ruang untuk menampungnya, yang pada akhirnya memperburuk masalah pengelolaan sampah. Selain itu, pemborosan makanan juga berarti pemborosan sumber daya alam. Air, tanah, dan energi yang digunakan untuk memproduksi makanan tersebut menjadi sia-sia begitu makanan dibuang tanpa dimanfaatkan, yang berujung pada kerusakan ekosistem dan meningkatnya tekanan pada sumber daya alam yang semakin terbatas.
Apakah Limbah Makanan hanya Berdampak pada Lingkungan?
Selain berdampak pada lingkungan, limbah makanan juga berdampak pada aspek ekonomi. Meskipun dalam jumlah kecil mungkin sangat tidak terasa, secara global, menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), limbah makanan menyumbang kerugian ekonomi hingga 551 triliun per tahun. Di sisi lain, jutaan orang masih mengalami kelaparan. Berdasarkan data dari Global Hunger Index (GHI) 2023, sekitar 270 juta orang di Indonesia masih menghadapi masalah kelaparan. Hal ini mencerminkan ketimpangan yang sangat besar dalam distribusi pangan, di mana sebagian besar makanan terbuang sia-sia sementara banyak orang kekurangan gizi dan akses terhadap makanan yang cukup.
Langkah selanjutnya: Kurangi Limbah Makanan untuk Kehidupan Bumi
Setiap tindakan kecil bisa membawa perubahan besar, termasuk cara kita menangani sisa makanan. Mulailah dari hal sederhana: ambil makanan secukupnya, beri makanan jika sekiranya berlebihan, dan manfaatkan kembali sisa makanan yang masih layak. Dengan langkah-langkah ini, kita tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga membantu melindungi lingkungan. Ayo jadikan pengelolaan makanan sebagai kebiasaan sehari-hari untuk mendukung SDGs 12 dan mewujudkan dunia yang lebih berkelanjutan bagi generasi depan. Keputusan ada di tangan kita, Maukah kita menjadi solusi atau justru tetap jadi bagian dari masalah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H