Ah Jakarta
Tak seperti yang kuimpikan
Negeri milik para Sultan
Tak terjamah kaum pas-pasan
Cuplikan puisi "Tiga Dara Tentang Jakarta" di atas saya tulis pada Maret 1997 dan tayang di Kompasiana tanggal 18 Agustus 2019. Puisi tersebut mempunyai sejarah yang manis, ketika saya dan dua rekan perempuan, kami bertiga alias tiga dara berkunjung ke Jakarta.
Bagi kami yang berasal dari Sumatra, Jakarta adalah kota impian yang muncul dalam gemerlap mimpi malam.
Pada Maret 1997 perjalanan heroik tiga dara ini terwujud. Heroik? Jelas, kami harus menempuh perjalanan yang jauh untuk sampai ke Jakarta.
Dari kota asal, kami harus menempuh perjalanan darat ke ibu kota provinsi selama 10 jam. Kemudian, dari ibu kota provinsi dilanjutkan perjalanan darat ke Jakarta selama kurang lebih 20 jam.
Pertama kali pula merasakan menyeberang dari Pulau Sumatra ke Pulau Jawa melalui Pelabuhan Bakauheni ke Pelabuhan Merak, wah pengalaman yang tak terlupakan, pengalaman pertama dan mungkin sulit terulang kembali.
Kami belum pernah melakukan perjalanan sejauh ini, tiga dara hanya berbekal alamat dari sahabat lama yang tinggal di Jakarta. Cukup deg-degan sih, karena Jakarta juga menyimpan banyak cerita kriminal. Kekuatiran itu muncul kala kami tiba di terminal Pulogadung, untunglah sahabat kami segera menjemput.
Tentu saja destinasi wisata pertama yang ingin kami kunjungi adalah Monumen Nasional (Monas) yang menjadi ikon Jakarta. Namun, saat itu Monas sedang dalam perbaikan sehingga hanya singgah sebentar. Dari pelataran Monas kami bisa menyaksikan Masjid Istiqlal.
Destinasi wisata selanjutnya yang dikunjungi adalah Dunia Fantasi (Dufan) yang merupakan bagian dari Taman Impian Jaya Ancol di Jakarta Utara. Area yang luas membuat kami menghabiskan waktu seharian di sini.
Tahukah anda, Dufan merupakan theme park (taman hiburan tematik) pertama di Indonesia dengan luas 9,5 hektar dan menjadikan Jakarta memiliki dunia fantasi karya anak bangsa. Wah hebat dan membanggakan.