Liputan kontemporer urusan politik, menurut Claes H. Vreese dan Matthijs Elenbaas merupakan pernyataan dan sejumlah data empiris, yang di bingkai dalam istilah strategi.
Alih-alih mengedepankan kebijakan dan substansi politik, para politisi lebih fokus kepada strategi berita menekankan taktik dalam mengejar tujuan politik, serta penampilan, gaya kampanye, dan pertempuran mereka yang bertarung di arena politik, baik dalam pemilu maupun intensitas dengan oposisi.
Kerangka strategi yang digunakan ini telah menjadi sudut pandang terdepan dalam liputan politik baik kampanye politik maupun pertarungan kebijakan, biasanya dengan mengorbankan berita tentang perbedaan nyata dalam potensi dan resolusi terkait posisi antar kandidat atau dalam konteks pembuatan kebijakan.
Selain itu, pengamatan yang lebih baru menunjukkan bahwa jurnalisme politik semakin mengekpos peran media dalam proses politik. Jenis pemberitaan ini, disebut sebagai metacoverage, yang menekankan ketergantungan antara politik dan pers, serta strategi media yang digunakan oleh politisi untuk menghasilkan publisitas, meningkatkan citra mereka dan mengelola berita.
Hematnya, dalam penelitian Cappella & Jamieson (1997) ada alasan bagus intik menegaskan bahwa perputaran liputan dan publisitas politik dapat mengakibatkan sinisme dan kebencian di antara masyarakat, bukan hanya terhadap relasi masyarakat politik tetapi pada akhirnya juga terhadap publisitas politik yang memiliki kunsekuensi langsung atau tidak langsung bagi kepercayaan warga negara terhadap aktor politik, demokratisasi, dan proses politik.
Diskursus tentang berita politik telah mendokumentasikan perubahan yang signifikan terkait cara media berita meliputi urusan politik dan kampanye. Menurut Esser & D'Angelo (2003) liputan pers dapat menyoroti peran pers dalam urusan politik (termasuk kehadiran pers, perilaku, dan pengaruh), metacoverage mampu memperhatikan upaya publisitas aktor politik terhadap media (seperti kampanye politik).
Wartawan juga dapat menetupi berita pers dan publisitas dengan (1) kerangka saluran, yang hanya terdiri dari referensi silang antara media, (2) kerangka strategi, yang mencerminkan sisi kasar dan perbusuhan dari politik dimediasi atau (3) kerangkan akuntabilitas, yang mengekspos pers dan publisitas bergerak berdasarkan norma dan nilai demokrasi.
Berdasarkan tipologi di atas, strategi dalam metacoverage dapat berupa strategi pers, di mana jurnalis secara referensial fokus pada muatan antagonistik hubungan antara pers dan politik dan siginifikansi peran media dalam permainan politik.
Singkatnya, strategi metacoverage membentuk framing bahwa politisi yang berorientasi sebagai aktor dengan sengaja mencari atau menghindari peerhatian media, atau memberikan atau memblokir akses ke media, untuk mencapai tujuan politik tertentu.
Oleh karena itu, aktor terkait erat dengan strategi dan teknik di balik layar. Sejauh mana munculnya putaran politik, produk dari profesionalisasi politik, menarik minat dan perhatian media?