Lihat ke Halaman Asli

Fathan Syahdan

Ketua Kelas

Darurat Sampah di Indonesia : Waktunya Beralih ke Gaya Hidup Berkelanjutan

Diperbarui: 19 Desember 2024   15:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Home. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jakarta, 19 Desember 2024 - - Persoalan sampah di Indonesia tidak ada habisnya untuk dibahas pada saat ini. Setiap harinya masyarakat atau bahkan diri kita sendiri menghasilkan sampah yang tidak dapat diatur kuantitasnya. Masalah sampah di Indonesia telah mencapai tingkat darurat yang memerlukan perhatian serius, dengan berbagai data dan fakta yang mengungkapkan kondisi terkini yang sangat mengkhawatirkan. Menurut laporan Data yang dikutip dari Liputan 6 dan Forsepsi, Indonesia memproduksi sekitar 69,7 juta ton sampah setiap tahun. Dari total tersebut, sekitar 60% berasal dari sampah rumah tangga. Fakta ini mencerminkan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat memiliki peran besar dalam meningkatnya volume sampah di Indonesia. 

Penambahan Sampah di Indonesia tidak diikuti oleh pengelolaan sampah yang maksimal dari jumlah sampah yang dihasilkan tersebut, sehingga hal ini menyebabkan sekitar 33% sampah yang dihasilkan tidak dikelola dengan semestinya dalam artian sampah-sampah tersebut tidak berakhir kepada tempat pembuangan atau pengolahan sampah tetapi justru ke tempat yang tidak semestinya seperti sungai ataupun tempat pembuangan sampah ilegal lainnya. Disisi lain Kondisi TPA di Indonesia sangat memprihatinkan. Dari sekitar 2.700 TPA, hanya 10% yang menerapkan sistem pengelolaan yang baik (sanitary landfill). Sebagian besar masih menggunakan metode open dumping, yang berpotensi mencemari tanah dan air. contohnya yang tidak lain tidak bukan yaitu TPA Bantar Gebang Bekasi. Fakta mengejutkan bahwa Setiap tahun, Indonesia menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik hal ini dilansir dari liputan oleh Media Indonesia dan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya menangani masalah ini dan telah mengambil langkah melalui berbagai kebijakan, salah satunya adalah Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017. Kebijakan ini menetapkan target ambisius untuk mengelola 70% dari total sampah pada tahun 2025. 

Dampak sampah terhadap lingkungan, ekonomi, atau masyarakat. 

Hal yang timbul berupa dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan di berbagai aspek. Pembuangan sampah sembarangan ke sungai atau saluran air dapat mencemari lingkungan perairan dan merusak keseimbangan ekosistem akuatik. Limbah plastik serta bahan kimia yang mencemari air tidak hanya mengancam kelangsungan hidup ikan, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia yang mengonsumsi ikan tercemar. Di daratan, sampah yang terurai dapat melepaskan zat berbahaya seperti logam berat dan mikroplastik, yang dapat mengurangi kesuburan tanah, memengaruhi hasil panen, dan membahayakan kesehatan tanaman. Sampah juga menjadi tempat berkembangnya organisme pembawa penyakit, seperti lalat dan tikus, yang berpotensi menularkan penyakit kepada manusia. Selain itu, tumpukan sampah mencemari pemandangan dan menurunkan kualitas lingkungan secara keseluruhan. Lebih parah lagi, pembusukan sampah organik di tempat pembuangan menghasilkan gas metana, yang merupakan gas rumah kaca utama penyebab pemanasan global dan memperburuk perubahan iklim yang sedang berlangsung sekarang.

Sampah memberikan dampak yang besar terhadap sektor ekonomi. Lingkungan yang tercemar oleh sampah sering kali memicu meningkatnya berbagai penyakit seperti demam tifoid, diare, dan infeksi saluran pernapasan, yang pada akhirnya menambah beban biaya kesehatan bagi masyarakat dan pemerintah. Selain itu, kondisi lingkungan yang kotor dan dipenuhi sampah dapat mengurangi daya tarik wisata suatu wilayah, sehingga berpengaruh buruk terhadap pendapatan ekonomi masyarakat yang bergantung pada sektor pariwisata. Di bidang pertanian, pencemaran tanah akibat limbah dapat menurunkan produktivitas lahan, yang berdampak pada berkurangnya pendapatan petani serta ketersediaan pangan. 

Masalah sampah memiliki dampak sosial yang signifikan dan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pencemaran lingkungan akibat tumpukan sampah meningkatkan risiko penyebaran penyakit, terutama bagi komunitas yang tinggal di dekat tempat pembuangan akhir. Komunitas ini sering menghadapi tingkat masalah kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di lingkungan bersih. Selain itu, bau menyengat dari tumpukan sampah serta pemandangan yang tidak sedap dapat menurunkan kualitas hidup dan memicu stres psikologis pada penduduk di sekitarnya. Namun, isu sampah juga mendorong peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan limbah secara bijak. Semakin banyak orang yang memahami perlunya tindakan kolektif untuk menjaga kebersihan lingkungan. Meski demikian, edukasi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah yang efektif masih menjadi tantangan utama yang perlu diatasi untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Kenapa kita harus beralih ke gaya hidup berkelanjutan?

Perubahan menuju gaya hidup berkelanjutan sangat penting untuk menghadapi tantangan lingkungan dan sosial yang semakin mendesak. Salah satu alasan utamanya adalah untuk menjaga kelestarian sumber daya alam yang semakin berkurang. Dengan menerapkan praktik ramah lingkungan, seperti mengurangi limbah dan memanfaatkan energi terbarukan, kita dapat memastikan sumber daya tetap tersedia untuk generasi mendatang. Selain itu, gaya hidup berkelanjutan menjadi langkah efektif untuk melawan perubahan iklim, misalnya dengan mengurangi emisi karbon melalui transportasi yang lebih ramah lingkungan dan penggunaan produk yang berkelanjutan.

Tidak hanya berdampak pada lingkungan, gaya hidup ini juga memberikan manfaat bagi kesehatan dan kualitas hidup, seperti melalui konsumsi makanan organik dan menciptakan lingkungan bersih yang mendukung kesehatan fisik dan mental. Dari sudut pandang sosial dan ekonomi, gaya hidup berkelanjutan turut mendorong keadilan sosial dengan memastikan distribusi sumber daya yang lebih merata dan membuka peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat yang rentan.

Lebih jauh, pendekatan ini memperkuat keterlibatan masyarakat dalam program lingkungan dan pendidikan, seperti kampung iklim atau sekolah berbasis lingkungan, yang meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian alam. Dengan langkah-langkah sederhana, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mendukung produk lokal, masyarakat dapat memahami dampak kebiasaan sehari-hari terhadap lingkungan. Dengan begitu banyak manfaat, pergeseran ke arah gaya hidup berkelanjutan bukan hanya sebuah pilihan individu, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk menjaga kelangsungan bumi bagi generasi mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline