Kehadiran bandar udara di sebuah kota sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan kota tersebut. Ketersediaan bandar udara yang nantinya akan menjadi pusat pertumbuhan sebuah kota oleh Profesor John Kasarda dinamakan dengan konsep Aerotropolis. John Kasarda dari University of North Carilona memunculkan sebuah gagasan berupa pengintegrasian kawasan bisnis dengan bandar udara. Bandar udara menjadi basis dalam pengembangan ekonomi suatu kota, dimana segala pembangunan kawasan industri diarahkan untuk menunjang aktivitas bandar udara.
Oleh Dewan Bandara Internasional, aerotropolis didefinisikan sebagai perkembangan kota yang organik dan dimulai dari bandara itu sendiri. Artinya bahwa suatu bandar udara tidak hanya dimaknai sebagai penyokong kegiatan penerbangan. Lebih dari itu, bandar udara akan mampu memunculkan kegiatan lainnya dan membentuk kawasan-kawasan baru seperti kawasan perkantoran, hotel, pusat hiburan, dan lain sebagainya.
Konsep aerotropolis berawal dari adanya proses pengembangan fungsi bandar udara disuatu wilayah. Bandar udara merupakan salah satu pintu yang dapat menarik masuk dan keluar manusia maupun barang ke wilayah dimana bandar udara tersebut berada. Hal itu tentunya dapat menjadikan bandar udara sebagai sebuah magnet yang akan menarik aktivitas manusia.
Makin banyak mobilitas yang terjadi di dekat bandar udara, akan makin memperbanyak sarana prasarana penunjang yang dibutuhkan guna memenuhi keperluan orang-orang yang bermobilitas. Konektivitas pusat-pusat pertumbuhan dengan bandara pun harus baik. Konektivitas yang baik antar pusat pertumbuhan dapat memacu perkembangan suatu wilayah.
Pengembangan suatu kota atau wilayah dengan konsep aerotropolis telah banyak diadopsi oleh kota-kota di luar negeri. Misalnya di kawasan Sky City yang tempatnya berdekatan dengan Hongkong International Airport. Kawasan bisnis di daerah tersebut tidak hanya berkembang guna memenuhi kebutuhan penerbangan, tetapi juga berkembang menjadi kawasan bisnis terintegrasi yang di dalamnya terdapat taman hiburan Hongkong Disneyland serta pemukiman Tung Chung.
Di negara Belanda, konsep arotropolis dikembangkan didekat bandara Schiphol Amsterdam yang membentuk distrik bisnis Zuidas. Bebagai macam perusahaan skala global berkantor di distrik Zuidas. Muncul mula tempat-tempat hiburan, café, mall, dan restoran. Terdapat pula kawasan hunian bagi pegawai perusahaan yang bekerja di distrik ini.
Selain Hongkong dan Belanda, negara lain seperti Malaysia, Korea Selatan, Dubai, dan Amerika juga ikut serta menggunakan konsep aerotropolis dalam mengembangkan kota-kota di negaranya. Banyak negara menganut konsep ini karena mereka beranggapan jika penerapan konsep aerotropolis dapat mendatangkan potensi bisnis yang besar, tak terkecuali dengan Indonesia. Baru-baru ini PT Angkasa Pura II selaku perusahaan pengelola bandar udara mulai menerapkan konsep aerotropolis dalam pembangunan bandar udara di Kualanamu, Sumatera Utara.
Akan tetapi, pengembangan aerotropolis khususnya di Indonesia perlu memperhatikan berbagai aspek dan perlu perencanaan yang matang. Hal ini mengingat kota-kota atau wilayah di Indonesia memiliki karakteristik geografis serta karakteristik wilayah beragam. Tidak semua kota atau wilayah di Indonesia bisa dikembangkan dengan konsep aerotropolis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H