Lihat ke Halaman Asli

Fathia Hammany

Mahasiswi Sosiologi UIN Sunan Kalijaga

Nasib Driver Ojol di Era Gig Economy: Antara Fleksibilitas dan Ketidakpastian

Diperbarui: 23 Desember 2024   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, muncul fenomena ekonomi baru yang dikenal sebagai Gig Economy. Istilah 'gig' dalam bahasa Inggris bermakna 'manggung' biasa digunakan untuk konteks yang berkaitan dengan dunia musik. Istilah ini menggambarkan pekerjaan yang biasanya bekerja dalam jangka waktu relatif pendek. Dengan demikian, Gig economy adalah sistem tenaga kerja yang berbasis platform digital dan pekerjaan bersifat sementara atau memiliki kontrak. Sehingga para pekerja Gig economy ini dapat bekerja secara fleksibel. Gig economy ini muncul sebab banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaannya akibat adanya pandemi COVID-19. Dengan diterapkannya kebijakan physical distancing dan work from home, masyarakat banyak beralih pekerja mandiri (freelancer) yang dimana pekerjaannya tergantung pada adanya permintaan dari pembeli.

Fenomena Gig economy ini melahirkan beragam jenis pekerjaan yang fleksibel dan independen, salah satunya adalah profesi driver ojek online (ojol). Di masa kini, driver ojol menjadi pilar penting dalam ekosistem transportasi modern di perkotaan. Mereka menyediakan layanan transportasi yang cepat, terjangkau, dan mudah diakses melalui aplikasi. Belum lagi ketika di musim panas atau musim hujan datang, orang-orang mulai merasa malas untuk berangkat kerja atau membeli makan keluar sebab tak ingin kepanasan atau kehujanan. Mereka lebih memilih untuk pesan lewat aplikasi dan membayar mahal untuk kebutuhan mereka. Masyarakat juga menginginkan segala sesuatu yang mudah dan menghemat waktu. Dengan menggunakan aplikasi ojol, orang bisa lebih menghemat waktu yang terbuang untuk mencari parkir, mengantre, atau menghadapi kemacetan. Waktu yang dihemat ini bisa digunakan untuk kegiatan lain yang lebih produktif. Aksesibilitas dan layanan yang ditawarkan aplikasi ojol juga variatif. Tidak hanya transportasi dan pesan antar makanan, tapi juga melayani pengiriman barang, belanja kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain. Selain itu, dalam situasi darurat seperti tidak adanya kendaraan pribadi yang tersedia atau kehabisan bahan makanan di rumah, layanan ini menjadi solusi yang praktis. Aplikasi ojol dapat dijadikan andalah untuk kebutuhan mendadak tanpa perlu banyak persiapan.

Namun, dibalik kemudahan dan fleksibilitas yang ditawarkan oleh pekerjaan sebagai driver ojek online (ojol) dalam era Gig economy, terdapat dinamika kompleks yang mempengaruhi kehidupan para pekerjanya, oara driver ojol harus berhadapan dengan kenyataan yang penuh tantangan, mulai dari ketidakpastian pendapatan harian yang sangat bergantung pada permintaan layanan, tuntutan kerja yang tinggi, hingga perlunya keterampilan adaptasi yang cepat. Selain itu, mereka juga harus mampu mengikuti alur kebijakan platform yang mudah berubah dan tuntutan pelanggan yang bervariasi. Dengan status pekerjaan yang umumnya tidak memiliki jaminan sosial atau tunjangan hidup, para driver ojol harus mengandalkan kemampuan adaptasi dan kekuatan diri untuk bertahan dalam ekosistem kerja yang dinamis ini. Melalui artikel ini, kita akan membahas lebih dalam dinamika kehidupan sehari-hari para driver ojol dan pekerjaannya. Artikel ini ditulis berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap dua informan yang bekerja sebagai driver ojol di Kota Yogyakarta.

Informan pertama, Pak Wiyono (32 thn) bertempat tinggal di Bantul, Yogyakarta. Beliau bekerja di salah satu perusahaan ojek online, yakni Gojek. Memulai karir sebagai driver ini sejak pertengahan tahun 2019, dalam artian beliau sudah berkutat dalam pekerjaan ini kurang lebih 5 tahun. Pekerjaan menjadi driver ojol merupakan pekerjaan utama Pak Wiyono, sehingga untuk memaksimalkan pendapatan, ia selalu online di saat jam-jam sibuk, seperti pagi jam berangkat sekolah atau kerja, siang pulang sekolah, orderan Go Food saat makan siang, dan sore saat jam pulang kantor. Pak Wiyono tidak ingin kehilangan kesempatan mendapat uang, sehingga ia tidak pernah memilih-milih orderan, menolak, atau membatalkan orderan yang masuk. Kemudian tantangan yang paling sering dihadapi adalah pendapatan yang kurang sehingga tidak bisa mengimbangi kebutuhan ekonomi sehari-hari, bahkan uang untuk makan pun kadang tidak ada. Sulitnya orderan yang diterima juga menjadi tantangan yang sering dihadapi oleh beliau. Contohnya, orderan pelanggan yang rute perjalanannya harus melewati tanjakan dan turunan seperti di daerah Gunungkidul. Untuk menghadapi tantangan pendapatan yang kurang ini, Pak Wiyono dan keluarga harus mencukup-cukupi uang yang didapat, kalau uang sudah habis, mereka mau tidak mau harus puasa sambil menunggu uang penghasilan selanjutnya terkumpul. Memang miris, tapi mau bagaimana lagi.

Selain itu, kelayakan kendaraan juga harus diperhatikan untuk menunjang lancarnya pekerjaan. Kemudian, perubahan yang dialami oleh Pak Wiyono sejak bekerja menjadi driver ojol adalah, adaya perubahan gaya hidup. Jam-jam kerja yang padat, harus menerjang cuaca yang tak menentu, kadang panas kadang hujan, membuat kesehatan Pak Wiyono mudah menurun. Lalu, apakah Pak Wiyono juga pernah merasa lelah atau stress akibat pekerjaan ini? Tentu pernah, beliau biasa mengatasi kelelahan ini dengan segera beristirahat sebelum badannya tumbang, perbanyak minum air putih agar tidak dehidrasi, dan ngopi sejenak bersama teman-teman ojol lainnya. Keluarga dan teman juga ikut memberikan dukungan moral dan emosional kepada beliau. Di akhir perbincangan Pak Wiyono menguntaikan kalimat-kalimat harapan untuk pihak perusahaan dan pemerintah, "Saya cuma berharap kepada pihak kantor pusat (CEO Gojek) untuk mengadakan program insentif atau bonus lagi, karena itu betul-betul berguna buat orang-orang yang kaya saya ini, juga tolonglah suara-suara harapan kami ini didengar walau sekali saja gapapa".

Informan kedua, Mas Abdurrahman (21 thn) bertempat tinggal di Kalasan, Sleman. Mas Abdur menjadikan pekerjaan ini sebagai kerja sampingan (side hustle) dikarenakan beliau adalah mahasiswa di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Bekerja di salah satu perusahaan ojek online yaitu Gojek sejak tahun 2022 lalu. Karena merupakan pekerjaan sampingan, untuk memaksimalkan pendapatan, Mas Abdur ini bekerja menyesuaikan jadwal kuliahnya agar belajar dan bekerja tetap seimbang, namun penghasilan tetap jalan. Yang menjadi tantangan beliau dalam pekerjaan ini adalah performa driver berdasarkan penilaian atau ulasan bintang dari customer. Sebagai driver, harus pandai menjaga image dihadapan customer dengan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. Terkadang, customer ada yang meminta untuk mampir dulu ke suatu tempat sebelum ke tempat tujuan. Strategi untuk menghadapi tantangan ini adalah, beliau selalu berusaha melayani customer sebaik mungkin karena mereka adalah 'raja'. Biasanya, Mas Abdur selalu mengiyakan permintaan customernya selama masih satu alur dengan rute tujuan. Hal ini dilakukan demi menjaga performa kinerja driver tetap baik.

Tantangan yang lainnya adalah keselamatan. Terutama ketika sedang musim hujan, sebagai buruh yang bekerja di jalanan, maka harus siap sedia jas hujan. Namun, Mas Abdur melanjutkan bahwasannya akhir-akhir ini pihak perusahaan baru saja mengeluarkan asuransi keselamatan kerja. Tekanan waktu juga menjadi tantangan bagi beliau, terutama jika mendapat pesanan ganda (double order) dan customer minta pesanan cepat sampai. Untuk perubahan yang dialami oleh Mas Abdur selama bekerja di Gojek adalah perubahan gaya hidup yang menjadi lebih sering self reward atau menghargai diri dengan memanjakan diri sendiri. Self reward ini biasanya dilakukan ketika beliau sudah mencapai target orderan seminggu, biasanya beliau jajan nasi goreng sebagai bentuk penghargaan dirinya karena sudah lelah bekerja sepekan. Namun, disamping itu juga bekerja menjadi driver setiap hari membuat Mas Abdur menjadi sering lupa makan karena padatnya orderan yang diterima.

Bekerja menjadi ojol menyambi kuliah, apakah Mas Abdur pernah merasa lelah? Jelas, karena membagi waktu untuk keduanya tidaklah mudah. Apalagi kalau mulai menerima orderan di jam jam sore menuju malam sepulang kuliah. Kemudian apabila beliau merasa stress, beliau biasanya ngobrol-ngobrol bertukar cerita dengan teman kampus atau teman ojol lainnya. Dukungan moral dan emosional juga tentu didapatkan dari orang tua dan keluarga yang selalu mendukung pekerjaan Mas Abdur. Terakhir, Mas Abdur memberikan tanggapan terkait regulasi perusahaannya terkait biaya ongkos pengiriman barang yang terlalu kecil tetapi jarak pengirimannya jauh tentu memberatkan hampir seluruh driver. Karena potongan ongkir yang terlalu besar tentu sangat merugikan mereka. "Aku berharap orang-orang yang di atas sana, di kantor pusat, lebih mendengar aspirasi-aspirasi kami (driver) dan lebih memanusiakan kami. Driver juga manusia lho" terang Mas Abdur di akhir dialog.

Hasil kedua wawancara di atas menunjukkan bahwa setiap pekerja ojek online memiliki tantangan masing-masing, juga strategi menghadapinya. Pak Wiyono tidak pernah memilih-milih orderan yang masuk, tetapi sering menghadapi pendapatan yang kurang sehingga sulit mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kelayakan kendaraan dan kesehatan juga menjadi perhatian utama, mengingat kondisi kerja yang menuntut dan cuaca yang tidak menentu. Kelelahan dan stress diatasi dengan istirahat dan dukungan dari keluarga serta teman. Pak Wiyono berharap adanya program insentif atau bonus dari perusahaan untuk meringankan beban para pengemudi. Mas Abdur juga menghadapi tantangan serupa, termasuk penilaian dari customer yang mempengaruhi performa kerja, keselamatan saat bekerja, terutama di musim hujan, dan tekanan waktu saat menerima pesanan ganda. Meski demikian, Mas Abdur menemukan cara untuk memberi penghargaan pada dirinya sendiri melalui self reward setelah mencapai target orderan. Sebagai mahasiswa yang juga bekerja sebagai ojol, Mas Abdur harus pandai membagi waktu dan mengatasi stress dengan berbagi cerita dengan teman-temannya. Dia juga mengeluhkan regulasi perusahaan terkait biaya ongkos pengiriman yang memberatkan driver.

Kedua narasumber menekankan pentingnya dukungan moral dan emosional dari keluarga dan teman, serta berharap perusahaan lebih memperhatikan aspirasi dan kebutuhan para pengemudi ojol. Mereka berharap perusahaan memberikan lebih banyak insentif dan mendengarkan suara para driver untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Munculnya kalimat-kalimat seperti "semoga perusahaan mendengar harapan kami, semoga perusahaan lebih memanusiakan driver" disebabkan ketika setiap kali melakukan demonstrasi terkait rendahnya upahnya diterima dan keluh kesah lainnya, perusahaan seakan-akan tutup mata dan tutup telinga. Demo selalu nihil tiada hasil. Peneliti berharap semoga pihak perusahaan atau pemerintah segera mendengar harapan-harapan mereka dan adakalanya transparansi regulasi pekerjaan juga diperlukan. Dengan transparansi regulasi pekerjaan, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis, produktif, dan adil bagi semua karyawan.  Peneliti percaya bahwa dengan mendengarkan suara mereka, para driver, dan seluruh pekerja di negeri ini, perusahaan dan pemerintah dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik dan sejahtera bagi mereka semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline