Oktober 1944,
Dua minggu sebelum kelahiran Guntur Soekarnoputra
Selama dua hari dengan mesin jahit tangan
Kujahit selembar bendera
Berwarna merah dan putih
Shimizu, perwira Jepang sang penyumbang kain
Kujahit bendera merah putih
Dengan tumpahan air mata
Bahagia membuncah di dada
Kemerdekaan berabad-abad diidamkan
Kini di depan mata
Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta,
Proklamasi kemerdekaan akan diproklamasikan
Teriakan terdengar, bendera belum ada
Kupersembahkan bendera yang kujahit setahun lalu
Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan
Latif Hendraningrat dan Suhud mengerek bendera merah putih
Selembar bendera merah putih
Turut menjadi saksi proklamasi kemerdekaan
Menjadi tua, setua kemerdekaan ini
Menjadi bendera pusaka
Yang hadir di setiap tanggal 17 Agustus
Menyaksikan berjuta-juta bendera merah putih dikibarkan
Merah berarti berani, putih adalah suci
Merah raga, putih jiwa
Aku Fatmawati, sang penjahit bendera pusaka tertulis dalam sejarah
Bagimu, mungkin hanya selembar kain berwujud bendera
Bagiku, kain penuh pengorbanan jiwa dan raga
Menanti kibarannya ditebus dengan tumpahan keringat, darah dan nyawa
Demi kemerdekaan Indonesia
Dari sebuah bendera pusaka
Dengan harapan persatuan dan kesatuan
Seperti kala menyatukan antara kain merah dan putih dengan benang
Menghargai bahwa Sang Saka Merah Putih ada di tiang tertinggi
Berkat perjuangan pahlawan bangsa, putra putri Ibu Pertiwi
Sekali Merdeka Tetap Merdeka!
Fatmi Sunarya, 20 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H